Bagaimana ‘Me Time’ Ala Blogger

Bagaimana ‘Me Time’ Ala Blogger


me time ala blogger, flatlay


'Me Time' Ala Blogger


Kala itu, sebelum blog menjadi lahan pekerjaan. Menulis blog merupakan kegiatan ‘me time’ yang paling menyenangkan. Saya bisa menumpahkan segala perasaan melalui tulisan di blog. Mau itu sedih, senang, kecewa atau bahkan sedang patah hati.

Menulis blog banyak membantu saya bertumbuh, bagaimana saya membangun diri lewat tulisan. Sesibuk apapun saya saat itu, menulis blog tidak boleh dilewatkan.

Semenjak, saya mulai menjadikan blog ini menjadi ladang pencaharian. Saya belajar untuk menyaring tulisan-tulisan yang akan dibagikan untuk pembaca. Tidak lagi sebebas dulu yang menulis hanya untuk sekadar menumpahkan kekesalan. Tidak lagi menjadi blog seolah-olah buku harian.

Hal ini kadang membuat saya jenuh. Merasa dibatasi. Bahkan, ada saatnya saya ingin berhenti menulis. Namun, kecintaan saya terhadap dunia literasi ternyata lebih besar daripada keinginan pribadi.

Biasanya ketika jenuh menulis, saya melakukan hal-hal yang sekiranya bisa membangkitkan kembali keinginan untuk memperbarui tulisan di blog.

Memotret

Di kala jenuh dengan yang berhubungan dengan blog, biasanya saya memilih untuk memotret. Entah itu memotret produk ala flatlay atau mengambil gambar secara acak, mengikuti suasana hati dan mata yang mencari objek tepat untuk dibidik.

Selain membantu menetralkan suasana hati, memotret bisa memantik banyak ide bahkan foto-foto yang diambil bisa dipakai untuk keperluan blog dan media sosial.

Buka Pinterest, Instagram

Rasanya hampir setiap hari saya membuka kedua aplikasi ini, bisa dibilang merupakan aplikasi yang paling sering dibuka.

Kedua aplikasi tersebut merupakan sumber ide yang amat membantu kalau saya tengah kebingungan membuat konten. Jika di Instagram saya bisa mencari referensi foto-foto untuk konten maka Pinterest menyediakan lebih lengkap. Tidak hanya berupa foto, namun juga artikel-artikel menarik untuk dibaca.

Biasanya setelah berselancar di pinterest, keinginan saya untuk kembali menulis terpancing.

Membaca Buku

Saya tidak menulis blog setiap hari, sebagian waktu saya gunakan untuk membaca buku. Dengan catatan, jika sedang tidak malas. Seringnya saya membaca novel, menenggelamkan diri dalam rangkaian kata penulis kesukaan.

Membaca buku membantu saya untuk lebih memahami kalimat, mengajarkan saya banyak kosakata baru yang amat membantu dalam menulis blog. Tidak hanya seorang penulis yang harus banyak membaca, blogger juga dong. Biar tulisannya lebih bagus dan diterima para pembaca dengan mudah.

Menonton Film

Berhubung saya penggemar drama korea, tontonan saya pasti nggak jauh-jauh dari serial drama korea. Hari-hari saya dipenuhi setiap episode drama dari negeri gingseng ini. Terkadang, membuat saya malas untuk melakukan aktifitas lainnya.

Ssst, jangan ditiru ya. Untung menghalangi kecanduan, saya sekarang lebih senang menonton drama yang tengah tayang. Paling sehari nonton 2-4 eps aja. Sisanya melakukan aktivitas lainnya.

Nongkrong Dengan Sesama Blogger

Aktivitas ‘me time’ ala para blogger ya nggak jauh-jauh dari komunitas. Entah seminggu/sebulan sekali, saya dan teman-teman seprofesi sering nongkrong bareng. Niatnya sih ingin buat konten tapi ujung-ujungnya membahas hal-hal yang unfaedah. Wkwwk

Eh, jangan salah. Bertemu dengan sesama blogger itu bisa meningkatkan keinginan untuk menulis kembali. Apalagi kalau ada yang pamer trafik blog yang lumayang gede. Bikin baper dan terpacu untuk bisa seperti mereka.

Memiliki lingkungan yang mendukung itu bukan untuk saling berkompetisi, namun lebih ke arah kolaborasi. Sehingga setiap teman bertumbuh bersama. Tenang aja, selain obrolan unfaedah tadi, kami sering kok membahas topik yang berhubungan dengan blog, bahkan beberapa dari mereka sering membagi tips supaya bisa sekeren mereka.

Well, memang ada kala saya merasa jenuh dengan dunia blogger yang semakin dibilang ‘susah’ namun dibalik itu semua selalu ada jalan untuk kembali pulang dan menulis untuk pembaca setia.

Me time ala kamu apa? Boleh dong share
Ketika Saya Mendapatkan Atensi Dari Konten Kreator Ternama

Ketika Saya Mendapatkan Atensi Dari Konten Kreator Ternama


Being Yourself


Ketika Saya Mendapatkan Perhatian dari Konten Kreator Ternama


Tiga hari lalu, sebenarnya saya sudah menulis cerita ini di linimasa Instagram tentang pengalaman saya yang mendapatkan ‘perhatian’ dari salah seorang konten kreator luar. Berhubung euforia itu masih melekat kuat, saya jadi ingin membuat satu postingan khusus.

Namanya Dominik. Dia seorang konten kreator lebih tepatnya youtuber dari Vienna-Austria. Keahlian dia adalah membahas mengenai Social Digital Marketing terutama Instagram dan saya lupa kapan tepatnya menemukan kanal yang dimiliki oleh Dominik ini. Mungkin bersamaan saya menemukan kanal milik Jade Darmawangsa yang juga membahas hal yang sama.

Dua orang itu buat saya membahas tentang sosial media dari sudut yang berbeda. Baik Jade atau Dominik memiliki keahlian yang berbeda tapi konten-kontennya selalu membuat saya tertarik untuk menontonnya.

Back To Dominik

Ketika saya menyukai konten dari seseorang, saya pasti akan mengikutinya sampai ke media sosial, mencari tahu bagaimana dia membuat konten sehingga membuatnya berhasil. Saya mengikuti Dominik di IG tapi hanya sekedar like dan beberapa komen. Pernah juga saya mengomentari IGTV-nya dan dia membalas. Bisa dibilang dia orang yang rajin buat balas komentar.




Kanal Youtube-nya juga ramai dengan orang-orang yang ingin profil instagramnya diulas, saya pernah dong masukin, namun nggak pernah terpilih. Hahaha, melas.

Baca juga: Hal-hal yang bisa dilakukan seorang blogger

Hingga tiga hari yang lalu dia melakukan siaran langsung di Instagram. Sekitar pukul 04.30 pagi. Saya penasaran dong, dia bahas apa sih pada saat siaran langsung. Hari itu dia main gitar doang. Ada beberapa yang bergabung.

Awalnya Dominik memberikan emotikon lambaian tangan kepada saya. Mungkin, itu juga berlaku pada semua yang hari hadir. Eh, tiba-tiba dia menyapa dong (Percakapan di bawah ini sudah saya terjemahkan ke Bahasa Indonesia).


Dominik: Hi, child_smurf, aku pernah mendengar nama itu di mana ya? Apakah aku pernah mereview akun igmu?
Me: No. Mungkin namaku mengingatkanmu pada smurf
Dominik: Mungkin. Kayaknya aku nggak asing dengan nama akunmu.
Me: Aku penggemar beratmu.
Dominik: Oh, terima kasih. Aku juga penggemarmu. Nama akunmu unik, membuat orang selalu ingat.
Me: Oh terima kasih sudah mengingatku.

Dan, siaran langsung itu berakhir.

Setelah mematikan ponsel, saya tersenyum bahagia pagi itu. Berasa kayak gimana gitu, saat ada yang bilang nama akunmu unik. Ini baru Dominik udah bahagia begini, apalagi kalau yang ingat saya adalah Gong Yoo. Wkwkw.


Begini ya rasanya dapat perhatian dari Idola.

Gimana nggak bahagia. Follower dia ratusan ribu, apalah saya di antara pengikutnya. Pas dia ingat nama saya ya bahagia sekali dong. Berasa terpilih dari banyaknya pengikut dia.

Nggak hanya berhenti disitu. Saya posting di instagram dan tak lupa menyebut Dominik di akhir caption. Dia membalasnya dan seorang temannya juga ikutan komen. Bahkan sampai IG Stories saya dilihatin semua isinya. Hahaha.




Well, kisah sederhana yang membuat saya bahagia ini memang terlihat biasa saja tapi memberikan saya alasan untuk tidak malu terhadap nama akun child_smurf yang saya pakai di Instagram dan Twitter.

Itu bukti bahwa tidak selamanya akun medsos harus menggunakan nama sendiri. Terpenting adalah nilai apa yang akan kamu sampaikan kepada para pengikutmu maka dia akan mengingatmu.

Artikel lainnya: 8 sumber belajar saat kehabisan ide


Dibalik Nama child_smurf



Nama child_smurf ini adalah nama email yang kakak buatkan untuk saya. Sayangnya, email itu sekarang dibajak dan tidak bisa dikembalikan ulang. Hiks, Padahal banyak kenangan saya tersimpan di sana.

Saya mulai menggunakan nama child_smurf untuk dijadikan username pada beberapa situs. Yah, gimana. Saat itu beneran gaptek dan malas cari nama baru. Akhirnya saya pakai nama di alamat email. Keterusan sampai sekarang.

Baca juga: Kenapa Seorang Blogger perlu mengikuti one day one post

Sudah ada beberapa orang yang menyarankan saya untuk mengganti username Instagram dan twitter. Katanya akun saya kekanakan dan kalau mau melakukan personal branding setidaknya pakai nama pribadi.

Hmm, saya menolaknya. Saya sudah terlanjur saya dengan nama itu. Apalagi teman-teman lama sudah banyak tahu dan pada akhirnya saya membiarkannya. Ya sudahlah, saya membuat satu akun lagi yang menggunakan nama.

Pada akhirnya yang disayang tetap akun pertama.

Apaan sih coba.

Apa sih pertimbangan kalian dalam membuat username medsos. Share dong.
Pencapaian-Pencapaian yang Sudah Dilakukan Sebagai Blogger di Tahun 2018

Pencapaian-Pencapaian yang Sudah Dilakukan Sebagai Blogger di Tahun 2018

Pencapaian-pencapaian Sebagai Blogger Di Tahun 2018


Beberapa hari ini di linimasa Facebook, saya melihat postingan beberapa kawan blogger yang membahas tentang pencapaian-pencapaian yang telah didapat sebagai seorang pekerja lepas alias blogger di tahun 2018. 

Kok kayaknya menarik. Saya memutuskan menulis teman sejenis tapi tentunya tentang pengalaman sendiri.

Pencapaian saya memang belum seheboh para teman blogger lain, apalagi saya bukanlah tipe yang ambisius dalam pekerjaan. Saya lebih suka mengerjakannya dengan pelan-pelan sehingga lebih menikmati prosesnya. Terlalu memaksa akan membuat diri saya kehilangan momen yang membuat saya bahagia.

Selama tahun 2018 ini saya merasakan hal yang luar biasa dalam hal blogging, Sesuatu yang terlihat biasa bagi orang lain tapi membawa dampak perubahan besar bagi karir blogging. So far, saya bahagia.

Menang Lomba


Tahun 2018 ini untuk kali pertama saya menang lomba. Bukan lomba besar tapi merupakan pencapaian besar karena bisa menyisihkan puluhan artikel lainnya. Saya berhasil menjadi pemenang kedua dalam lomba review menu baru Hokben bersama blogger Surabaya. 

Membuat kaget karena waktu itu saya merasa foto makanan tersebut belum maksimal, eh ternyata penilaiannya lebih ke experience saat mencoba makanan. 


Hadiahnya lumayan buat menambah pundi-pundi tabungan. Alhamdulillah sekali


Berani Mencoba Ikutan Lomba


Kemenangan di lomba review menu Hokben memercik kepercayaan diri untuk mencoba mengikuti lomba yang diadakan oleh Asus dan Blogger Crony. Ditambah dukungan dari Wulan yang kebetulan juga tengah ikut lomba yang sama.

Dulu, saya mana berani ikutan lomba padahal sih sebenarnya mampu entah kenapa mood untuk menulis lomba itu hilang kemana. Kadang sudah hilang kepercayaan diri duluan saat mengetahui sapa pesaingnya.

Saya memang tidak memang tapi setidaknya saya mencoba mengalahkan ketakutan sendiri. Itu membuat saya bangga. 

Semoga tahun depan saya bisa ikutan lebih banyak lomba lagi. 

Artikelnya bisa baca di sini: Bagaimana saya membangun diri dengan blog

Menulis Untuk Dua Blog


Saya akui tahun ini, minat saya terhadap menulis di blog agak sedikit menurun. Saya tengah mengalami titik jenuh terhadap tema-tema tertentu sehingga menimbulkan rasa malas untuk memperbaharui isi blog.

Tahun ini saya berhasil menulis 94 postingan. Eh itu bukan untuk satu blog saja, total 94 tulisan itu berlaku dengan dua blog. So far, lumayanlah ya. Membela diri.

Tahun depan saya pengin memfokuskan tulisan untuk kedua blog.

Tahun lalu saya menganaktirikan blog saya yang swastikha.com. Namun, rencananya tahun depan saya akan banyak menulis konten jalan-jalan.

Doakan saya ya.


Menaikkan Trafik Blog

Bertahun-tahun saya selalu bertanya-tanya, kenapa trafik blog saya hanya berkisar 1000 pageview per bulan. Sedih, saat ada teman blogger lainnya yang bisa mencapai pageview hingga jutaan.

Saya sampai curhat sama beberapa teman blogger yang emang pageviewnya bagus, dan mereka rela mengecek apakah ada masalah dengan google analytic. Ternyata tidak. Masalah ini membuat saya stress.

Saya mencoba opsi yang lain yaitu dengan mengganti template blog yang responsive dan lebih banyak menulis konten everlasting. Alhamdulillah ada perubahan yang cukup signifikan pada trafik blog, meskipun belum pada tahapan yang oke banget.

Setidaknya setiap bulan, blog saya sudah menyentuh angka 2500. Belum maksimal memang tapi saya sedang ingin menikmati prosesnya.

Saya mesti lebih banyak belajar lagi menulis artikel sesuai kaidah SEO, biar hasilnya lebih optimal.

Mari semangat.


Memasang Template Blog


“Jangan mengaku Blogger Pro, kalau belum bisa pasang template sendiri.”

Pernyataan Mba Langit ini terus terang membuat saya tertampar. Pasalnya, saya masuk dalam daftar blogger yang gaptek urusan coding. Saya memilih menggunakan jasa Wulan untuk mengubah tampilan blog.

Dan, kemarin Wulan melakukan tindakan protes. Dia nggak mau bantuin saya pasang template yang sudah dibeli. Kata dia, “coba deh Mba pasang sendiri.”

Baiklah, dengan tertatih-tertatih membaca instruksi yang diberikan oleh penjual template, saya berhasi menyelesaikan tugas mengganti template blog. Ternyata tidak sesulit yang dibayangkan.

Saya malah kepikiran untuk membeli template baru untuk cadangan tahun depan kalau lagi bosan. Mumpung Etsy lagi banyak diskon euy.


Belajar Foto Makanan sama Wulan


Dua bulan terakhir ini, saya dipercaya oleh sebuah jasa layanan antar makanan online untuk menulis mengenai konten makanan. 

Menulis konten makanan memang tidak begitu susah tapi lain lagi kalau urusan foto dan menata supaya makanan yang dibeli nampak menggiurkan bagi yang melihat. 

Bohong banget kalau dibilang saya penyuka genre foto yang satu ini. Serius, saya orangnya nggak sabaran dalam menata. Saya lebih suka makan di resto yang memang tampilan makanannya sudah ditata sejak awal ketimbang saya harus menata sendiri. 

Fyuh, elap keringat.

Mau tidak mau saya harus belajar. Dengan meminta bantuan Wulan yang memang sudah jago dalam genre ini. Lumayan deh hasilnya, setidaknya saya bisa belajar lebih giat lagi nantinya.


Membeli Laptop Baru Pakai Hasil Ngeblog

Salah satu barang yang membuat saya rela kehilangan uang adalah Laptop. Bagi seorang pekerja lepas seperti saya, laptop adalah senjata perang dan juga sebuah invetasi.

Mungkin bagi sebagian orang, saya melakukan pemborosan karena sudah memiliki laptop. Tapi, pekerjaan saya memaksa untuk menciptakan konten yang lebih baik. Oleh karena itu saya membutuhkan perlengkapan yang mumpuni supaya pekerjaan lebih maksimal.

Toh, hasilnya akan balik lagi ke kita. 

Itulah pencapaian-pencapaian yang sudah saya lakukan sebagai blogger di tahun 2018. Prosesnya masih panjang dan saya bersemangat untuk melakukannya.

Tahun 2018 ini memberikan warna yang lebih baru dalam hidup. Saya lebih berani dalam mengambil sikap dan tentunya belajar bahwa untuk menghasilkan konten yang bagus itu butuh kerja keras.

Terserah, jika ada orang yang mencibir. This my own life, kecuali dia mau bayarin tagihan hidup saya. Hahah,

Salam,


Hal-Hal yang Membuat Saya Rela Kehilangan Uang Tanpa Menyesal

Hal-Hal yang Membuat Saya Rela Kehilangan Uang Tanpa Menyesal



Tahun ini, mood menulis saya entah menguap kemana. Rasanya ada saja halangan untuk mengunggah postingan terbaru di blog. Padahal yang namanya ide bertebaran di mana-mana. Yah, intinya saya kebanyakan malas.

Demi meningkatkan mood menulis di akhir tahun yang tinggal sekitar 2 mingguan, saya diajakin kolaborasi sama Wulan (dia sama saja dengan saya, mood menulisnya juga menurun drastis). 

Dari hasil diskusi melalui chat, Wulan meminta saya menulis tentang “Rela menghabiskan uang untuk apa?


Hmmm, apa ya? 

Bicara soal uang, sebagai pekerja lepas tentu saya harus pandai menjaga sirkulasi keuangan. Maklum saja pekerjaan kami ini bukan pekerjaan yang mendapatkan gaji tetap tiap bulan. Ada masanya, pekerjaan saya banyak dan gajinya pun lumayan berlipat. Sebaliknya, saya pernah tidak memiliki pekerja yang otomatis berimbas pada pemasukan. Jadi, saya biasanya menyisihkan uang dalam nominal tertentu untuk ditabung.

Setidaknya di akhir bulan, saya masih punya cadangan uangan sehingga merasa sedikit aman.


But, human is human.

Ada saja godaan yang kadang membuat lepas kontrol. Uang yang seharusnya ditabung eh kok malah habis untuk membeli benda atau melakukan sesuatu. Namun, saya bukan seorang compulsive buying, membeli barangnya juga butuh banyak pertimbangan dan sesuai kebutuhan.

Kira-kira benda atau hal apa saja sih yang membuat saya rela kehilangan duit banyak. Pada mau tahu nggak?

Pernak-Pernik dan Perlengkapan Foto

Saat kamu mulai menekuni dunia fotografi, siap-siaplah terjebak dalam pusaran yang tidak berkesudahan. Hahaha, kecuali kamu beli kamera hanya sebagai pelengkap saja atau sekadar punya.

Beda dengan orang yang memang memiliki passion tentang foto. Ada saja yang berhubungan dengan fotografi yang pengin dimiliki dan dibeli. 

Dulu, saya masih bahagia hanya punya kamera dengan lensa kit. Sekarang beda dong. Saya tengah mengincar lensa 50 mm karena sedang tertarik dengan potrait dan fashion fotografi. Harganya lumayan sih tapi saya rela menabung demi kebutuhan yang satu ini.

Belum kesampaian membeli lensa, eh saya malah kepincut sama properti foto seperti alas foto, majalah, pernak-pernik, gelas, dll. Rela banget merogoh kocek dengan alasan investasi. Hahaha


Ilmu


Semenjak beralih profesi dari Guru Taman Kanak-Kanak ke pekerja lepas, tentu membuat saya harus belajar lagi. Apalagi pekerjaan saya yang baru ini nggak bisa lepas dari yang namanya menciptakan konten.

Nah, membuat konten itu sendiri nggak mudah. Kudu banyak latihan dan memperbaiki ilmu. Salah satunya dengan ikutan kursus/workshop berbayar. Saat ini belum aktif sih, namun jika ada kesempatan saya nggak ragu untuk mengikutinya.

Saya nggak masalah menghabiskan uang untuk sebuah ilmu.


Buku


I love books

Tidak ada alasan untuk berhenti membeli buku. Menghidu aroma buku baru itu bikin nyandu, loh. Cobain deh.

Saya lebih bahagia menghabiskan duit ratusan ribu untuk beli buku ketimbang belanja baju. Jadi, kalau ada yang ngajakin saya shopping, boleh deh sekalian dibayarin.


Gadget


Berhubung harga gadget itu mahal. Pastinya saya harus bersabar menunggu uang terkumpul alias menabung.

Sama halnya dengan perlengkapan foto, gadget itu adalah alat penunjang pekerjaan. Jadi, saya akan menyisakan beberapa dari penghasilan untuk tabungan gadget baru, sehingga kalau nanti butuh yang baru tinggal ambil dari tabungan. 


Skin Care 

Akhir-akhir ini saya juga lebih sering beli skin care. Namanya aja baru sadar bahwa wajah butuh dirawat sedemikian rupa. Akhirnya kalau ada duit lebih pasti beli produk yang memang udah cocok dipakai.

Jarang asal beli kecuali sudah baca ulasannya berkali-kali. Selain bisa dipakai sendiri, membeli produk kecantikan bisa menjadi bahan tulisan di blog. “Muka saya terawat, trafik blog ikutan naik.”


Review Produk Kecantikan: Purivera Botanicals Grapseed Oil

Makanan


Sesekali saya sama Wulan punya jadwal playdate di cafe biar nggak bosan kerja di rumah saja. Waktunya tidak pasti, hanya saja kalau sudah merasa bosan atau mood menulis sedang turun. 

Selain pergi ke Kafe, kita juga sering ngemall. Tapi bukan belanja ala hedon ya. Lebih ke main-main sambil beli cemilan lumpia dan ngobrol sepuasnya. Pulang ke rumah pikiran lebih fresh dan siap membuat konten lagi. Kalau lagi rajin, makannya difoto dulu sampai bosan.

Artikel terkait soal makanan: Campur Lorjuk Khas Pamekasan

Seperti yang saya bilang tadi, bahwa membeli barang di atas bukanlah sebuah keharusan. Semuanya butuh pertimbangan dan tingkat keperluan. Jika memang sedang tidak memiliki uang, itu hanya akan jadi obrolan tak jelas antara saya dan Wulan.


Salam,


Belajar Ilmu Psikologi, Untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

Belajar Ilmu Psikologi, Untuk Diri Sendiri dan Orang Lain











Seumur hidup mana pernah saya membayangkan memilih belajar Psikologi atau setidaknya punya mimpi sebagai Psikolog?

Sama seperti anak-anak lainnya, saya juga punya mimpi pengin jadi Dokter. Namun, saking seringnya masuk rumah sakit, impian saya untuk jadi Dokter menguap. Entah kenapa pekerjaan menjadi Dokter sudah tidak lagi menarik di mata saya. Mami harus mengubur dalam-dalam mimpinya yang ingin mempunyai anak seorang Dokter karena kedua Kakak saya pun tidak menginginkannya.

Kelar dengan impian menjadi Dokter, saya pernah punya mimpi menjadi seorang content writer. Semua ini berawal dari sebuah artikel di majalah tentang pekerjaan-pekerjaan yang menarik, di antaranya adalah penulis konten. Dalam bayangan saya pekerjaan tersebut keren. Kelihatan ya kalau dari dulu saya lebih tertarik sama pekerjaan yang kata orang absurd itu.

Lulus SMA, saya kembali dihadapkan dengan banyak pilihan. Saya sendiri ingin jurusan yang berbau bahasa seperti Sastra Inggris atau Sastra Indonesia. Pilihan lainnya adalah Ilmu Komunikasi atau Hubungan Internasional. Saat SMA itu saya agak obsesi sama yang namanya bahasa Inggris. Intinya mah, saya ingin bahasa Inggris saya berkembang lebih pesat.

Lalu, ortu menyarankan saya untuk mengambil jurusan Psikologi. Alasannya sederhana karena Kakak Pertama saya juga tengah mengambil kuliah Jurusan Psikologi. Harapannya sih supaya kalau ada kesulitan, bisa tanya sama Kakak. Hahah, jangan pada ketawa ya sama alasan ini.

Belajar Ilmu Psikologi


Ternyata nggak hanya saya yang masuk Fakultas Psikologi dengan alasan sepele. Ada salah satu teman saya yang menyangka bahwa Fakultas Psikologi itu sama kayak Fakultas Kedokteran. Dia sendiri emang pengin jadi Dokternya. Ternyata berbeda sekali sama Ilmu Kedokteran. Memang sih, ada beberapa mata kuliah yang berhubungan dengan Ilmu Kedokteran yang sempat kami pelajari seperti Ilmu Faal alias tentang tubuh manusia.

Dulu, dalam benak saya Ilmu Psikologi itu adalah ilmu Sosial. Nggak bakal ada yang namanya pelajaran Matematika alias berhitung. Kenyataannya, hampir 70% mata pelajaran dari Psikologi itu isinya berhitung mulai dari Statistik dasar, Metode Penelitian, Pembuatan Alat Ukur sampai analisa alat ukur membutuhkan ilmu berhitung. Ya, Allah saya sempat mabok lihat hitungan dan pengin ketawa kalau ingat hal itu. 

Ada satu mata kuliah Statistik dasar yang harus saya ulang sampai dua kali gara-gara nilainya jelek. Sampai harus kuliah bareng adek kelas yang 2 tahun lebih muda dari saya. Sumpah kalau kuliah agak malu-malu dan memilih duduk di belakang. Alasannya nggak mau ketahuan kalau lagi mengulang. Hahaha.

Memilih penjurusan sama galau dengan memilih jodoh. Bingung euy harus memilih peminatan yang mana karena semuanya menarik untuk dipelajari. Tapi ada satu peminatan yang memang menarik perhatian saya sejak awal yaitu Psikologi Perkembangan. Pada akhirnya saya memilih mata kuliah Psikologi Perkembangan sebagai yang utama sisanya saya mengambil beberapa mata kuliah Psikologi Klinis. Sampai ada seorang dosen yang bertanya sebenarnya saya mengambil peminatan apa? Kok saya sering muncul di kelasnya anak-anak Psikologi Klinis. Saya juga suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan klinis, menarik untuk dipelajari. Saya belajar memahami sisi tergelap dari setiap manusia.

Percayalah, banyak orang yang salah kaprah tentang lulusan Psikologi. Saya dulu enggan membicarakan bahwa diri adalah sarjana Psikologi. Pasalnya, beberapa orang yang tahu bahwa saya memiliki latar belakang pendidikan Psikologi pasti berpikir bahwa kami bisa membaca pikiran mereka. Ada juga beberapa orang yang takut dekat-dekat dengan kami, alasannya sama. Takut dibaca pikirannya.

I’m Pychologist not a fortune teller. Woi, saya cuman manusia biasa bukan cenayang yang bisa baca pikiran apalagi menebak masa depan. Membaca pikiran sendiri aja sering salah apalagi pikiran orang. Enak dong ya, bisa tahu apa kehendak orang. Mungkin alasannya mereka takut, yah beberapa dari kami memang peka ketika melihat orang lain. Tapi bukan berarti kami bisa menebak isi pikiran kalian. Serius, nggak ada mata kuliah Psikologi yang mengajarkan tentang menebak isi pikiran orang lain. Saya hanya diajari bahwa gestur dan postur seseorang bisa mengindikasikan perilaku tertentu. Itu pun nggak langsung jago, kepekaan tiap orang beda. Ilmu Psikologi mengajarkan bagaimana memahami perilaku manusia. Jadi, stop tanya yang aneh-aneh pada saya.

Belajar Psikologi Untuk Diri Sendiri dan Orang Lain


Saya kasih tahu ya. Orang yang masuk Fakultas Psikologi itu rata-rata memiliki masalah. We are’nt perfect person. Bahkan, saat jaman kuliah, saya sering meminta bantuan sesama teman untuk mata kuliah tertentu. Saya sendiri pernah jadi subjek penelitian sendiri. Dan, itu hal biasa sih. Saling mencari kekurangan masing-masing. hahaha.

Ada seorang kakak kelas yang tiap kali ketemu orang pasti nggak mau memandang matanya langsung, selalu menundukkan kepala. Kesusahan berkomunikasi dengan teman atau dosen. Tapi, di akhir perkuliahan dia bertumbuh menjadi pribadi yang berbeda. Dia naik ke podium dengan langkah tegap, dan percaya diri. Saya nggak tahu sekarang dia kerja di mana, tapi saya melihat perubahan drastis dari dirinya. Setidaknya ilmu yang dia pelajari berguna untuk menolong dirinya sendiri

Seperti saya. Walaupun pada akhirnya saya nggak menjadi Psikolog. Setidaknya ilmu yang saya miliki banyak membantu diri sendiri. Setidaknya saya tahu apa yang tepat saya lakukan ketika stress datang atau setidaknya saya bisa memberikan pendapat terhadap orang yang membutuhkan.

Dan, saya tidak menyesalinya.

Salam,
Seketika Kena Virus Kpop

Seketika Kena Virus Kpop





Sebagai penggemar Drama Korea, sepertinya saya tidak bisa menolak gempuran dari Korean Wave yang makin gencar. Mulai dari ingin mencoba makanan korea yang sudah saya jabanin, pakai produk kecantikan korea seperti Sheet Mask dan produk Shooting Gel yang tengah hype juga udah, koleksi OST Drama Korea tentu saja. Itu semua sudah terjadi pada saya.

Dan, ternyata tidak hanya berhenti di situ saja. 

Malah belakangan ini playlist lagu di smartphone saya isinya Kpop semua. Bukan hal baru sih sebenarnya saya tertarik sama KPOP, tapi vakum karena dunia Idol kurang menarik perhatian. Yah, hanya tahu beberapa tapi tidak menggilai sangat. 

Gara-gara keseringan ikutan Grup Pecinta Drama Korea, dan beberapa dari mereka juga suka bahas kehidupan para Idol. Diam-diam hati saya berkhianat. Apalagi dunia idol penuh dengan lelaki muda yang unyu dan menggemaskan. Saya menyerah, cin. Terceburlah saya ke dunia Idol. 

Dulu, dalam benak saya lelaki yang pandai menari, bersolek itu kurang menarik perhatian. But, semua terpatahkan ketika saya mulai kepo sama kehidupan para Idol. Dibalik bersinarnya para Idol di atas panggung, ada kerja keras yang harus mereka lakukan dan juga kerasnya persaingan yang terkadang membuat hidup mereka terasa lebih berat. Udah sering, kan kita dengar berita seorang idol yang bunuh diri? Yah, tahulah bahwa apa yang kita lihat tidak seindah kenyataan.

Back to the topic.

Saya bukanlah tipe penggemar yang hanya tertuju pada satu bias atau fandom. Saya lebih ke suka pindah-pindah ke lain hati. Dari Boice pindah Wannable lalu mendadak berubah jadi Ikonic. Terserah apa kata hati aja.

Saja bukan penggemar yang posesif sama idol. Saya lebih bahagia ketika idola saya bahagia dan juga nggak menangis darah saat salah satu dari mereka tiba-tiba mengumumkan punya pacar. Asal tahu saja, beberapa penggemar di luar sana mmenyeramkan. Tekanan dari penggemar menyebabkan para Idol harus merelakan kebahagiaan mereka.

Masa-masa saya untuk menggilai satu idola itu sudah lewat. Sekarang saya hanya lebih ke arah mengagumi karya-karya mereka atau sekadar menjadikan foto mereka sebagai latar belakang ponsel. Thats it!

Selebihnya saya lebih senang menganggap mereka seperti manusia biasa.

Dari sekian banyak Idol yang bermunculan, saya hanya menyukai beberapa grup saja. Sini saya bisikin ya

CNBLUE



Kenal CNBLUE bermula dari nonton drama Heartstring yang dimainkan oleh Jung Yong Hwa. Saya pikir Yonghwa bukanlah penyanyi, eh ternyata setelah tanya sama teman yang sama suka Drakor. Saya baru tahu kalau Yonghwa adalah pemimpin dari Grup Band CNBLUE. 

Mereka mungkin tidak piawai menari tapi jago memainkan alat musik. Lagu-lagunya juga easy listening. Itulah kenapa saya sampai saat ini masih bertahan menyukai mereka. Selain jago main musik, akting mereka di drama juga oke. Multi talenta gitu deh.

Saya harus bersabar menunggu mereka yang tengah kompak ikutan Wajib Militer.


Wanna One



Saya tahu Wanna One dari keponakan tapi saat itu aku masih ya sekedar tahu aja. Bahkan belum tertarik melihat video mereka di Youtube. 

Setelah tahu kalau Wanna One itu boyband yang dibentuk dalam acara Produce 101, yaitu ajang idol survival. Saya nonton dong program itu karena penasaran dengan cara terbentuknya mereka. Voila, saya langsung jatuh cinta.

Mereka tidak hanya punya visual yang tampan namun bakat yang juga luar biasa. Byuh, para Idol itu kalau latihan nari sampai berjam-jam dan bagaimana mereka jatuh bangun sebelum tergabung dalam Wanna One.

Buat pengikut di Instagram pasti tahu kebiasaan saya yang sering menggunggah foto-foto mereka lewat insta stories.


IKON


Ajang Asian Games membuat saya kenal lebih dekat dengan IKON. Lagu mereka Love Scenario sudah membius jutaan penduduk Indonesia, termasuk saya. Setelah melihat mereka tampil di TV, saya buru-buru mencari tahu mereka di media sosial dan youtube.

Alhasil, saya nggak bisa move on dari IKON. Lagu-lagu mereka malah sering menemani saya saat menulis atau ketika membuka Youtube. Bahkan, saya memilih lagu mereka ‘Killing Me’ sebagai nada dering Alarm. Haha, biarin aja dah dibangunin sama mereka.

Apakah daftar idol yang saya sukai akan bertambah? Entahlah, selain mereka bertiga saya belum penasaran sama Idol lainnya. Paling hanya sekadar mendengarkan lagu mereka saja, belum sampai dalam tahapan mencari-cari tahu soal mereka di mesin pencaharian.

Ada yang suka Kpop juga?