(Guest Post) Bagaimana Menulis Kalimat Pertama yang Catchy dan Bikin Pembaca Penasaran

(Guest Post) Bagaimana Menulis Kalimat Pertama yang Catchy dan Bikin Pembaca Penasaran

Menulis-kalimat-pertama-yang-catchy-menarik-pembaca


Bagaimana Menulis Kalimat Pertama yang Catchy dan Bikin Penasaran Pembaca



Hai! Iya ini, saya, Carolina Ratri. Lagi diundang sama Mbak Tikha buat nulis di blog keren nan girly ini. Hehehehe. Salam kenal ya, buat semua pembaca blog Mbak Tikha. 

Saya sih biasanya memang menuliskan tip-tip menulis, atau nggak tip-tip blogging dan media sosial gitu memang, karena saya lagi proses belajar banget di situ, dan minatnya memang ke situ. 

So, kali ini mau sedikit berbagi tentang bagaimana menulis kalimat pertama dalam artikel—baik untuk di blog ataupun artikel untuk media lain—yang catchy dan bisa bikin pembaca artikelnya jadi harus “terpaksa” membaca sampai selesai. 

Tsah. Gimana opening saya di atas? Sudah cukup bikin pengin baca sampai selesai belum? Kalau belum, ya berarti failed. Ahahahaa. Ahelah. 

Baiklah. Jadi begini ... 

Ada beberapa hal yang harus kita usahakan agar orang mau membaca artikel yang sudah kita tulis. Di antaranya adalah membuat judul yang menarik, dan yang lain adalah membuat opening artikel yang bisa "menjerat" pembaca untuk mau membaca sampai selesai. 

"Nasib" artikel kita tergantung pada beberapa puluh kata pertama yang kita sajikan dalam artikel tersebut. Jika beberapa puluh kata pertama saja sudah nggak menarik, ya ngapain orang meneruskan membaca? Betul? 

Maka dalam beberapa puluh kata pertama itulah sudah harus ada gambaran permasalahan yang jelas, dan "janji" solusi yang bisa diambil oleh pembaca saat mereka selesai membaca. 

Bagaimana cara menyajikan semua itu dalam beberapa puluh kata dalam kalimat pertama ini? 

1. Sajikan fakta yang mengejutkan 


Misalnya seperti ini: 

"Hamil di usia 40 tahun ke atas memang memiliki risiko keguguran yang lebih besar dibanding usia di bawahnya. Selain itu, kemungkinan bayi untuk mengalami down syndrome juga turut meningkat. Namun tetap saja bukan hal yang mustahil untuk memiliki kehamilan sehat dan bayi yang lahir selamat meski telah berumur 40 tahun." 

Yang di-bold, merupakan fakta yang bersifat mengejutkan. Bahwa ternyata hamil di usia 40 tahun itu risky. Nah, fakta ini akan “mengikat” pembaca yang sedang hamil, terutama mereka yang sudah berusia 40 tahun. 

Dengan membaca opening seperti itu, pembaca yang memiliki permasalahan yang sama, maka akan terus ingin tahu. Lalu baru deh selanjutnya dijabarkan, apa nih kiat-kiat hamil sehat di usia 40 tahun, misalnya. Atau, mau bikin daftar selebriti yang hamil di usia 40 tahun dan tetap sukses melahirkan anak yang sehat? Bisa juga kan? 


2. Ungkap yang biasanya menjadi permasalahan pembaca. 


Misalnya seperti ini: 

"Sudah pernah mengajak anak-anak berkemah belum? Belum? Kenapa? Malas? Kok malas sih? Karena repot harus membawa peralatan kemah yang banyak, belum lagi nanti di lokasi banyak nyamuk, susah air dan sebagainya?" 

Kata "malas" menjadi kata kunci kesalahan pembaca yang umumnya nggak terlalu sering membawa keluarga berkemah. Malas repot. Udahlah, itu umum banget jadi masalah. 

Padahal kemah bersama keluarga itu sebenarnya asyik banget. Banyak manfaatnya. Nah, dari kalimat pembuka di atas, kita terus mau apa nih? Mau kasih alasan kenapa berkemah bareng keluarga itu perlu, dan mesti dimenangkan dari rasa malas? Atau, mau kasih kiat-kiat supaya kemahnya enggak rempong? 


Baca juga:


3. Ceritakan yang biasanya menjadi masalah yang tak terpecahkan. 


Misalnya seperti ini: 

"Soalnya kadang juga bingung sih, apa sih kado untuk ibu yang baru saja melahirkan yang tepat itu? Apa yang biasanya diberikan? Kalau sudah kepepet, ya palingan nggak jauh-jauh amat dari perlengkapan mandi bayi, baju bayi, mainan, atau baby carrier. Tapi kan mainstrem, bosen itu-itu melulu. Iya nggak sih?" 

Iya, tapi apa dong? Ada ide kado apa? Nah, lalu teruskan dengan beberapa barang unik yang bisa dijadikan ide kado untuk ibu yang baru saja melahirkan. 

4. Kasih lihat hasil 


Misalnya begini: 

"Beberapa minggu lalu saya dan suami mencoba ngajak anak-anak untuk menonton film animasi yang lagi hits di bioskop. Well, this is our first time. Awalnya agak ragu sih, soalnya si kakak itu rada-rada fobia di tempat gelap. Kemarin mati lampu 5 menit saja udah teriak-teriak terus. Tapi ternyata nggak sesulit yang saya pikirkan. Si kakak, yang berusia 7 tahun, ternyata bisa menikmati filmnya meski suasana bioskop sangat gelap. " 

Kok bisa ya, anaknya tenang nonton bioskop padahal dia takut gelap? Tipnya apa nih? Duh, mau juga dong bawa anak nonton bioskop dan anteng sampai selesai. 

And then, orang pun akan mau baca sampai selesai. 


5. Cerita sehari-hari yang related/berhubungan 


Misalnya seperti ini: 

"Lagi enak-enak gosok badan, pintu digedor cuma buat nanyain, "Kaus kaki Papa ditaruh di mana, ya?" Ya ampun! Ya, di tempat biasanyalah! Masa cuma kaus kaki saja harus disiapkan juga, nggak bisa mencari sendiri sih? 

Terus, pas habis mandi, buka lemari, eh ... kok berantakan? Ya ampun, kenapa Papa nyari kaus kaki di lemarinya Mama? *tepok jidat* Akhirnya Mama mencarikan kaus kaki itu di lemari Papa. Lo, kok berantakan juga? Papa ambil baju sendiri tadi, dan main tarik saja. Aduh! Hancur deh semua yang sudah disetrika!" 

Duh, ini mamak mana nih yang enggak jengkel dengan kondisi seperti ini? Setiap ibu kayaknya juga punya permasalahan yang sama nih. Terus,apa ya yang bisa disaranin oleh penulis? 

Maka orang akan terus membaca sampai terakhir. 

6. Lontarkan pertanyaan 


“Apakah kamu sekarang lagi dalam usaha untuk menurunkan berat badan alias lagi diet?” 

Nah, contoh di atas adalah contoh dari pertanyaan yang standar sebenarnya. Tapi kalau semisal mau menulis artikelnya lebih unik, bisa ditambahkan lagi. Misalnya begini. 

“Apakah kamu sekarang lagi dalam usaha untuk menurunkan berat badan alias lagi diet, tapi tetap bisa makan es kepal Milo setiap hari tanpa merasa guilty?” 

Pertanyaan memang bisa sangat memancing, tapi coba tambahkan satu dua hal lagi yang kontradiktif, jadi bikin makin penasaran. 

Nah, itu dia beberapa hal yang bisa kita jadikan sebagai opening untuk "menjerat" pembaca agar mau baca sampai akhir. 

Semoga bermanfaat ya. Jika ada pertanyaan bisa langsung ditulis di kolom komen, saya nanti akan ngecek juga ke sini sewaktu-waktu. Semoga bisa jawab semuanya yah. 

Cheers! 

Carolina Ratri 

Penulis blog carolinaratri.com

(Guest Post) Balada Dress Code Pastel

(Guest Post) Balada Dress Code Pastel

dress code, pastel, pink, bloggerlife



Saya gak nyangka bahwa urusan dress code efeknyan sepelik ini. Biasanya tampil ‘opo onoke’, gara-gara dress code saya harus membuang waktu percuma seharian di Royal Plasa. 

“Hunting baju baru lagi?” 

Oh, Nggaaakkk, saya cangkruk’an aja kok di Food Court sama teman-teman. Me time. Rumpi-rumpi cantik. Aslinya, sih, nggak sengaja aja ketemu. Tujuan awalnya sama, hunting dress code

Alkisah, kami didaulat menghadiri even dengan kewajiban dress code warna pink pastel ATAU biru pastel. 

“Duh, duh, duh, Kenapa nggak ditulis Pink aja, atau Biru aja. Gak usah ditambahi embel-embel Pastel. Bikin lapeer” 

Pink, kan, Merah Muda. Berarti warnanya kalem. Trus kalau mintanya Pink Pastel berarti Merah Muda yang kualeeeeeem sekali. 

Ya, sih, kalau kita main crayon-crayonan nggak masalah. Lha, ini, udah nggak paham warnanya kayak apa, trus dijadikan dress code pula! Oh, rasanya pengin masukin kepala ke dalam magic jar! 

Itu lagi, Biru Pastel. 

Nyontek warna laut, salah. Nyontek warna langit, tambah salah. 

“Kalau pakai Biru Tosca?” 

Hee, hee.., buta warna, tah? Biru Tosca mlayue kadohaaan... 

Rupanya musibah dress code ini membawa efek yang baik untuk menjalin keakraban sesama wanita. Selepas diumumkan warna dress code oleh koordinator acara, kami, seluruh peserta undangan mulai kasak kusuk menuangkan curhatannya di grup. 

Awalnya malu-malu mengungkapnnya. Seolah-olah menyanggupi bahwa stok baju warna Pink Pastel atau Biru Pastel di lemari ada selusin. Begitu salah satu member bertanya, “Warna Pink Pastel atau Biru Pastel itu kayak apa, Cee?” 

Etdah, perlukah kita duduk kembali di bangku TK dan memulai belajar mengenal warna? Haha.. 

Kayak-kayaknya pertanyaannya guampang. Tapi ternyata untuk menjawabnya harus keliling Royal Plasa dulu seharian dan menghabiskan secup es kepal Milo setelah lebih dulu ngantri 10 meter! 

Kalau anak paling modis aja bertanya begitu, bagaimana nasib kita? (Kita? Kamu aja, kalii, saya nggak) haha.. 

Saya sudah komitmen, kalau sampai besok nggak dapat warna yang sesuai, biarin aja datang ke acara pakai baju pink seadanya di lemari sambil bawa kue pastel! Daripada mumet? 

Yang membuat kami kelimpungan, warning dari panitia mengultimatum gini, “Kalau dress code tidak sesuai dengan warna yang ditentukan, peserta tidak boleh mengikuti acara”. 

Bagaimana, mau nolak aja gak usah datangi event? Ngambek, gitu! 

Sayangnya kami tidak kuasa menolak karena sejak awal mendaftarkan diri panitia menjanjikan memberi seluruh peserta seperangkat alat makeup dan 6 biji lipstik! 

Mau 6 biji lip cream warna nude melayang sia-sia gara-gara tidak berusaha memperjuangkan dress code? 

Lip Cream, lho, ini, lip creaammm... meskipun saya yakin setelah dibawa pulang tuh lipstik nggak bakalan dipakai semua. Palingan dijual sebagai preloved, kalau nggak melayang dibawa pulang sodara. 

“Ternyata harga diri kita hanya semahal 6 biji lip cream!” ngenes salah satu dari kami. 

Begitulah, obrolan unfaedahdi grup itu akhirnya membawa kami ketemu secara tidak sengaja di food court Royal Plasa! 

“Haai, kamuuu. Ngapain di sini?” 

“Ini, lagi nyari kerudung warna pink buat besok..” 

“Kalau kamu?” 

“Jalan-jalan aja. Udah dapat pinjeman baju dari teman” 

Pinjem? Mau penataran P4 harus minjem-minjem baju segala. Biariin, yang penting nggak disuruh pulang... 

Ujian dress code kali ini benar-benar membuat kami berpikir keras mengenakan baju dan kerudung yang sesuai permintaan. Bagi yang biasanya  memanfaatkan pin, peniti, kancing baju, dengan berat hati saya katakan, "enyahlah kalian dari even ini!" hahahaha

Guest Post Ditulis oleh http://yuniarinukti.com/

(Guest Post) Cara Menaikkan Prestise Blogger di Depan klien

(Guest Post) Cara Menaikkan Prestise Blogger di Depan klien






Menaikkan Prestise Blogger Di Depan Klien

Cara Menaikkan Prestise Blogger di Depan klien


Sewaktu Tikha minta saya nulis tentang cara menaikkan prestise blogger di depan klien, saya cengar-cengir sambil nyubit idung saya yang bangir. Prestise blogger itu apa sih? Apa harus berarti bloggernya selalu promoin barang-barang yang mahal? Atau prestasi berarti ratecard yang mahal?

Katanya kamus dictionary.com, prestise itu reputasi atau pengaruh yang muncul dari keberhasilan atau pencapaian.

Dalam konteks blogging, blogger dianggap berprestise jika blogger bisa menciptakan pengaruh atas apa yang dia kerjakan. Bukan tentang apa yang dia tulis, tetapi fokusnya adalah dampak dari apa yang dia tulis. Contoh, food blogger yang selalu diundang makan di restoran-restoran mahal itu nggak otomatis disebut prestise, sama seperti beauty blogger yang selalu diendorse kosmetik-kosmetik high end. Tetapi, kalau bloggernya bisa bikin vlog sederhana tentang suatu tukang bakso pinggir jalan, lalu si tukang bakso jadi keramean customer, sampai antreannya terpaksa ditertibkan oleh Dishub, karena berhasil bikin macet seluruh jalan, itu namanya bloggernya sudah bisa menciptakan prestise.

Saya akan jelaskan sedikit tentang gimana menaikkan prestise di depan klien ini. Baca terus yaa..


Ekspektasi Klien atas Blogger

Ketika klien mau menyewa seorang blogger untuk mempromosikan produk/jasanya, sebetulnya cuma satu hal yang diinginkan kliennya: Bloggernya ini bisa meningkatkan penjualan produk/jasanya apa enggak?

Mengharapkan blogger mau mengiklankan produk/jasanya secara membabi buta sepertinya jauh dari angan-angan. Sebab kalau demikian adanya, pasti si blogger sudah sejak dulu bertransformasi jadi manajer sales/marketing, bukan memelihara blog, ya kan?

Maka ekspektasi klien pun turun: Setelah blogger itu nulis tentang produk/jasanya, semoga awareness (kesadaran) masyarakat akan kehadiran produk/jasanya itu jadi meningkat. Yang semula tidak tahu menjadi tahu. Yang semula sudah tahu jadi tertarik. Yang semula sudah tertarik jadi ingin membeli produk/jasa tersebut.

Akibatnya, kalau klien mau menyewa blogger, yang ditanyakan kepada blogger ini adalah: Pembaca blognya ini punya karakter seperti apa? Kira-kira pembaca blognya bakalan tertarik dengan produk/jasa yang dipromosikan apa enggak?

Dan ada banyak faktor untuk menentukan pembaca blog sebagai calon pembeli potensial:
  • Lokasinya di mana? (Klien ingin masyarakat datang ke toko berlian di Glodok. Bloggernya punya mayoritas pembaca di Jakarta? Mungkin cocok. Bloggernya punya mayoritas pembaca yang tinggal di Situbondo? Nggak cocok). 
  • Usia pembacanya berapa? (Klien ingin masyarakat beli suplemen untuk osteoporosis. Bloggernya punya gaya menulis “saya-Anda”? Mungkin cocok. Bloggernya masih berusia 20 tahunan, dan gaya menulisnya sangat ke-ABG-ABG-an? Jelas nggak cocok).
  • Pembacanya laki atau perempuan? (Klien ingin masyarakat beli HP untuk nge-game. Bloggernya punya pembaca yang kebanyakan fasih main Mobile Legend? Mungkin cocok. Bloggernya punya pembaca yang kebanyakan rame di postingan lipstik? Nggak cocok!)
  • Pembacanya senang topik tentang apa? (Klien ingin masyarakat diet sehat menggunakan susu tinggi serat. Bloggernya sering ditanyai urusan kesehatan di Twitter? Cocok. Tapi kalau bloggernya habis disorakin banyak orang karena lagi pose di Instagram dengan rokok elektrik, nggak cocok).
  • Pembacanya dari golongan ekonomi apa? (Klien ingin masyarakat menyewa resort mewah di Seminyak. Bloggernya populer karena sering redeem point pakai kartu kredit platinum? Cocok. Tapi kalau tiap kali bloggernya nulis review produk dan mayoritas pembacanya sering nanya tentang harga, harga, harga? Nggak cocok).

Apa yang Bisa Dipersembahkan Blogger kepada Klien 

Karena klien ingin pembaca yang jelas sesuai dengan target marketing kliennya, maka blogger juga mesti memberikan data untuk mencocokkan karakter blognya dengan klien. Data yang diperlukan antara lain: 

1. Data pembaca blog. Saya sendiri kasih media kit berisi grafik analisis pembaca blog saya dari Google Analytics. Grafik ini bisa menjawab pembaca blog saya berumur berapa, pembacanya banyakan cowok atau cewek, lokasinya di mana. Dengan baca grafik ini, klien bisa memutuskan apakah pembaca blog saya ini potensial atau tidak untuk bikin kliennya laris. 



Menaikkan Prestise Blogger Di Depan Klien


Juga di media kit ini tertera pageview bulanan, yang menunjukkan blog saya ini rame pembacanya apa enggak. Ada contoh judul artikel yang pernah saya bikin (untuk menunjukkan bahwa saya bisa bikin judul yang menarik perhatian pembaca). Bahkan saya juga bisa bilang di media kit ini, apakah pembaca saya berasal dari kelas pembaca A-B atau kelas B-C (ini bisa diperkirakan dari tipe handphone yang digunakan pembaca, ada juga di Google Analytics). 

2. Pengalaman blogger dengan klien-klien sebelumnya. Klien juga ingin tahu apakah blogger yang mau diajak kerja sama ini sudah pernah melakukan proyek sejenis apa enggak. Kalau pernah, dengan brand apa? Waktu itu, hasil artikelnya berpotensi bikin laris kliennya apa enggak. Artinya, apakah bloggernya memang sudah berpengalaman promosiin usaha orang? 

Makanya, di media kit, saya menuliskan brand-brand apa aja yang sudah pernah kerja sama dengan saya (dan kebetulan hasil penjualannya bagus). 

Bagaimana Meyakinkan Klien akan (Prospek) Keberhasilan Blogger

Teori di atas sebetulnya gampang diucapkan, tetapi pada prakteknya, banyak blogger masih keseleo mengkomunikasikan prestisenya kepada calon klien. Misalnya, karena prestasi statistik blognya yang memang belum signifikan, sampai kegagalannya bikin kesan yang bagus di mata klien. 

Saya sendiri membagi calon klien itu menjadi dua macam: Calon klien yang ketemu muka dengan saya, dan calon klien yang cuman ketemu saya secara online. Tentu saja ada perbedaan untuk menghadapi kedua macam klien ini, meskipun urutannya sama aja: Kesan pertama yang menyenangkan -> cocokkan diri kita dengan calon proyeknya -> kerjakan dengan dedikasi -> komunikasikan hasil proyek dengan jelas. 

Membuat Prestise di Depan Calon Klien yang Sudah Ketemu Langsung 


Nggak selamanya yang namanya klien itu harus selalu agensi atau pemilik brand yang nggak pernah kenal. Sebagian besar dari klien saya malah orang yang sudah pernah saya kenal sendiri secara casual: Sodaranya teman, kawan sendiri, atau bahkan sesama blogger yang sekarang kepingin nyewa jasa blogger juga. Adalah tugas saya untuk selalu memberi kesan bagi orang-orang yang sudah kenal saya bahwa saya adalah penyiar yang pas untuk produk/jasa mereka, dan itu merupakan image yang mesti saya jaga terus-menerus. 


Menaikkan Prestise Blogger Di Depan Klien


Contoh: Saya punya tante yang kebetulan jadi pengusaha berlian, dan saya pingin di-endorse berlian di blog saya. Ya sedapat mungkin jangan sampai tante saya itu melihat foto saya lagi duduk petangkrangan di trotoar sambil makan es kepal cokelat. Meskipun yang jajan es kepal itu ngantrenya panjang. 

Contoh lain: Teman saya yang blogger juga, sekarang punya usaha sambilan berupa event organizer. Sebisa mungkin kalau saya lagi kolaborasi proyek sama dia, jangan sampai saya punya riwayat datang telat. Meskipun alesan telat itu karena saya lagi jualan, anak saya tantrum, atau portal komplek rumah saya ditutup lantaran tetangga sebelah digerebek Densus 88. 

Intinya mah, jangan bikin kesan jelek di mata orang lain. Dan itu susah, ya kan? 

Beberapa calon klien akan nggak sengaja berkenalan sama kita dalam forum-forum yang tidak direncanakan. Misalnya kita lagi menghadiri sebuah event dan ternyata kita dikenalkan ke seorang agen/brand yang lagi nyari blogger. Dalam kesempatan ini, senjata saya untuk bikin orang mengingat saya sebagai blogger adalah memberikan kartu nama. Kartu nama saya sebagai blogger lho ya, bukan kartu nama saya sebagai dokter. 


Membuat Prestise di Depan Klien yang Cuma Ketemu Online 


Ada calon klien yang bisa kita lamar secara aktif di forum online. Ada juga calon klien yang nggak ada angin nggak ada hujan, langsung mengontak kita via online. Ini juga beda lho cara bikin prestisenya. 

Calon klien umumnya sekarang buka lowongan pekerjaan di forum Facebook, Twitter, atau Instagram. Baca baik-baik instruksi mereka dan jangan berbuat lebih. Kalau calon kliennya minta pelamar menghubungi via email atau nomor telepon mereka, sambangi kontak itu dengan sopan dan efisien. Ciri melamar dengan sopan dan efisien itu: Memperkenalkan diri, portofolio media kit yang singkat tapi padat, dan meninggalkan kontak kita untuk bisa dihubungi. Baca lagi media kit di atas. 




Pelamar yang sopan, akan meninggalkan kesan yang humanis (karena mereka ingin bekerja dengan manusia, bukan robot). Pelamar yang efisien, menunjukkan kalau dia bisa bekerja tanpa buang-buang waktu (dan duit). 

Tanda blogger inkompeten: Mengirim lamaran pekerjaan dengan cuma kasih satu paragraf berisi nama, alamat sosmed, dan nominal rate. Tak ada salam perkenalan, tak ada salam penutup. Persis anak SD tak lulus pelajaran Bahasa Indonesia. 

Cocokkan Blogger dengan Proyek Sang Klien 


Nggak semua lowongan job harus kita lamar. Sama seperti halnya kalau ada lamaran ngebuzz tentang lipstik, blogger cowok pun nggak perlu melamar. 

Kalau saya disapa oleh calon klien via online, lalu calon klien bilang butuh blogger, saya nggak lantas menyodorkan diri. Saya tanyakan pertanyaan-pertanyaan simple yang kira-kira menyangkut effort kita dalam membuat artikel. Misalnya: 

“Anda ingin saya nulis tentang produk apa?” -> ini menyangkut niche 

“Apakah untuk menulis ini, saya perlu datang ke lokasi toko Anda?” -> ini menyangkut biaya transportasi 

“Kira-kira produknya ini mau dijual musiman aja, atau akan dijual terus-menerus sepanjang tahun?” -> kalau dijual musiman, berarti kliennya ingin artikel ini langsung viral, jadi mungkin butuh bantuan FB Ads atau Instagram yang engagementnya banyak. Tapi kalau dijual terus-menerus, berarti kliennya butuh SEO 

Dengan bertanya kritis begini, calon klien akan paham bahwa bloggernya memang tahu persis kemampuannya untuk mendongkrak penjualan produk/jasa, bukan sekedar kepingin dapet barang/jasa gratisan. Dan ini yang dicari dalam suatu prestise. 

Kalau pun akhirnya sepertinya kita nggak bisa menuruti keinginan klien karena masalah niche yang tidak cocok, calon klien akan tetap menyimpan kontak kita di memorinya. Suatu saat nanti, kalau dia ketemu orang lain yang butuh blogger dan kebetulan orang itu cocok dengan niche kita, dia akan merekomendasikan kita. Orang itu bisa bikin rekomendasi karena dia ingat akan seseorang. Orang ingat seseorang karena yang diingatnya itu sudah menimbulkan kesan yang baik. 

Tanda blogger nggak punya prestise: Sudah jelas di lowongan disebutkan minta blogger dengan pageview 1.000/hari. Tapi blogger yang baru kemarin siang bikin blog sudah berani melamar. Kelihatan kalau nggak bisa membaca instruksi yang disusun dengan kalimat sederhana. 

Kerjakan Proyeknya dengan Dedikasi 


Tanda bahwa blogger bisa bekerja dengan baik itu simpel: Pekerjaannya sesuai brief yang diberikan. Deadline-nya tidak dilewat. Keyword yang diinginkan sudah ditulis dengan betul. Foto yang ditampilkan itu jernih. Kalau disuruh datang ke event, datang tepat waktu dan baru pulang hanya kalau acara sudah selesai. Semua selling key points yang diminta sudah dipenuhi. 



Tanda blogger belum punya prestise: Datang telat ke event, alesannya rumahnya jauh. Kelihatan banget kalau belum berpengalaman jadi undangan VIP, mungkin sehari-harinya memang jarang jalan-jalan. Atau posting artikelnya telat, alesannya laptop rusak/belum mandiin kucing/anak tantrum/sudah foto produk tapi fotonya kehapus. Ini tanda bahwa dia nggak bisa manajemen gadget, nggak bisa manajemen waktu, nggak bisa manajemen diri sendiri. 

Buat Laporan yang Akurat, Invoice Jelas 


Klien-klien yang sudah paham rumitnya sosmed, umumnya ingin bloggernya melapor tentang hasil postingnya. Standar permintaan laporan umumnya begini: 

  • Untuk blog: Pageview, jumlah visitor, durasi pembaca dalam artikel. Biasanya nih, laporannya diminta dalam bentuk screenshot Google Analytics. 
  • Untuk Instagram: Impression, reach. Laporannya dalam bentuk screenshot Instagram Analytics juga. 
  • Untuk Twitter: Impression, link click, media view. Lagi-lagi, laporannya juga dalam bentuk screenshot Twitter Analytics. 
Saya sendiri, membuat laporan dengan format Power Point. Semua screenshot dari halaman blog, jumlah komentar di blog, hasil Google Analytics, dan hasil Analytics dari masing-masing sharing di sosmed, ditempel di Power Point. Lalu file Power Point ini dikonversi ke PDF, baru file PDF-nya yang dikirimkan sebagai laporan ke klien. 

Invoice juga saya kirimkan ke klien dalam bentuk PDF. Dalam invoice ini tercantum: nama dan alamat klien yang mau saya tagih, rincian servis(-servis) yang sudah saya kerjakan, rincian harga masing-masing servis, nomor rekening bank saya, dan apakah tagihannya sudah lunas atau belum. 

Kok Susah Amat Menaikkan Prestise? 


Iya, susah. Kendala tiap blogger itu macam-macam, mulai dari laptop pribadi yang suka nge-hang, statistik blog yang masih rendah-rendah aja, sampai ke urusan basic seperti “belum tahu mau pakai niche apa”. 

Tapi menaikkan prestise itu memang butuh proses, dan yang namanya berproses itu pasti ada tahap belajarnya. Tiap kali belajar pasti ada errornya. Tapi semakin banyak error yang kita bikin, sebetulnya semakin banyak juga kemajuan yang kita dapatkan. 

Cara Menaikkan Prestise Blogger di depan klien


Tanda-tanda kita gagal memuaskan (calon) klien: 

  1. Kliennya nggak ngontak lagi semenjak perkenalan. 
  2. Pada hari event, kita sampai ditelpon lantaran nggak dateng ke event. 
  3. Pada jadwal posting, kita sampai ditelpon lantaran postingnya belum published. 
  4. Setelah proyek ini selesai, kliennya bikin kampanye lagi yang mirip untuk produk lanjutannya, tapi malah ngundang blogger kompetitor dan nggak ngundang kita lagi. 

Gini nih tanda-tandanya bahwa prestise kita sebagai blogger itu sudah meningkat: 
  1. Kalau ada lowongan di Facebook yang mensyaratkan blogger dengan karakter tertentu, tahu-tahu ada komen yang nyolek nama kita.
  2. Ada yang kirim email ke kita, bilang bahwa dia tertarik dengan salah satu postingan kita (dan dia menyebutkan judul/link postingannya itu secara spesifik).
  3. Ada yang tahu-tahu posting di sosmed, bilang kalau dia habis makai suatu produk/jasa setelah baca review kita, padahal kita nggak kenal orang itu.
  4. Kliennya nge-share postingan kita atas produk/jasa mereka, ke halaman Instagram/Fan Page/Twitter mereka sendiri.
  5. Sudah ada yang ngopas postingan kita tanpa ijin (meskipun yang terakhir ini cukup bikin sewot, hihihihi

Summary

Klien selalu ingin blogger yang prestisenya tinggi. Untuk itu, blogger butuh membangun kredibilitas atas dirinya dan blognya sendiri. Kredibilitas itu dibangun dari attitude sang blogger, kepercayaan pembacanya terhadap dirinya, plus cara komunikasinya terhadap klien juga. Saya masih belajar untuk hal-hal ini, dan saya yakin kamu juga bisa.


Guest post by Vicky Laurentina – http://vickyfahmi.com
(Guest Post) Enam Cara Menjadi Blogger Produktif: Baca Dengan Khusuk ya

(Guest Post) Enam Cara Menjadi Blogger Produktif: Baca Dengan Khusuk ya


Holla Pembaca,

Saya berterima kasih atas semua respon yang masuk setelah kotakwarna menerima penulis tamu. Beberapa orang sudah menanyakan kepada saya apa syarat agar bisa menjadi penulis tamu di blog ini. 

Senangnya, Ini adalah guest post ketiga yang sudah tampil di kotakwarna. Semoga ke depannya akan banyak lagi yang ingin menyumbangkan tulisannya di blog ini.

Selamat Menikmati.
*******

(Guest Posting) Festival Erau: Antara Adat Budaya dan Perhelatan Internasional

(Guest Posting) Festival Erau: Antara Adat Budaya dan Perhelatan Internasional


Folk Art Erau


Buat kamu yang pernah berkunjung ke Kutai Kartanegara saat libur musim panas di tahun-tahun sebelumnya, pasti telah mengenal perhelatan Festival Erau yang dipusatkan di Kota Raja Tenggarong. Sebuah event tahunan yang menggabungkan adat istiadat Kutai secara turun temurun dan International Folk Art Festival. Menarik? Sudah pasti. Seru? Apalagi!

Bagi kamu yang belum pernah tahu seperti apa dan bagaimana itu Festival Erau, silakan baca ulasan saya kali ini. Dari sisi sejarah, asal usul pelaksanaaan erau adat dapat dibaca di sini  (https://id.wikipedia.org/wiki/Erau). Dalam ulasan ini, lebih pada keseruan pelaksanaan beberapa tahun terakhir yang membawa Festival Erau menjadi salah satu nominasi Festival Budaya  Terpopuler pada situs jalan-jalan terkemuka.


Apa sih keseruannya Festival Erau? Oke kita kupas satu persatu.

Sebagai salah satu daerah yang fokus pada upaya peningkatan dan pembenahan di sektor pariwisata dan salah satu penyumbang PAD (Penghasilan Asli Daerah) pasca tambang kelak, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjadikan festival budaya tahunan ini sebagai salah satu ikon khas daerah. Dengan kemasan yang lebih apik dari setiap tahunnya.

Pada 2015 lalu, panitia Festival Erau yang digawangi Dinas Budaya dan Pariwisata (Disbudpar) Kukar, sukses mengelar Erau dengan menghadirkan Delegasi Folk Lore dari 15 negara. Kebayang, ya. Bisa menyaksikan bule-bule dari 4 benua menari-nari setiap hari di beberapa sudut Kota Raja Tenggarong dengan gratis.

Pekan Festival Erau sendiri biasanya digelar lebih dari sepekan. Diawali dengan mengadakan upacara adat Memberi Makan Benua yaitu upacara adat meminta izin pada roh-roh leluhur yang diyakini sebagai penjaga kota raja untuk segera dilakukan rangkaian upacara selanjutnya. Usai upacara ini, dilanjutdengan menaikkan Tiang Ayu, aneka upacara adat lainnya seperti Belulu Sultan, Bepelas, Marangin, dan upacara adat lainnya selama satu minggu penuh. Seluruh kegiatan adat ini dilakukan di lingkungan Kedaton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadhipura.