Operasi Ganti Pacu Jantung Saat Masa Pandemi
Operasi Ganti Pacu Jantung Saat Masa Pandemik
Setelah hampir 3 bulan melakukan pemulihan pasca operasi ganti pacu jantung, saya memberanikan diri untuk menulisnya di blog. Ini kali pertama saya membahas mengenai operasi yang saya lakukan. Padahal sebelumnya saya tidak pernah menceritakan secara gamblang kepada pembaca tentang kondisi kesehatan selama ini.
Seharusnya operasi ini dilakukan bulan April lalu, sesuai perjanjian dengan dokter pada bulan Januari supaya menghindari baterai tidak habis mendadak sehingga saya bisa beraktivitas sebagaimana mestinya.
Memangnya apa yang terjadi kalau baterainya habis?
Kemungkinan terburuk saya bisa pingsan. Namun, ada kejadian luar biasa lima tahun lalu, saya mengeluh sakit kepala yang berkepanjangan, pokoknya rasanya tubuh ini nggak nyaman. Mami inisiatif untuk mengajak ke dokter Jantung langganan saya, terlebih lagi memang waktunya kontrol rutin. Ternyata dari hasil pemeriksaan, baterai pacu jantung saya habis dan Dokter kaget dengan kondisi saya yang baik-baik saja. Berdasarkan pengalaman ini, Dokter nggak mau kecolongan lagi sehingga hasil pemeriksaan terakhir telah diputuskan akan dioperasi sebelum puasa.
Manusia hanya bisa berkehendak, siapa sangka akhir Februari, kasus Corona semakin banyak di Indonesia. Saya sempat takut untuk ke RS kala itu apalagi tersiar kabar bahwa di Rumah Sakit rentan terjadi Airborne alias penularan lewat udara. Sehingga saya menunda kunjungan ke Dokter. Sempat tanya teman Nakes juga bahwa saat itu ruang operasi tidak dibuka kecuali kasus darurat.
Pertengahan Juni, Mami mengajak saya kontrol ke karena sudah hampir melewati batas yang diperkirakan oleh Dokter. Dengan perasaan berdebar, kami bertemu dengan Dokter di RS. Berhubung sedang pandemik, beliau tidak lagi membuka praktik di rumah.
Dari hasil pertemuan, Dokter menyarankan saya untuk kembali lagi bulan depan karena masih pandemi apalagi semua hasil pemeriksaan terakhir berada di rumah Dokter tersebut. Kemudian, Dokter memberikan pilihan, jika ingin melakukan operasi bulan ini saya harus melakukan Swab Test. Jika hasilnya negatif, saya bisa melanjutkan pemeriksaan darah dan operasi bisa dilakukan.
Sehabis pulang dari Dokter, saya segera mencari informasi RS mana yang bisa melakukan Swab Test dan akhirnya ketemu. Saya segera bikin janji dengan RS.
Baca Juga:
Pengalaman Swab Test Covid 19
Hasil Tes Swab yang Bermasalah
Menunggu hasil swab, rasanya mood nggak karuan. Perasaan takut, cemas, gugup dan gelisah menjadi satu. Saya takut hasilnya tidak baik.
Tiga hari pasca swab, hasil juga tidak keluar sementara pihak dari Dokter terus menanyakan hasil. Saat itu rasanya saya tertekan, belum lagi ditambah pertanyaan ortu tentang hasil tes, rasanya saya pengin menghilang sejenak. Bahkan, saya kehilangan banyak berat badan waktu itu. Fyuh
Saya kehilangan gairah, untungnya masih ada semangat untuk menulis dan memotret. Setidaknya itu memberikan kekuatan sembari menunggu.
Jumat pagi, pihak Dokter memberitahu bahwa operasi akan dilakukan Sabtu Pagi. Dokter sudah menentukan jadwal karena menjaga kondisi saya sehabis swab. Suster menelpon menanyakan hasil swab yang juga belum keluar.
Sembari menunggu hasil swab yang dijanjikan akan keluar sore hari, saya bersiap-siap, mengemas perlengkapan yang akan dibawa ke RS besok hari. FYi, saya tidak perlu menginap sebelum operasi.
Menjelang Maghrib, swab test yang ditunggu hasilnya keluar dan ternyata tidak teridentifikasi alias swab ulang. Rasanya badan panas dingin mendengar hasil, bagaimana tidak besok operasi dan hasil swabnya bermasalah. Kesal rasanya. Namun, kami terlalu lelah untuk berdebat dengan RS tersebut dan ingin fokus pada operasi besok. Hasil swab tersebut saya kirimkan ke Dokter apa adanya.
Menjelang isya’ dapat telepon dari dari Dokter, saya diminta untuk melakukan CT Scan Paru karena tidak mungkin menunda untuk swab ulang. Malam itu juga saya berangkat ke Rumah Sakit menjalankan CT Scan. Untuk kali pertama saya masuk ke dalam tabung besar yang dinginnya luar biasa. Sambil berdoa semoga hasilnya baik.
Alhamdulillah, jam 11 malam hasil CT Scan keluar. Paru-paru saya dinyatakan bersih dari bercak. Operasi bisa dilakukan besok pagi.
Prosedur Selama Operasi Berlangsung
Gara-gara menunggu hasil swab, saya lupa melakukan tes darah untuk persiapan operasi. Alhasil jam lima pagi, saya harus meluncur ke RS untuk dilakukan tes darah terlebih dahulu. Sungguh, luar biasa hari itu.
Sembari menunggu hasil darah, saya melaporkan diri ke UGD bahkan akan rawat inap. Di UGD kami diterima oleh para nakes yang menggunakan APD lengkap. Terlalu sering ke RS membuat saya terbiasa dengan pemandangan ini.
Ditemani seorang perawat yang menggunakan APD, kami diantar menuju ruang Angiografi, tempat prosedur penggantian pacu jantung dilakukan. Oh iya, karena prosedur operasi ini tergolong ringan, nantinya saya akan dibius lokal alias hanya pada daerah yang akan dibedah.
Sebelum melakukan operasi, saya diberi form consent/persetujuan untuk ditandatangani orang tua. Selanjutnya, saya disuruh ganti baju lalu dibawa ke ruangan operasi. Untungnya sebelumnya sudah berpamitan sama keluarga di rumah.
Buat saya momen operasi, momen yang sunyi. Harus berjuang sendiri tanpa ada keluarga yang menemani di ruangan super dingin. Itulah kenapa harus mempersiapkan mental sejak jauh-jauh hari. Pasrah karena tidak akan ada yang pernah tahu apa yang terjadi di meja operasi.
Selama proses operasi berlangsung, saya wajib menggunakan masker KN95 yang di bawahnya diberi oksigen di bagian hidung. Kebayang? Nggak papa sih, biar saya tetap aman ketika operasi berlangsung.
Semua petugas Nakes dan Dokter yang berada di ruang operasi juga menggunakan APD lengkap. Lihat baju hijau di ruang operasi aja bikin dag dig dug apalagi mereka semua pakai APD ala astronot kok kayaknya bikin lebih tegang. Cuman bisa berdoa.
Meski ruang operasi bukan hal yang asing bagi saya, tetap saja rasa takut dan cemas itu selalu ada. Siapa coba yang berani berada di ruang operasi? Rasanya nggak bakal ada yang rela untuk dioperasi.
Pertama, seorang perawat mulai memasang kabel-kabel yang ditempel di dada, gunanya memantau denyut jantung, tekanan darah, saturasi oksigen selama operasi berlangsung. Perawat yang lain memberitahu bahwa mereka akan memasang infus dan melakukan pengecekan alergi obat (i hate this part, jarumnya kecil dan nyeri banget). Saya juga ditanya apakah ada riwayat alergi pada obat.
Sebelum Dokter datang, kondisi pacu jantung saya diperiksa dulu kayak semacam pengecekan biar ada rencana cadangan kalau terjadi sesuatu dan ternyata masa baterainya tinggal 3 hari. Kok ya bisa pas banget.
Oh iya hari itu saya juga mengalami nyeri karena haid hari pertama, rasanya nggak nyaman banget, ditambah nyeri di tangan bekas tes alergi, bekas cek darah tadi dan pas dimasukin infus. Lengkap banget deh.
Prosedur penggantian pacu jantung ini bisa dibilang termasuk operasi kecil mangkanya hanya membutuhkan anestesi lokal, beda dengan saat kali pemasangan dulu. Saya dibius total. Jadi, sepanjang operasi saya tersadar dan bisa mendengar Dokter berbicara dengan perawat meminta alat untuk operasi, persis layaknya adegan di drama korea yang sering saya tonton.
Beberapa kali saya merintih menahan sakit karena terkena bagian yang belum disuntik bius, sehingga beberapa kali saya merasakan dokter menyuntikkan obat bius di area operasi. Ternyata ukuran alat pacunya lebih besar dari yang pernah saya pakai sehingga dokter harus membuat luka yang lebih lebar supaya generator pacu jantung bisa masuk sempurna. Kalau dulu, ketika saya merintih kesakitan begini, ada tangan perawat yang siap menggenggam memberikan semangat karena pandemi tidak ada lagi. Seorang perawat yang mendampingi saya di samping hanya membisikkan kalimat penyemangat.
Saat generator pacu jantungnya dilepas, untuk beberapa detik saya sempat merasa hilang kesadaran dan sesak napas. Buru-buru saya menarik napas panjang dan semua kembali normal.
Alhamdulillah operasi berjalan lancar tanpa hambatan, luka juga sudah dijahit sempurna. Saya dipindahkan ke ruang ICU untuk observasi sembari menunggu kamar inap dipersiapkan.
Oh iya selama pandemi, kunjungan ke RS ditiadakan terus yang boleh menunggu hanya satu orang saja. Demi mengantisipasi penyebaran virus dan RS menjalankan protokol yang cukup ketat.
Saya hanya menginap semalam di RS, selama tidak ada pendarahan dan demam saya boleh pulang keesokan harinya. Yay, pulang.
Biaya yang dikeluarkan untuk tindakan operasi penggantian pacu jantung sebesar 34 juta rupiah (kelas 3), biaya generator pacu jantung sekitar 44 juta rupiah. Jika ditotal keseluruhan dengan biaya perawatan, CT Scan, Swab tes dan lainnya sekitar 100 jt.
Apakah nggak pakai BPJS?
Menurut Dokter, jenis pacu jantung saya pakai ini memakai 2 kabel sehingga tidak dicover oleh BPJS, alhasil saya harus pakai biaya mandiri. Itulah kenapa orang tua saya punya banyak investasi, demi pengobatan saya jangka panjang. Semoga Papi dan Mami selalu sehat agar bisa terus mendampingi. Amin.
Selepas operasi, pemulihan saya bisa dikatakan cepat. Hasil jahitan kering sempurna. Berhubung sedang corona, kontrol yang seharusnya 3 bulan sekali diganti 6 bulan. Semoga tidak ada masalah hingga kontrol tahun depan. Amin.
Terima kasih buat Dokter dan tim Nakes yang sudah merawat saya kemarin, semoga sehat selalu ya.