Teruntuk Pria Senja

Teruntuk Pria Senja

Akulah daun-daun rindu yang berguguran di selasar hatimu; berserakan

Akulah pemuja barisan kata di linimasamu yang diam-diam jatuh hati padamu

Akulah sekeping mimpi yang tertinggal di antara serpihan kisah kita

Ternyata waktu telah melibas semua janji, meninggalkan rindu yang tersekat di ruang waktu.

Janji-janji bersalut madu menjelma menjadi secawan racun; membunuhku perlahan.

Seperti inikah takdir itu?

Berakhir, sebelum ada permulaan
Rindu yang Mengabu

Rindu yang Mengabu

Engkaulah rindu, yang tak mampu meretas cemas di antara jarak dan waktu, sebab jeda, terasa lambat membawa kita pada satu titik temu.

Engkaulah daun rindu, berguguran satu demi satu luruh di berandaku, menjelma sunyi yang paling bisu pada jingga senjaku.

Pada rona senja, kita bicara dengan kesunyian yang bertelanjang dada, entah berapa lama rindu mampu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?

Pada senja, kita bicara dengan sepi yg bertelanjang dada, entah berapa lama rindu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?

Lalu, segala doa luruh bersama senja yang mulai mengabu, lirih dari tangis pesakitan rindu yang belum tertuntaskan.

Note:

Buat kamu yang sudah ku paksa menulis puisi, terima kasih ya.

(pria senja)
Senja Bulan Oktober

Senja Bulan Oktober

Senja Pertama di bulan Oktober
Kisah baru telah disusun
Mimpi-mimpi indah telah dipersiapkan

Senja Pertama di bulan Oktober
Ketika kisah lama telah berakhir
Bersama kenangan tentangmu yang memudar

Selamat datang Oktober
Semoga cinta dan kebahagiaan meluber
Bidadari Tanpa Sayap

Bidadari Tanpa Sayap


Akulah bidadari yang kehilangan kedua sayap

Terluka; ketika sebilah anak panah beracun yang kau tusukkan tepat di ujung sayapku

Kau membuatku kehilangan kendali

Terkapar; menunggu maut menjemput

Akulah bidadari yang kehilangan kedua sayap

Ketika kamu memberiku sebuah cinta bersalut racun

Membunuhku secara perlahan

Akulah bidadari yang kehilangan kedua sayap

Ketika rinduku menjelma sebuah belati

Menikam tepat di ulu hatiku

Akulah bidadari yang kehilangan kedua sayap

Ketika cinta tak mampu menjagaku
Seorang Pria itu seharusnya

Seorang Pria itu seharusnya

Hihi, nggak tahu kenapa kok aku jadi pengen nulis tentang seorang pria ya. Tulisanku kali ini lebih ingin membahas bagaimana seharusnya seorang pria di mata wanita. Dan, lagi-lagi ini hanya pendapatku semata, kalau nggak setuju jangan pada nampol saya ya? :D


Sebagai seorang pria, seharusnya dia belajar bagaimana cara menaklukkan hati. Perlu dicatat, hati disini bukan berarti mempermainkan perasaan loh. Dan, saya paling nggak suka seorang pria yang hanya memanfaatkan kelemahan wanita. Cih, nggak jantan.


Sebagai wanita, kita nggak butuh janji-janji atau kata-kata manis bersalut madu, meskipun pada dasarnya wanita suka dirayu, tapi kalau kebanyakan juga lebay alias pengen muntah.


Pria demen ngeluh juga nggak asyik, apalagi soal kerjaan yang sebenarnya remeh. Kita wanita memang suka ketika pria berbagi masalahnya, tapi bukan berarti kudu tahan mendengarkan keluhan tiap hari.


Pria keren itu tahu bagaimana cara bersikap terhadap wanitanya, yang pasti dia akan memuliakan sang wanita. Menjaga agar tidak tersakiti. Karena ketika sang wanita tersakiti dia juga sakit.


Saya nggak suka pria perokok dan suka minum-minuman keras. Buat saya pria model begitu nggak ada kerennya. Gimana mau menjaga kesehatan keluarganya kelak, kalau dia sendiri sedang membunuh dirinya perlahan. Sekeras apa pun masalahmu, bukan berarti rokok dan minuman pelampiasan.


Satu lagi, pria keren tahu saat yang tepat untuk membuat pasangannya berbunga-bunga, walaupun tidak melalui adegan romantis. Kalau saya suka menyebutnya manis :)


Sekian postingan kacau saya. Semoga besok para pria-pria nggak komen ditulisan ini :D

Di Ujung senja

Di Ujung senja



Di ujung senja, nyata rindu kita hanya sebatas kata yang tersekat jarak dan waktu

Di ujung senja, nyata kisah kita hanya sebatas roman-roman tanpa judul

Di ujung senja, nyata janji kita hanya sebatas kata-kata manis tanpa makna

Di ujung senja, tak ada lagi kisah kita dalam larik-larik puisimu

Di ujung senja, ketika semua kisah kita berakhir tanpa kata
Sekali saja ku biarkan aku memeluk kenangan

Sekali saja ku biarkan aku memeluk kenangan

Pagi ini aku kembali memetakan semua rindu yang pernah aku rasakan

Kepada kamu, pria yang pernah mencuri separuh hatiku

Pagi ini, diam-diam rindu menelusup pada celah yang lupa aku tutup

Sesak

Ya.. sesak

Aku tak tahu harus bagaimana dengan rindu ini

Kamu, adalah sebuah kenangan dan aku tak mau lagi menengoknya

Entahlah

Kenapa diam-diam rinduku menjelma menjadi sebilah belati

Menikam tepat di ulu hati

 

Sakit

Aku mengerang kesakitan

Tapi, nyatanya rindu ini mencandukan

Aku menikmati setiap goresnya, walau sesekali air mata mendesak; berlompatan dari kedua mataku

Mungkin ini yang di sebut cinta itu memabukkan

Tapi, lagi-lagi aku membiarkannya

Sekali saja

ya, hanya sekali
Senja keberapa?

Senja keberapa?


Aku tak pernah mengingat ini senja keberapa

Aku tak pernah mengingat berapa senja yang telah aku lewati

Aku tak pernah mengingat kapan senja terakhir aku nikmati bersamamu

Aku penyuka senja tapi juga benci menikmati senja

Senja membuatku mengingatmu

Membuatku mengingat pria yang pernah mengajarkan tentang bagaimana menikmati indahnya senja


dan juga mengajarkan bagaimana aku membenci senja

entah ini senja keberapa?

Karena aku tak lagi ingin mengingatnya

Surabaya, 22-09-2012
Cinta

Cinta


Cinta itu serupa aneka permen dengan berbagai rasa:  manis, asam, atau perpaduan dari asam dan manis


Cinta itu serupa warna merah yang ku sematkan di pualam pipimu: hangat dan malu-malu


Cinta itu serupa kumpulan buku roman, menghasilkan debar-debar dan rasa hangat bagi pembacanya


Cinta itu serupa kumpulan anak kecil yang  tertawa riang di tanah lapang: penuh tawa dan kecerian


Cinta itu serupa bulir-bulir hujan yang mengalir dari langit: dingin, basah, meninggalkan kesedihan


Cinta serupa arakan awan kelabu di langit: meninggalkan rasa ngilu dan kerapuhan


Cinta apa apun bentuknya, dia adalah perasaan indah tak berbatas


Ceria


Indah


Nyata


Tak terduga


Awas terbakar di dalamnya

Diam

Diam





Aku diam


Kamu diam


Kita diam



Tik tok..tik tok


Waktu terus berjalan


dan kita masih tetap terdiam



Adakah luka telah mendiami perasaan kita masing-masing


hingga diam adalah jawabannya



Baiklah, Tuan. Mari kita bermain diam, dan lihatlah siapa yang lebih dulu kalah karena menahan rindu: aku atau kamu.





 


Tentang Kertaswarna

Tentang Kertaswarna

Pernahkah ada yang bertanya-tanya kenapa blog ini bernama Kertaswarna? Atau penasaran blog kertaswarna ini isinya apaan sih? Blog galau ya? :D


Blog Kertaswarna adalah blog kedua saya. Dulu sempat punya blog di domain yang lain cuman karena merasa kesulitan memakainya, saya memutuskan untuk membuatnya lagi.


Blog ini saya buat ketika duduk di bangku kuliah, awalnya hanya pengganti menulis diary. Jadi, kalau mau nambah postingan kudu pake koneksi gratisan di kampus. Maklum, dulu biaya internet cukup mahal.


Lambat laun, blog ini beralih menjadi tempat latihan saya menulis. Di blog ini saya bebas menulis apa pun. Kadang saya suka ketawa kalau baca tulisan-tulisan lama. Masih polos :D


Kenapa saya kasih nama Kertaswarna? Alasannya adalah kertas adalah tempat di mana kita bisa meletakkan isi dunia atau kepala di dalamnya, tidak perduli itu berupa coretan asal, makian, tulisan manis, atau hanya kumpulan benang-benang kusut.


Kenapa saya tambahkan kata warna di dalamnya? Saya punya alasan tersendiri.  Ketika kertas putih dipadu padankan dengan warna-warna, jadilah dia kertas berwarna-warni.


 Begitu juga dengan tulisan di blog ini, nantinya saya akan membuatnya lebih berwarna.


Semoga...