Belajar Ilmu Psikologi, Untuk Diri Sendiri dan Orang Lain

Belajar Ilmu Psikologi, Untuk Diri Sendiri dan Orang Lain











Seumur hidup mana pernah saya membayangkan memilih belajar Psikologi atau setidaknya punya mimpi sebagai Psikolog?

Sama seperti anak-anak lainnya, saya juga punya mimpi pengin jadi Dokter. Namun, saking seringnya masuk rumah sakit, impian saya untuk jadi Dokter menguap. Entah kenapa pekerjaan menjadi Dokter sudah tidak lagi menarik di mata saya. Mami harus mengubur dalam-dalam mimpinya yang ingin mempunyai anak seorang Dokter karena kedua Kakak saya pun tidak menginginkannya.

Kelar dengan impian menjadi Dokter, saya pernah punya mimpi menjadi seorang content writer. Semua ini berawal dari sebuah artikel di majalah tentang pekerjaan-pekerjaan yang menarik, di antaranya adalah penulis konten. Dalam bayangan saya pekerjaan tersebut keren. Kelihatan ya kalau dari dulu saya lebih tertarik sama pekerjaan yang kata orang absurd itu.

Lulus SMA, saya kembali dihadapkan dengan banyak pilihan. Saya sendiri ingin jurusan yang berbau bahasa seperti Sastra Inggris atau Sastra Indonesia. Pilihan lainnya adalah Ilmu Komunikasi atau Hubungan Internasional. Saat SMA itu saya agak obsesi sama yang namanya bahasa Inggris. Intinya mah, saya ingin bahasa Inggris saya berkembang lebih pesat.

Lalu, ortu menyarankan saya untuk mengambil jurusan Psikologi. Alasannya sederhana karena Kakak Pertama saya juga tengah mengambil kuliah Jurusan Psikologi. Harapannya sih supaya kalau ada kesulitan, bisa tanya sama Kakak. Hahah, jangan pada ketawa ya sama alasan ini.

Belajar Ilmu Psikologi


Ternyata nggak hanya saya yang masuk Fakultas Psikologi dengan alasan sepele. Ada salah satu teman saya yang menyangka bahwa Fakultas Psikologi itu sama kayak Fakultas Kedokteran. Dia sendiri emang pengin jadi Dokternya. Ternyata berbeda sekali sama Ilmu Kedokteran. Memang sih, ada beberapa mata kuliah yang berhubungan dengan Ilmu Kedokteran yang sempat kami pelajari seperti Ilmu Faal alias tentang tubuh manusia.

Dulu, dalam benak saya Ilmu Psikologi itu adalah ilmu Sosial. Nggak bakal ada yang namanya pelajaran Matematika alias berhitung. Kenyataannya, hampir 70% mata pelajaran dari Psikologi itu isinya berhitung mulai dari Statistik dasar, Metode Penelitian, Pembuatan Alat Ukur sampai analisa alat ukur membutuhkan ilmu berhitung. Ya, Allah saya sempat mabok lihat hitungan dan pengin ketawa kalau ingat hal itu. 

Ada satu mata kuliah Statistik dasar yang harus saya ulang sampai dua kali gara-gara nilainya jelek. Sampai harus kuliah bareng adek kelas yang 2 tahun lebih muda dari saya. Sumpah kalau kuliah agak malu-malu dan memilih duduk di belakang. Alasannya nggak mau ketahuan kalau lagi mengulang. Hahaha.

Memilih penjurusan sama galau dengan memilih jodoh. Bingung euy harus memilih peminatan yang mana karena semuanya menarik untuk dipelajari. Tapi ada satu peminatan yang memang menarik perhatian saya sejak awal yaitu Psikologi Perkembangan. Pada akhirnya saya memilih mata kuliah Psikologi Perkembangan sebagai yang utama sisanya saya mengambil beberapa mata kuliah Psikologi Klinis. Sampai ada seorang dosen yang bertanya sebenarnya saya mengambil peminatan apa? Kok saya sering muncul di kelasnya anak-anak Psikologi Klinis. Saya juga suka dengan hal-hal yang berhubungan dengan klinis, menarik untuk dipelajari. Saya belajar memahami sisi tergelap dari setiap manusia.

Percayalah, banyak orang yang salah kaprah tentang lulusan Psikologi. Saya dulu enggan membicarakan bahwa diri adalah sarjana Psikologi. Pasalnya, beberapa orang yang tahu bahwa saya memiliki latar belakang pendidikan Psikologi pasti berpikir bahwa kami bisa membaca pikiran mereka. Ada juga beberapa orang yang takut dekat-dekat dengan kami, alasannya sama. Takut dibaca pikirannya.

I’m Pychologist not a fortune teller. Woi, saya cuman manusia biasa bukan cenayang yang bisa baca pikiran apalagi menebak masa depan. Membaca pikiran sendiri aja sering salah apalagi pikiran orang. Enak dong ya, bisa tahu apa kehendak orang. Mungkin alasannya mereka takut, yah beberapa dari kami memang peka ketika melihat orang lain. Tapi bukan berarti kami bisa menebak isi pikiran kalian. Serius, nggak ada mata kuliah Psikologi yang mengajarkan tentang menebak isi pikiran orang lain. Saya hanya diajari bahwa gestur dan postur seseorang bisa mengindikasikan perilaku tertentu. Itu pun nggak langsung jago, kepekaan tiap orang beda. Ilmu Psikologi mengajarkan bagaimana memahami perilaku manusia. Jadi, stop tanya yang aneh-aneh pada saya.

Belajar Psikologi Untuk Diri Sendiri dan Orang Lain


Saya kasih tahu ya. Orang yang masuk Fakultas Psikologi itu rata-rata memiliki masalah. We are’nt perfect person. Bahkan, saat jaman kuliah, saya sering meminta bantuan sesama teman untuk mata kuliah tertentu. Saya sendiri pernah jadi subjek penelitian sendiri. Dan, itu hal biasa sih. Saling mencari kekurangan masing-masing. hahaha.

Ada seorang kakak kelas yang tiap kali ketemu orang pasti nggak mau memandang matanya langsung, selalu menundukkan kepala. Kesusahan berkomunikasi dengan teman atau dosen. Tapi, di akhir perkuliahan dia bertumbuh menjadi pribadi yang berbeda. Dia naik ke podium dengan langkah tegap, dan percaya diri. Saya nggak tahu sekarang dia kerja di mana, tapi saya melihat perubahan drastis dari dirinya. Setidaknya ilmu yang dia pelajari berguna untuk menolong dirinya sendiri

Seperti saya. Walaupun pada akhirnya saya nggak menjadi Psikolog. Setidaknya ilmu yang saya miliki banyak membantu diri sendiri. Setidaknya saya tahu apa yang tepat saya lakukan ketika stress datang atau setidaknya saya bisa memberikan pendapat terhadap orang yang membutuhkan.

Dan, saya tidak menyesalinya.

Salam,
5 Hal yang Bisa Diajarkan Kepada Anak Tentang Mudik Lebaran

5 Hal yang Bisa Diajarkan Kepada Anak Tentang Mudik Lebaran










5 Hal yang Bisa Diajarkan Kepada Anak Dari Kegiatan Mudik Lebaran

Holla,

Eh, bagaimana ni kabarnya setelah lebaran? Sudah pada kembali ke rumah (berkutat dengan cucian segunung) atau masih memperpanjang waktu libur demi berkumpul dengan keluarga?

Sebagai pekerja lepas, jadwal liburan saya sih tidak berbatas hanya saja keluarga yang lain adalah Abdi Negara. Alasan inilah yang membuat kami harus kembali ke Surabaya H+4 lebaran walaupun liburan untuk PNS berakhir tanggal 20 Juni. Setidaknya, beberapa anggota keluarga masih punya kesempatan untuk membereskan rumah dan jalan-jalan ke tempat lain. Satu lagi, kami ingin menghindari puncak arus balik. Kemarin saja saat kembali pulang ke Surabaya terjebak macet yang lumayan lama. Kebayang gimana macetnya kalau balik pas puncak lebaran. 

Dari berapa kali mudik lebaran, kayaknya lebaran tahun ini amat berkesan. Kami pulang dengan formasi lengkap. Biasanya, Kakak Perempuan saya berlebaran ke Bandung ikut suaminya. Untuk tahun ini, dia memilih berlebaran ke Pamekasan selain itu ada adik iparnya yang ingin merasakan suasana lebaran di kampung orang. Hadirnya Adik Ipar dari Kakak perempuan, membuat kami merencanakan jalan-jalan yang jarang bisa kami lakukan saat lebaran. Puas, saya bisa menjelajah tempat-tempat baru yang belum pernah dikunjungi.

Kami pulang saat H+1 alias hari kedua lebaran. Berangkat pagi supaya tidak terjebak macet saat perjalanan menuju ke Pamekasan. Dulu, ketika Nenek masih ada, kami biasa pulang kampung H-2 sebelum Lebaran karena Nenek suka keluarga besarnya berkumpul. Sekarang, kami pulang lebaran hari ke dua karena tidak ada Nenek yang harus dikunjungi kecuali acara keluarga besar Papi.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, lebaran tahun ini ketiga keponakan saya ikut serta. Dari awal mereka sudah antusias dengan kata mudik. Bisa tidur di hotel menjadi salah satu alasan kebahagiaan mereka. Yah, namanya saja anak-anak. Bahagianya recehan yaitu bisa menikmati dinginnya kamar hotel (padahal di kamar sendiri juga ada AC tapi tetap senangnya tiada tara) dan kadang kami keluar untuk sekadar menyenangkan ketiga bocah ke pantai. Pokoknya kalau dengar kata ‘Mudik’ mereka bertiga udah kegirangan.

Mudik lebaran yang rasanya udah jadi tradisi di Indonesia ini memberikan banyak pengalaman buat para keponakan saya. Mereka belajar dan mendapatkan banyak informasi yang mungkin baru didengar. Dulu, saat masih kanak-kanak, saya menyukai momen mudik lebaran. Mudik itu buat saya bukan berarti hanya pulang ke kampung halaman tapi juga bisa bertemu dengan sanak saudara sembari merekatkan kembali ikatan silaturahmi dengan keluarga.


Kesabaran

Perjalanan mudik ke kampung halaman adakalanya tidak semulus jalan tol yang bebas hambatan. Perjalanan mudik ke Pamekasan melewati beberapa titik area yang rawan macet. Kemacetan seringkali membuat mood anak turun drastis akibat rewel dan membuat orangtua stress. Sebisa mungkin sebelum acara mudik dimulai, anak diberi gambaran akan seperti apa perjalanan mereka nanti dan siapkan barang-barang yang dibutuhkan untuk melepas kebosanan mereka saat terjebak macet. 

Kesabaran orangtua juga harus dijaga jangan sampai karena macet dan anak rewel akhirnya melanggar lalu lintas atau melakukan kegiatan yang membahayakan keluarga.

Kebersamaan

Saat lebaran biasanya kita berkumpul dengan keluarga besar, di mana akan banyak orang sehingga anak terkadang merasa bosan dan enggan untuk keluar dari kamar. Sebagai orang tua, kita harus memberikan penjelasan bahwa lebaran adalah saatnya berkumpul dengan keluarga. Orangtua harus memberikan contoh salah satunya menyimpan ponsel saat ada acara keluarga, dengan begitu anak belajar akan pentingnya kebersamaan bersama keluarga.

Mengenal Silsilah Keluarga

Ayo ngaku, siapa yang suka bingung saat ketemu sanak keluarga karena saking banyaknya anggota keluarga besar?

Saya salah satunya.

Mudik lebaran bisa menjadi momentum yang tepat bagi kita dan anak-anak untuk lebih mengenal anggota keluarga yang baru atau mungkin kita lupa. Hal ini akan membuat anak lebih mengenal siapa saja sanak famili dan mereka juga jadi tahu tentang konsep silsilah keluarga.

 

Semangat Berbagi

Lebaran identik dengan THR alias angpau. Biasanya anak-anak (saya yang udah besar begini aja masih pengin dikasih) suka banget dikasih angpau oleh sanak saudara. Sebisa mungkin anak tidak diajarkan untuk meminta tapi tanamkan dalam diri mereka saat nanti mereka sudah dewasa dan memiliki penghasilan berlebih, jangan lupa juga untuk berbagi bersama sanak saudara yang lainnya.


Mengenal Kebudayaan Lokal


Selain berkumpul dengan keluarga, mudik lebaran bisa dimanfaatkan untuk lebih mengenal daerah lokal yang kita datangi. Bisa melalui makanan khas, adat-istiadat, lokasi wisata dan kebiasaan. Ajak serta anak-anak untuk mengeksplorasi biar nanti mereka punya pengalaman yang bisa mereka ceritakan kepada teman-temannya. 


Jangan khawatir saat membawa anak mudik lebaran. Emang agak ribet karena harus mempersiapkan banyak hal tapi banyak pengalaman berharga yang bisa diajarkan kepada anak lewat kegiatan mudik lebaran ini.
8 Hadiah yang Bisa Diberikan Kepada Pasangan Di Hari Spesial

8 Hadiah yang Bisa Diberikan Kepada Pasangan Di Hari Spesial



Enaknya kasih kado apa ya buat suami/istri yang lagi ultah ya?”

Beberapa kali saya mendapatkan pertanyaan seperti entah ditanyakan langsung atau melalui WAG. Beberapa orang yang terbiasa memberikan hadiah buat pasangannya mungkin tidak akan bingung lagi tapi beda urusan jika orang tersebut termasuk jarang memberikan hadiah ke pada pasangannya. Dijamin akan mumet dan ujung-ujungnya sih cuman ngasih ucapan selamat aja. 

Salah? Nggak sih.

Nah. Saking seringnya saya mendapatkan pertanyaan semacam ini. Saya kepikiran untuk mempostingnya di blog. Biar kalian di luar sana bisa membaca dan jadi cinta sama blog saya ini (modus banget ya).

Berkunjung Ke Pemadam Kebakaran, Mengenalkan Anak Terhadap Bahaya Api Sejak Dini

Berkunjung Ke Pemadam Kebakaran, Mengenalkan Anak Terhadap Bahaya Api Sejak Dini

petugas pemadam kebakaran



Saat menulis postingan tentang kebakaran ini, saya teringat dengan kenangan satu tahun silam ketika mengajar di Taman Kanak-Kanak. Sebuah ingatan yang tidak akan pernah saya lupakan.

Sebagai seorang Guru Taman Kanak-Kanak, kami harus mencari cara bagaimana menyampaikan sebuah informasi kepada anak-anak usia dini dengan tidak menggurui. Salah satunya adalah dengan praktikum. Tahu sendiri, kan, bahwa perkembangan kognisi anak usia dini itu membutuhkan sesuatu yang bersifat langsung bukan melalui teori yang muluk-muluk. Karakteristik inilah yang menuntut kami sebagai seorang Guru untuk selalu kreatif supaya bisa menyampaikan banyak informasi kepada anak-anak.

Nah, beberapa tahun belakangan ini kasus kebakaran kembali merebak. Lihat saja siaran berita di televisi atau tulisan di koran yang menayangkan tentang kasus kebakaran. Kadang salah satu penyebabnya adalah sesuatu yang tidak pernah kita bayangkan. Terlihat sepele tapi ternyata membuat orang lain kesusahan.
Mengapa Orang Tua Harus Mengerti Dengan Gaya Belajar Anak?

Mengapa Orang Tua Harus Mengerti Dengan Gaya Belajar Anak?




Holla,

Udah lama ya saya nggak nulis yang berhubungan dengan anak. Kebetulan kok pas saya lagi kangen sama murid-murid di sekolah. Mungkin saja tulisan ini bisa mengobati kerinduan saya akan murid-murid. FYI, bahwa sebelum menjadi full time blogger, saya adalah salah seorang Guru Taman Kanak-Kanak di Surabaya.


Saat masih mengajar dahulu saya sering banget mendapat curhatan/keluhan orang tua yang kebingungan gimana ngajarin anak.  Ada berbagai permasalahan yang masuk di antara kesulitan bikin anak konsentrasi, kesulitan ngajarin anak membaca, dll.

Sebagai seorang guru tentu saya memberikan saran dan beberapa cara supaya bisa diterapkan di rumah. Ada yang sukses dan ada yang balik beberapa kali karena merasa anaknya tidak mengalami perubahan.

Ada sebuah cerita menarik. Ada seorang Ibu yang beberapa kali datang menemui saya. Katanya anaknya tidak mengalami kemajuan tentang huruf. Padahal beberapa kali saya sudah memberinya metode yang bisa diterapkan di rumah. Selidik punya selidik ternyata dia gak pernah nerapin apa yang saya minta. Dueng. Oalah yo.
Anak Belajar Banyak Bahasa, Kenapa Tidak?

Anak Belajar Banyak Bahasa, Kenapa Tidak?



Anak Belajar Banyak Bahasa, Kenapa Tidak? 


Saya beruntung berada di dalam lingkungan keluarga yang mendukung dalam banyak hal. Mami dan Papi selalu berusaha supaya ketiga anaknya tidak merasa ketinggalan seperti anak lainnya. Emang terlihat seperti orangtua yang egois di mana memaksa anak-anaknya mengikuti ini itu. Belakangan, saya menyadari bahwa mereka ingin anak-anaknya berkembang, termasuk soal bahasa.

Bicara soal bahasa, di rumah kami ada sebuah peraturan khusus. Di mana kami harus menggunakan menggunakan Bahasa Madura sebagai bahasa sehari-hari. Kalau di luar rumah mah urusanmu. Menurut Mami, peraturan itu dibuat supaya kita lebih menghargai bahasa daerah. Sampai sekarang saat pulang ke kampung halaman, kami selalu berusaha berkomunikasi menggunakan bahasa Madura.

Masih soal bahasa. Di era saya masih mengenakan seragam merah putih, Bahasa Inggris itu adalah bahasa dewa. Melihat orang-orang yang bisa berbahasa Inggris sering membuat saya terpana. Maklum, di Madura sendiri saat itu belum ada pelajaran Bahasa Inggris untuk Sekolah Dasar. Kalau tidak salah saat itu hanya berlaku di Surabaya.