Nulis Yuk

Nulis Yuk

cute-little-baby-640x400


Halo Om, Tante dan Kakak-kakak semua


Daripada manyun sore-sore begini. Bagaimana kalau kita menulis saja. Menulis itu ibarat rekreasi tanpa biaya, dan bisa menghilangkan kepenatan setelah seharian di kantor. Seru loh, pernah coba?


Holla Mei

Holla Mei

Waktu cepat sekali berlalu, sekarang sudah berada di pertengahan Mei. Dan, saya mulai jarang buat posting di blog. Bulan ini sibuk banget dengan urusan pekerjaan. Jadi baru sempat buka blog itu kalau nggak hari Sabtu ya Minggu deh.


Apa kabar kalian semua? Pasti dalam keadaan cerah dan tidak berawan (apa sih ini :P)


Jangan lupa jaga kesehatan, soalnya virus ada di mana-mana. Maklum cuaca di kotaku sedang galau.



Selamat hari Sabtu

Cintaku Mentok di Kamu

Cintaku Mentok di Kamu

love-hand


"Kamu nggak risih jalan sama aku?"

Aku baru saja hendak membuka daftar menu yang baru diletakkan pelayan di atas meja, ketika Nina melemparkan pertanyaan itu. Aku mencoba tak menggubrisnya dan tetap membuka lembaran daftar menu itu.


"Han..."


"Hmm," jawabku pendek.


"Kok nggak dijawab sih?" Tanya Nina.


"Memang apa yang harus dijawab?" Aku memiringkan kepalaku ke arahnya. "Aku lapar. Kamu mau aku pesankan sesuatu?"


"Aku nggak lapar," jawab Nina lirih.


Aku merasakan perubahan suara Nina. Kini gadisku tak nampak bersemangat ketika aku menanyakan dia mau makan apa.


"Kamu yakin nggak mau pesan apa-apa?" tanyaku hendak memanggil pelayan.


"Iya," jawabnya pendek.


"Kamu kenapa sih Sayang?" Aku mengacak-acak rambut ikalnya yang mulai panjang melebihi bahu.


Dia memiringkan kepalanya ke arahku. "Kamu nggak malu jalan sama cewek gendut seperti aku?" Nina menghela napas, "pakaianku juga nggak segaul mereka, terus...."


Aku meletakan tangan di bibir Nina sebelum gadis itu kembali melanjutkan racauannya. "Ssst, dengarkan aku Sayang. Aku mencintaimu bukan karena fisikmu, tapi aku mencintaimu karena kamu melengkapi kesempurnaanku. Lagipula cintaku sudah mentok di kamu." Aku mencubit cuping hidung kekasihku.


Ada rona merah di pualam pipinya yang bulat yang membuatnya terlihat menggemaskan.


Karena cinta tak butuh banyak alasan.


Mengeja Rindu

Mengeja Rindu

Aku masih saja terbata-bata mengeja rindu yang bersemayam di dada

Debarnya kerapkali menjelma nyeri di ulu hati

Menyisakan kenangan yang menua

Lalu, apa arti jemari kita yang pernah bertautan?

Kalau pada akhirnya kisah kita tak lebihnya cerita cinta negeri dongeng

Tak berujung

Dan, lenyap ditelan waktu

main_20111003163525

It's Holiday

It's Holiday

Akhirnya ada libur juga walaupun satu hari. Jadi, bisa memanfaatkan waktu menulis di blog, membaca dan melanjutkan menulis draft novel. Ah, nikmat mana lagi sih yang kamu dustakan.


Curhat dikit boleh ya :D


Ceritanya lagi sebal sama koneksi internet. Biasanya kalau libur begini suka menghabiskan waktu depan internet. Namun, berhubung koneksi lagi jelek. Bisanya cuman main di HP aja.


Huaaa, senang banget bisa ngeblog hari ini.



Selamat hari libur semuanya

Perempuan dalam Mimpi (Episode 2)

Perempuan dalam Mimpi (Episode 2)

"Kamu perempuan dalam mimpiku?"


Aku sedang menikmati secangkir expresso ketika seorang laki-laki berambut berantakan seperti baru bangun tidur tiba-tiba menghampiri dan menanyakan sesuatu yang terdengar aneh. Tentu saja apa yang dia ucapkan barusan terdengar aneh untuk seseorang yang baru dikenal.


"Ya?" tanyaku dengan sunggingan senyum yang dipaksakan. Terus terang perasaanku sedang tidak karuan sisa pertengkaran dengan Andre --kekasihku semalam.  Dan, untuk menghormati lelaki aneh ini aku masih berusaha seramah mungkin.


"Kamu perempuan di dalam mimpi-mimpiku," ujar lelaki yang sebenarnya cukup tampan itu sekali lagi. Lalu, tanpa diperintah kini lelaki itu duduk tepat di hadapanku.


"Kamu aneh," ucapku asal. Tujuanku hanya satu. Aku ingin lelaki ini segera pergi.


"Biar saja kau bilang aku aneh. Tapi, aku yakin kau adalah perempuan dalam mimpiku." Mata hitam bulatnya langsung menatapku.


Aku mulai jengah dengan perkataannya yang terlihat meracau. Aku menyambar ponselku dan berniat untuk pergi. Sebuah tangan menarik tangan kananku. Aku menepisnya dan berjalan pergi.


"Berapa aku harus membayarmu agar kau mau menjadi kekasihku?" Seru lelaki itu.


Damn! Lelaki ini memang benar-benar aneh. Setelah tadi mengira aku adalah perempuan dalam mimpinya. Kini, tiba-tiba dia menanyakan berapa hargaku. Sialan.


Bisa saja aku menumpahkan semua isi cangkirku di kepala. Namun, mengingat permintaan Andre semalam membuatku mengurungkan niat.  Aku berbalik arah dan menghampirinya.


"Berapa kamu akan membayarku? Aku butuh modal untuk nikah."


Coffee Girl