Sempat memiliki

Sempat memiliki

 D&D Pub and Lounge


"Sudah, Ndre. Cukup!" Kirana menarik segelas bir di tangan Andre yang belum sempat dia tenggak.


"Ah, kamu berisik!" Andre meracau.


"Kamu sudah cukup mabuk, mau sampai kapan kamu di sini? Sudah cukup, ayo pulang." Kirana mulai menarik Andre yang masih meracaukan kata-kata tak jelas.


"Aku ingin melupakan Nia, Kiran. Jadi, tolong biarkan aku di sini saja." ujar Andre di tengah racauannya


"Memangnya dengan mabuk kamu bisa melupakan dia?" Kirana masih berusaha membuat Andre yang mulai sempoyongan untuk berdiri.


"Setidaknya untuk malam ini aku bisa melupakannya, besok. Entahlah," ujar Andre lirih.


"Jadi, besok kalau kamu masih ingat dia. Kamu bakal minum dan mabuk lagi? Bodoh! Kenapa nggak sekalian aja kamu jedotin kepala ke tembok, biar amnesia," ujar Kirana tak sabaran


"Bawel. Mending kamu pulang sana. Nanti kamu kenapa-kenapa." Andre menepis tangan Kirana dari bahunya.


"Harusnya bukan aku yang kamu khawatirkan. Ayo pulang, sudah cukup kamu menyakiti dirimu sendiri." Lagi-lagi Kirana berusaha memapah Andre --sahabatnya itu.


"Kamu tahu apa tentang kehilangan, Ki? Kamu nggak akan pernah tahu gimana rasanya ditinggal oleh kekasihmu sendiri?'


Kirana diam


Aku memang tidak pernah tahu rasanya ditinggalkan oleh kekasih sendiri. Tapi, aku pernah berada di posisimu saat ini ketika aku tahu kamu tak pernah mencintaiku, Ndre.


...dan kamu masih beruntung sempat memiki Nia


Ikut serta dalam #FF2in1

Ritual Pagi

Ritual Pagi

Pagi ini, aku bangun dengan mata setengah terpejam. Tidak langsung bangun, melainkan terkantuk-kantuk di tepian tempat tidurku. Mengerjap-ngerjap kedua mata, lalu diam untuk beberapa saat. Membiarkan ruhku kembali utuh ke raganya.


Dengan sedikit limbung dan mata yang mulai terbuka, aku berjalan ke depan cermin lebar yang terletak di dekat jendela kamarku.


"Selamat pagi, apa kabarmu yang di sana?" sapaku pada cermin dengan setengah menguap.


Mungkin bagi sebagian orang, apa yang baru saja aku lakukan terlihat aneh. Berbicara dengan bayangan sendiri. Tapi, itulah yang aku lakukan setiap pagi sehabis bangun tidur.


Buatku berbicara dengan bayangan sendiri, seolah mencari tahu apakah ada perubahan pada diriku setiap harinya. Buatku ketika melihat cermin, aku menemukan diriku apa adanya. Bukan diriku yang mengenakan topeng untuk memberi seribu wajah bagi orang lain.


Cermin tidak pernah bohong bukan?


Selesai dengan ritual menyapa 'bayangan sendiri,' aku beranjak ke arah jendela kaca yang dapat digeser dari dalam. Aku membukanya lebar-lebar --membiarkan udara pagi memenuhi kamarku pagi ini.


Dari balik kamar, ku temukan kilauan sinar mentari bersembunyi dari balik awan, membentuk semburat-semburat yang begitu memanjakan mata. Aku suka udara pagi ini, sinar matahari cukup nyaman untuk dirasakan di kulit.


Aku melirik jam kecil di atas nakas. Pukul 07.00, waktunya aku menemui kekasih tercinta. Kami berjanji menikmati sarapan bersama di taman


Aku sebut itu kenangan

Aku sebut itu kenangan





Rindu diam-diam menelusup melalui celah kecil yang lupa aku tutup rapat





Kepada kenangan yang berkelebat dibenakku. Tak cukupkah kamu mencuri separuh dari hatiku dan lupa untuk mengembalikannya tepat waktu padaku?


Kepada kenangan yang berkelebat dibenakku. Tak lelahkah kau permainkan hatiku? Bukankan kemarin kau telah memporak-porandakannya? Masih belum cukup?


Kepada kenangan yang berkelebat dibenakku. Sudah cukup kau bermain-main dengan pikiranku. Aku sudah terlalu lelah untuk sekedar kembali menengok ke arahmu


Kamu.....



Akankah kita kembali dipertemukan takdir?


Ketika rasa rindu kembali memenuhi dada


Uraikan kenangan yang telah tertata rapi di sudut terkecilku


Ramaikan kembali hatiku yang telah lama berdebu


Ingatan tentangmu diam-diam menelusup sepi


"Nanti kita pasti bertemu," katamu


Dan aku menunggu takdir berbicara, akankah Tuhan mempertemukan kita kembali


Untuk sekedar berpapasan



...dan aku benci untuk mengakui, bahwa aku merindukanmu



Mencintaimu dalam sunyi

Mencintaimu dalam sunyi


Aku ingin mencintaimu dalam diam

Tak bersuara --hening tanpa kata

lirih; redam

 

Diam-diam

Ku biarkan kamu di sana bersamanya

Meski hati perih

Ya, sekali lagi ku biarkan semua apa adanya

Bukankah cinta tak selalu meminta balas?

 

Aku ingin mencintaimu dalam diam

hanya diam

Tak peduli jika kata-kata bisa mengubahnya

Biar saja, karena diam adalah pilihan
dan aku memilih untuk mencintaimu

 

Saat sunyi dan diam merajai

Di sana kamu sedang tergelak riang

Tak peduli dengan sosokku yang menatapmu sedih

 

Biar saja

karena aku telah memilih hanya untuk mencintaimu dalam sunyi
Seribu Kunang-kunang

Seribu Kunang-kunang


Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

Di mana sinarnya berpendar menghiasi cakrawala

Menyinari langit pekat tak berbintang

 

 

Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

Di mana ada aku dan kamu di dalamnya

Seperti kisah roman-roman tak berjudul

 

 

Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

di mana hanya sebuah cerita yang tak selesai

dan ribuan kunang-kunang yang tak lagi berpendar

Karena malam telah mencuri kilaunya
Rasa

Rasa

Berkali-kali aku mencoba mencari tahu tentang suatu perasaan yang saat ini menjejaki; menyesaki hatiku.
Mungkinkah ini cinta?

Atau hanya suatu kebahagiaan yang tak bermakna?

Harus kemana ku cari semua jawaban?

Pada Langit yang membisu?

atau pada ribuan aksara yang membatu?

Tak ada satupun dari mereka yang menjawabnya

Bisu

 

Jadi, harus aku sebut apa rasa ini?

 

 
Tentang sebuah janji

Tentang sebuah janji

Ini tentang sebuah janji


Janji, yang kau bisikkan dengan lirih  di telingaku ketika kita menghabiskan waktu berdua


Malam itu kita larut dalam labuhan cinta


Bermain kata-kata dan kemudian kau rengkuh aku dalam pelukmu


Kita bercumbu, meraih kenikmatan yang tak pernah tuntas


Aku biarkan tubuh mungilku rebah di dada bidangmu


Bercampur peluh: aku dan kamu


 Kita biarkan tubuh saling melepas rindu, menuntaskan semua hasrat tak terlupakan


Di akhir perjalanan kita, kau bisikkan sebuah janji



"Kita akan selalu bersama sampai mati."

Sampai akhirnya kita terkapar karena lelah

tersisa degub-degup dan aroma tubuhmu



Ini tentang sebuah janji


Janji, yang dulu kau bisikkan di telingaku


...dan kini semua mengabu


Lusuh, digerus roda waktu


Usang


Pada akhirnya, janji adalah kata-kata manis tanpa makna

Tentang Rindu

Tentang Rindu

Rindu tak  berhenti berdenyut;  seperti kehidupan yang tak pernah berhenti berjalan


Rindu tak berhenti berdenyut; seperti bumi yang tak berhenti berotasi


Rindu tak berhenti berdenyut;  seperti langit yang setia menjaga bulan


Rindu tak berhenti berdenyut; seperti tabahnya ilalang


Rindu tak berhenti berdenyut; seperti air yang terus mengalir kepada suatu muara





Rindu tak akan berhenti berdenyut; meski berkali-kali dipatahkan waktu


(Masih) tentang kamu yang aku rindukan

(Masih) tentang kamu yang aku rindukan

Cerita ini masih saja sama...

Tentang kamu. Kamu yang membawa sekeping hatiku dan tentang hatiku yang lebur karena bertepuk sebelah tangan. Harusnya sejak awal aku sadari, semua itu hanya kesalahan hatiku. Aku salah mengartikan gelagat dan membiarkan diriku jatuh ke dalam perasaan tak kasat mata. Dan, kamu, dengan teganya mempermainkan semuanya. Membiarkanku jatuh lebih dalam, terperosok dalam luka.


dan sekarang

...tiba-tiba aku merindukanmu

Betapa bebalnya hatiku ini, harusnya aku pergi mengemasi semua perasaan ini. Bukannya tetap tercenung di depan pintu hatimu dan berkhayal sebentar lagi kamu akan keluar; mempersilahkan aku masuk.


Bodoh...

Cinta itu bodoh, rela membuat kita dijungkir balikkan perasaan, tapi nyatanya tak satupun dari kita berhenti untuk mencari cinta.

Waktu terus berputar, ingatan ini tak pernah lekang.

Kamu, yang telah mencuri hatiku. Mungkinkah Tuhan tak mempertemukan kita karena tak ingin melihat kita menjadi sepasang yang saling menyakiti; membunuh rindu. Tuhan tak ingin air mata terus berlompatan dari kedua bola mataku.


Haruskah aku berterima kasih dan membiarkan rasa rindu meletup-letup tanpa muara?

Entahlah....
Kisah yang tak selesai

Kisah yang tak selesai


(Pernah) ada  cerita yang tertulis di antara kita


kisah manis yang sempat terekam dalam sebuah kertas berwarna merah jambu


di mana aku dan kamu (pernah) menjadi peran utama


(Pernah) ada kisah di antara kita


kisah, di mana pipi-pipi kita bersemu karena cinta


Nyatanya, takdir tak berpihak


aku dan kamu tak pernah menjadi satu


hingga waktu memilih; kita tak pernah berpapasan


...dan pada akhirnya, kisah kita hanyalah sebuah rangkaian cerita yang tak pernah selesai.

Pria Senja

Pria Senja


 

 

 

Kepada Pria Senja,

Tahukah kamu berapa besar aku mengagumimu?

Mengagumi seperti larik-larik puisi yang selalu tercipta di setiap tarikan penaku

Seperti barisan kata-kata yang selalu menceritakan tentangmu.

 

Pria senja,

Terima kasih, kepadamu yang telah mengajarkanku cara menikmati ciptaan Tuhan dengan cara yang berbeda


Mengajarkanku tentang Senja yang tabah menanti malam

...dan perlahan pergi dicuri pekatnya malam

Seperti punggungmu yang menjauh

 

Pada barisan awan yang memerah, pernah ada satu nama terselip di sana. Dan, kini malam mencurinya; tertinggal pekat malam tanpa bintang.



 

 
senja

senja

Dari bilik berandaku
Langit tampak indah
Warna biru, berhiaskan semburat merah
Menyisakan lukisan tak bernilai

September,
Kisahku kembali di buka
Lembaran baru kembali digelar
Semoga lara dan duka tak menyertai

Senja,
Warna jinggamu mengingatkanku tentang kisah tak selesai
Di mana mimpi-mimpi tergilas waktu
Janji-janji lesap tak berbekas
Seperti punggungmu yang menjauh
Belum Selesai

Belum Selesai

Kisah kita belumlah selesai
Ribuan pertanyaan masih tertinggal di benak
Dan kerinduan masih berlompatan di dada
Meninggalkan rasa sesak

Haruskah aku menyalahkan takdir?
yang tak menginginkan kita untuk saling bertegur sapa
ada daya jika garis tangan memilih kita untuk berjalan berlawanan arah

kisah ini belumlah selesai
karena memang tak pernah ada permulaan
tentang cinta

tentang cinta

malam semakin pekat
sunyi, senyap
saat semua terlelap
aku, di sini sedang merindu

entah, pada siapa?
rinduku seperti belati yang siap menikamku
mengikir perlahan tepian hatiku
hingga aku kembali terluka

tak peduli berapa banyak sayatan yang tertinggal
aku menikmatinya sebagai perih yang mencandukan

bukankah cinta tak melulu manis?






Cinta serperti sekotak kembang gula aneka rasa, dan berakhir getir kemudian hari



Senja pertama di bulan September

Senja pertama di bulan September

image


senja pertamaku di bulan september biasa saja
tak ada perasaan hangat yang berlompatan menyesaki dada
sepi, senyap

senjaku
kini tak lagi merah
tak ada lagi kerinduan-kerinduan yang terdetakkan dari bilik hatiku
waktu telah merubah segalanya
mimpi-mimpi tergilas dengan cepat

...selamat datang September, semoga duka dan lara tak turut serta