Sepucuk Kenangan
Ada apa denganmu?
Kenapa aku rasakan punggungmu kian menjauh
kamu bukanlah sosok yang aku kenal dulu
dan 'kita' bukanlah sepasang teman untuk berbagi
Aku tak pernah menuntut apa pun dari kisah ini
karena aku sadar kenangan lebih dulu menyesaki lengan kosongmu
rindu-rinduku terurai sebelum sampai di selasar hatimu
kalau aku merindumu, lalu aku bisa apa?
perasaan ini tak pernah bisa aku cegah
ah, sudahlah. Mungkin saatnya aku berhenti membicarakan tentang kita.
Nyatanya tak pernah ada kata 'kita'
Pria Peramu Kata (12)
Maaf, aku tak lagi bisa melanjutkan kisah ini
Waktu dan jarak telah mematikan semua rasa
Tolong jangan tanyakan kenapa?
Karena aku yakin, kamu pasti tahu jawabannya
Terima kasih atas semuanya
Anggap saja "kisah" ini sebagai proses pendewasaan diriku
Nyatanya Tuhan pun tak ingin kita bersama
Bahkan rotasi kita berbeda. Kamu ke kanan dan aku ke kiri
Mungkin Tuhan mempertemukan kita, agar kita saling memperbaiki diri untuk bertemu dengan pasangan masing-masing
Jaga dirimu baik-baik
Salam Hangat,
(mantan) pengagummu
Sebuah Janji
Janji seperti sebilah pedang yang siap menghunus dan meninggalkan luka jika tidak terpenuhi
Maaf
“Aku ingin kita bertemu, bisa?”
“Sekarang? Hmmm…apa nggak bisa ditunda besok?” terdengar suara helaan napas di seberang.
“Sebentar saja, aku janji tidak akan lama. Aku rindu…” aku tak meneruskan kata-kataku.
“Maaf Dear, aku sibuk sekali hari ini. Ada beberapa deadline yang harus aku kerjakan.”
“Jadi, kita nggak bisa bertemu? Ya, sudah. Maaf aku sudah mengganggu waktumu.”
Pembicaraan terhenti tanpa saling mengucapkan salam.
Rindu mendongak ke langit. Berharap agar tangisnya tidak meledak saat ini. Dia tidak mau terlihat seperti orang yang sedang patah hati di tengah kafe yang ramai oleh pengunjung.
Ada rasa sedih menyesaki dadanya saat ini. Jauh-jauh dia datang ke tempat ini untuk bertemu dengan lelakinya, nyatanya pria itu tidak punya waktu untuk sekedar bertegur sapa dengannya.
Ah, Rindu merutuki kebodohannya. Cepat-cepat dia menghapus air mata yang mulai berlarian dari kedua kelopak matanya.
Dia mengeluarkan telepon genggamnya, menuliskan sebuah pesan untuk lelakinya..
Kepada Pria yang punggungnya mulai menjauh
Maaf, aku tak bisa lagi melanjutkan kisah ini
Aku tak mau menjadi seorang pecundang yang terus saja mencintamu
…dan kamu tidak
Maaf, hatiku terlalu baik untuk kau sakiti lagi
Silahkan kamu kemasi bayanganmu dari benakku
Karena besok tidak akan ada lagi namamu yang tertulis di hatiku.
Maaf, kisah hidupku tak lagi tentang kamu
Proyek: writerchalleng
Oleh-oleh Mudik
Rumah adalah tempat di mana terakhir kita kembali
Holla Semua,
Alhamdulillah, akhirnya kembali bisa menulis di blog ini. Beberapa hari absen nulis. Berhubung dekat dengan lebaran dan mempersiapkan perlengkapan untuk mudik.
Dan, sekarang saya telah kembali ke rumah tercinta. Membawa segudang cerita untuk dibagi kepada pembaca blog setia :)
Ceritanya, saya baru pulang dari Madura semalam. Setiap tahun kami sekeluarga menyempatkan diri pulang ke Pamekasan, walaupun sudah tidak ada lagi kakek-nenek di sana.
Singkat cerita, lebaran kemarin benar-benar menyenangkan buatku. Aku suka saat bercengkrama dengan para keponakan-keponakan yang manis dan lucu. Suka melihat ketawa mereka, membawa mereka dalam pelukanku.
Dan satu hal yang bisa aku pelajari dari lebaran kemarin:
Ciptakanlah kehangatan dalam keluarga. Rengkuh anak-anakmu, kerabat, pasangan. Karena akan ada suatu masa di mana kamu akan mereka tinggalkan (hari tua)
Saya mengucapkan selamat Idul Fitri 1433 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Merdeka itu...
Merdeka itu kamu bebas nulis kata-kata puitis tanpa takut dibilang galau
Merdeka itu kamu berani mutusin pacar yang bikin hatimu nggak nyaman
Merdeka itu ketika kamu berani memakai baju penuh warna
Merdeka itu ketika kamu bilang 'tidak' untuk sebuah hubungan seks pra nikah
Merdeka itu kamu berhasil membuang foto mantanmu di dompet
Merdeka itu ketika kamu bisa menikmati udara pagi tanpa polusi
Merdeka itu artinya bisa memilikimu secara halal
Berdamai dengan Masa Lalu
Jika masa lalumu layak kamu perjuangkan, perjuangkanlah hingga Titik. Jika semuanya tidak berhasil. Berbaliklah arah, ada masa depan yang menunggumu
"Ngapain sih, Ndre? Sibuk amat?"
Aku mengurungkan niatku untuk meletakkan tas di genggamanku, ketika melihat kelakuan sahabat sekaligus teman kerjaku.
"Hmm, lagi cari namanya Retha." pandangan matanya tetap tertuju di layar komputer.
It's sounds familiar
"Margaretha? Mantanmu itu?" tanyaku hati-hati sambil menarik sebuah kursi dan duduk di sampingnya.
Dia menoleh ke arahku, mengangguk perlahan, "Iya, Retha yang itu."
"Emang dia kemana? Kalian kehilangan kontak?” tanyaku beruntun.
“Dia tiba-tiba ngilang, semua nomornya dia ganti. Mangkanya aku coba cari di twitter, FB sapa tahu ketemu.”
“Jangan terlalu erat menggenggam masa lalu, Dre. Nanti kamu sakit sendiri,” ujarku sambil membolak-balik kertas di hadapanku.
“Aku masih menunggunya. Aku percaya sejauh apa pun cinta pergi, ia pasti kembali.” dia menoleh ke arahku dengan tatapan sayu.
“Mau sampai kapan sih kamu nunggu dia? Waktu itu tidak pernah menunggu loh.” aku berdiri di sampingnya.
“Aku masih sayang dia, Na.”
“Dia masih sayang kamu juga?”
“Pasti! Aku tahu bagaimana perasaan dia sama aku.”
“Kamu yakin dia masih Retha yang sama? Seperti ketika kalian berpacaran dulu?”
“Maksudmu?” dia menoleh ke arahku.
“It’s been 2 years, perasaan itu bisa berubah, Dre. Seperti aku bilang, waktu itu tidak mau menunggu. Bisa aja kamu masih mengharapkan dia, tapinya nyatanya dia sudah melangkah duluan.”
“Aku percaya sama cinta sejati, Na. Kalau memang jodohku pasti dia akan kembali juga padaku.”
“Kalau memang kamu masih cinta dengan dia, kenapa kamu nggak perjuangkan dia ketika kalian baru berpisah dulu?”
“…”
“Itu membutuhkan waktu, Na. Kita sama-sama butuh jeda.”
“Dan, sekarang jeda itu masih berlaku? Kamu 2 tahun nunggu dia, tanpa tindakan apapun? Wow, itunya namanya omong doang, Bro. Cewek itu butuh tindakan, bukan cuman kata-kata.”
“Aku sudah berusaha, tapi…” Andre tak melanjutkkan kalimatnya.
“Tapi, kamu nggak mau berusaha lebih keras untuk mewujudkannya. Ndre, jika masa lalumu layak kamu perjuangkan, perjuangkanlah hingga Titik. Tapi, jika semuanya tidak berhasil. Berbaliklah arah, ada masa depan yang menunggumu.”
“Lalu aku harus bagaimana, Na?”tanyanya lirih.
“Cari tahu dengan perasaanmu, yakinkan apa yang kamu rasakan sekarang itu cinta atau hanya sebuah kenangan yang enggan kamu lepaskan.”
“…”
“Dre, tidak ada yang pernah melarangmu untuk menengok masa lalu. Tapi, kalau kamu terus-terusan menggenggamnya, itu artinya kamu sudah membuang waktumu percuma. Lihat, berapa banyak kamu melewatkan kesempatan untuk menemukan wanita yang lebih baik dari Retha,” aku menepuk bahunya.
Seperti aku yang selalu menunggumu membuka hati, Dre
Dear Kamu,
Ada beribu pertanyaan tersimpan di benakku saat ini
tentang kamu, tentang kita dan juga perasaanmu padaku
Entahlah, mungkin saja aku tak harus mempertanyakannya
Sebab aku tahu jawabannya
Dan, kamu tak akan pernah mengerti tentang aku
(masih) kamu
tentang aku yang memujamu
tentang kamu yang mencuri separuh hatiku
tentang aku yang merindukanmu
sayangnya kisah ini hanya ada aku, sedang kamu berangsur pergi
sebelum cerita ini selesai aku tulis
cerita ini masih sama, tentang kamu dan aku yang tersekat ruang dan waktu
Kamu yang pernah mencuri benakku, bisakah kau curi sekali lagi?
Persimpangan
Ada kalanya cinta tidak memiliki
Ibarat di persimpangan jalan
Saat lampu menunjukkan warna hijau, saatnya masing-masing dari kita harus melangkah pergi
Kamu ke kanan, dan aku ke kiri
entah kapan akan kembali berjumpa
Tak selamanya cinta itu beriringan. Ada kalanya Tuhan mempertemukan hanya untuk sekedar melintas.
Sepasang Janji
Ingatkah kamu tentang sepasang janji kita?
Janji yang kita sepakati bersama saat kamu dan aku berdua
Kau bilang, ingin di sini di sampingku
nyatanya hingga saat ini janji itu telah lesap entah kemana
Saat kita berdua, tak ada lagi pembicaraan janji
yang ada hanya sebatas kata-kata manis pelipur lara
Kemana sepasang janji yang kau ucapkan padaku?
adakah kau melupakannya?
Jangan pernah berjanji apapun atas diriku, jika aku tidak pernah punya hak atas dirimu
Pesta Telah Usai
Tak ada lagi debaran yang aku rasakan di hatiku
tak ada lagi senyum simpul saat aku baca pesan darimu
tak ada lagi rindu yang mendesak saat tak ada kabar darimu
ku rasakan pesta di hatiku telah usai
pertanda bahwa aku harus segera berkemas dan melangkah pergi darimu
Libur
Maaf, untuk saat ini sang penulis sedang meliburkan diri dari segala urusan perasaan
Rotasi
Aku ingin hidup di masa depan, dan kamu hidup di masa lalu. Itulah mengapa rotasi kita tidak pernah bertemu
Pria Peramu Kata (11)
Hai, apa kabar? baik-baik aja khan? Maaf kalau beberapa hari ini aku menghilang. Seperti kataku, aku sedang merentangkan jarak. Mencari tahu tentang perasaanku padaku. Nyatanya hatiku tetap tertuju padamu.
Entahlah, aku sedang tak ingin berharap apa-apa dalam hubungan ini. Mungkin kita hanya dipertemukan tapi tidak untuk beriringan. Mungkin Tuhan ingin aku sekedar untuk mengagumimu dan kamu hanya menganggapku adek. Bukankah ada kalanya cinta hanya berjalan sendirian.
Kelak, jika memang kita bertemu. Tolong, jangan pernah lagi tanyakan tentang perasaan yang perlahan aku tepiskan.
Salam hangat,
(masih) pengagummu
Sebuah tawaran
"Pak, gimana berminat dengan tawaran saya?”
“Saya pikir-pikir dulu deh, Pak.” Ujar Budi dengan nada bimbang.
“Nggak usah banyak dipikir, Pak. Sampeyan percaya saja sama omongan saya, dijamin Bapak nggak bakalan rugi.” Lelaki berjaket hitam itu kembali berbicara.
“Nanti Bapak saya hubungi lagi deh, saya mesti koordinasi sama istri dulu.”
“Ya, sudah. Kalau nanti Pak Budi berubah pikiran. Segera hubungi saya, karena penawaran ini hanya khusus saya berikan pada orang yang saya kenal.”
Pria berjaket hitam itu pun berlalu, meninggalkan Budi dengan penuh kebimbangan.
*****
“Bu, bapak bisa ngomong sesuatu?”
“Ngomong opo to, Pak? Kok pake ijin segala,” ujar istrinya yang sedang asyik menikmati tayangan sinetron di TV.
“Ibu tahu Rudi kan?”
“Rudi yang rumahnya di ujung jalan itu ya? Memangnya kenapa dengan dia, Pak?” ujar bu Tari dengan pandangan mata tetap ke arah TV.
Budi geleng-geleng melihat sikap istrinya, sejak tadi diajak bicara, tapi pandangan matanya masih tertuju ada layar TV.
“Rudi nawarin kerja sama.”
“Kerja sama dalam bentuk apa?” Tari menoleh ke arah suaminya.
“Investasi dengan modal kecil, tapi hasilnya menggiurkan, Bu. Rudi aja gara-gara ikutan investasi itu bisa beli sepeda motor nggak pake kredit,” dengan semangat Budi menjelaskan pada istrinya.
“Bapak yakin mau ikutan? Kok sepertinya agak nyeremin, Pak,” ujar Tari khawatir.
“Ibu tenang saja, Rudi itu bisa dipercaya kok. Lagian modalnya nggak banyak-banyak amat,”
“Tapi, sepuluh juta bukan uang sedikit, Pak. Sebentar lagi Dio mau masuk sekolah loh,” Tari mengingatkan suaminya.
“Ibu, yakin deh sama bapak. Pokoknya uang itu pasti kembali dan masih bisa buat uang sekolah Dio nantinya.”
“Terserah Bapak ajalah, Ibu nggak ngerti soal begituan. Ya, sudah Pak. Ibu mau tidur dulu sudah ngantuk,”
Sepeninggal istrinya Budi tersenyum-senyum. Dengan semangat dia mengambil telepon genggamnya dan menekan sebuah nomor.
“Aku jadi ikutan, besok uangnya aku kasih.”
*****
Seminggu Kemudian
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar servis area. Silahkan menghubungi kembali nanti.
Berkali-kali Budi mencoba menghubungi nomor yang tertera di kertas yang sedang dia genggam, tapi jawabannya tetap sama. Nomor itu tidak bisa dihubungi.
Cemas mulai menghantuinya, sudah seminggu ini dia berusaha menghubungi Rudi. Nyatanya nomor Rudi tidak pernah aktif.
Budi ingat akan janji Rudi yang segera menghubunginya ketika bisnis yang mereka sepakati berhasil, nyatanya sampai hari ini janji itu tak kunjungi ditepati.
Beberapa kali Utari menanyakan perihal uang itu, tapi Budi selalu mengatakan bahwa uang itu aman dan akan segera kembali. Budi tidak pernah menceritakan kepada istrinya bahwa dia sedang kesulitan mengontak Rudi.
Sekali lagi dia mencoba menghubungi nomor Rudi, hasilnya nihil. Nomor itu tetap tidak aktif. Dengan perasaan gelisah Budi berinisiatif untuk mendatangi rumah Rudi.
Belum juga sampai di depan rumahnya, seluruh persendian Budi melemas ketika diam mendapati sebuah plang kayu bertuliskan.
Rumah dijual.
Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dia katakan pada istrinya. Dalam hati dia merutuki kebodohannya yang begitu saja percaya pada Rudi.
Proyek: Writer Challenge