Ketika Kamu Membuka Hati
Ketika kamu membuka hatimu untuk orang lain, bersiaplah mereka akan melukaimu
Dalam sebuah hubungan, entah itu sepasang kekasih, pernikahan, pertemanan, rekan kerja atau bahkan keluarga. Pasti akan ada suatu masa di mana kita merasa sakit karena perlakuan orang lain.
Ada kalanya kita berselisih paham, berbeda pandangan atau bahkan dikhianati kepercayaannya. Luka di hati pasti ada.
Kalau ditanya seberapa sering aku terluka, jawabannya sering. Entah mengapa, aku adalah orang yang cepat percaya terhadap orang lain, dan sayangnya mereka seringkali memanfaatkan kelemahanku.
Prinsip Hidupku:
Kalau mereka jahat padaku, aku bisa saja lebih jahat pada mereka. Sayangnya, aku lebih memilih memaafkan, karena aku tak mau hatiku dipenuhi oleh kebencian. Urusan yang lain aku serahkan pada Allah, karena Dia yang pantas memutuskan.
Intinya aku tak mau membiarkan hatiku diliputi dendam yang akhirnya hanya semakin menyakitiku.
(masih) tentangmu
Masih saja tentangmu
tentang kamu; pencuri hatiku
kamu seperti semacam candu yang tak habis untuk aku perbincangkan
Lihat semua larik-larik puisiku,
memang masih tentang kamu
karena kamu telah meracuni benakku
Pria Peramu Kata (10)
Ini adalah surat ke-10 yang aku tujukan kepadamu. Sebuah surat sederhana yang masih berisi tentang kamu, dan selalu kamu.
Kalau kamu bertanya sampai kapan aku akan menulis surat untukmu, jawabannya sampai aku lelah untuk mengagumimu.
Beberapa hari ini aku memang sengaja tak ingin berlama-lama mengobrol denganmu, bukan aku marah ataupun jenuh. Aku hanya ingin sekedar melebarkan jarak, agar kelak ketika kamu tak lagi membutuhkanku, aku terluka.
Memang terlihat sangat egois, tapi ini harus aku lakukan. Aku tak mau kembali terluka lagi seperti dulu. Karena yang aku sadari, aku hanya pengagummu. Penikmat untaian kata di setiap goresan penamu.
Seperti pintaku, aku mau kamu tersenyum :)
Salam Hangat,
Pengagummu
Apa kabar mimpi?
masih ingatkah kamu tentang sepasang janji kita?
Atau semuanya memang tidak pernah nyata
Pria Peramu Kata (9)
Hai, bagaimana puasa pertamamu hari ini? Semoga lancar sampai Adzan berkumandang nanti.
Pagiku hari ini dimulai dengan sebuah senyuman. Aku tersenyum mengingat pembicaraan kita semalam. Pembicaraan tentang potongan rambutmu, pose fotomu. Ah, memang sangat sederhana, tapi bagiku pembicaraan itu kembali menghangatkan dadaku.
Aku suka melihatmu tersenyum, rasanya senyum itu terlalu mahal untuk bisa terulas di bibirmu. Bisakah kamu tersenyum lebih lebih lebar kelak ketika kita bertemu nanti? Bisakah aku membuatmu tersenyum?
Petang tadi kita kembali bertegur sapa, dan kamu tampak antusias membicarakan proyek bukumu. Aku suka mendengarnya. Aku merasakan ada gairah dalam dirimu.
Kelak, jika waktu memang tidak berpihak pada kita. Bisakah kamu tetap seperti itu?
Atau jika bukan aku yang berada di sampingmu. Ku mohon tetaplah tersenyum.
Biarlah rindu ini merebah pada jarak dan waktu
Salam hangat,
Pengagummu
Jodohku
Jodohku,
Mungkin belum saatnya aku dan kamu bertemu
Belum saatnya juga kita dipertemukan
Saat ini kita hanya sepasang manusia yang tak saling mengenal
Terbentang jarak bahkan juga dipisahkan oleh waktu
Bersabarlah,
Kelak jika masanya sudah tiba, pasti kita akan bertemu
Seperti mimpi-mimpi kecil yang kita impikan
Jodohku,
Mari kita saling perbaiki diri
Agar kelak ketika bertemu, kita sudah siap untuk menautkan jemari di hadapan Allah
Dan aku akan menantimu dengan sabar di sini; di bilik hatiku
Sampai kelak aku menjadi halal bagimu
Aku sedang menyimpan debaran jantungku, demi bertemu denganmu; nanti
Ramadhan
Alhamdulillah, ternyata masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan bulan Ramadhan. Semoga Ramadhan kali ini membawa berkah dan perubahan yang dalam diriku. Aminnn
Hari ini puasa pertama, semoga lancar sampai adzan Magrib.
Buat semua pembaca blogku, maaf lahir dan bathin ya
Bersinggungan
Ternyata jarak dan waktu sedang bersinggungan. Tak ada satu pun dari mereka yang berniat untuk memenangkan kisah cintaku.
Kerinduan
Aku memilih merayakan kerinduanku dengan secangkir madu hangat. Supaya cinta tak melulu getir.
Pria Peramu Kata (8)
Hai, apa kabar gerangan kamu di seberang sana? Baik-baik saja kan. Belakangan ini kita jarang bertegur sapa ya? Kamu dan aku sama-sama sibuk, atau kita aja yang mulai merentangkan jarak?
Entah benar atau tidak yang aku rasakan. Kamu tidak lagi hangat, dan mulai menjauh dariku.
Ah, sudahlah. Maaf jika apa yang aku rasakan salah. Yang pasti, aku tahu kamu baik-baik saja. Buatku itu cukup.
Salam hangat,
Penikmat Kata
Perasaan
Aku sedang tak ingin bermain-main dengan perasaanku. Hatikulah kelak yang akan menjadi taruhannya.
Sepasang Senja
Kita adalah sepasang senja
yang semburatnya selalu di nanti
waktu seringkali tak berpihak
karena dengan cepatnya senja merangkak pergi
terusir oleh pekatnya malam
Kita adalah sepasang senja
hadirnya selalu ditunggu
namun cepat berlalu
sama seperti kenangan; usang kala semua berakhir
adakah senja yang selalu dinanti?
bahkan hingga gelap mencuri semburatnya.
Surabaya, 16 juli 2012
Kringgggg, sebuah surat untukmu
Dear Kamu,
Nggak tahu harus nulis apaan? Kata-kataku sudah hilang sebelum aku tuliskan padamu.
Satu kata saja...
Aku rindu
Salam Hangat,
Aku
Mencintaimu dengan sederhana
Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana
menjadi seseorang yang selalu ada
Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana
seperti arakan awan yang selalu setia pada langit
Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana
cukup dengan melihatmu bahagia
Kelak, aku ingin jemari kita bertautan di depan Tuhan
Kecewa
kenapa harus seperti ini?
Bahkan sebelum takdir membiarkan jemari kita bertautan
mimpi-mimpi kecil pun belum sempat kita jelang...
Salahkah aku?
Masihkah kau ragu?
Harus seperti apa aku bersikap?
Begitu kecilkah pengorbanan yang telah aku berikan.
Katamu cinta itu tanpa pamrih
Lalu, kenapa kau hitung semua apa yang telah aku lakukan?
Ah, sudahlah...
Sepertinya takdir ingin kita berlawanan arah
bukan beriringan
Biarlah rotasi ini menentukan jalannya
Jalanmu; jalanku.
Sudut
Berkali-kali aku melirik jam di pergelangan tanganku dengan gelisah. Sudah sejam aku di sini, sendiri.
Aku mengangkat cangkir kopiku yang panasnya telah menguap.. Getir, rasa itulah yang kini tertinggal di lidah dan juga –hatiku.
Setiap pintu resto ini terbuka, secara spontan pandanganku mengarah ke sana, tapi tak juga aku temukan sosoknya.
“Sudah siap pesan, Mbak?” seorang pelayan kembali menghampiri mejaku.
“Belum, Mbak. Saya masih menunggu teman,” ujarku.
“Baiklah, jika nanti sudah siap. Silahkan panggil saya,” ucapnya dan kemudian berlalu dari hadapanku. Sekilas aku mendengar helaan napas dari mulut sang pelayan.
Aku merogoh ke dalam tasku, mengambil sebuah cermin kecil. Aku memastikan tidak ada noda di riasanku kali ini. Aku ingin tampil sempurna di hadapannya nanti.
Makan malam kali ini semacam perayaan hubungan kami berdua, dan aku lebih suka merayakannya dengan sederhana. Tidak ada lilin, bunga-bunga atau pun kado mewah.
********
13 Februari 2012
Di sudut ini, pertama kali bertemu. Saat itu aku sedang asyik menikmati kesendirianku dengan sebuah buku di tangan. Dia datang tergopoh-gopoh. Tubuhnya basah kuyup terkena hujan, dan wajahnya terlihat kebingungan mencari tempat kosong.
Hari itu restoran ini sangat ramai, beberapa dari mereka lebih menunggu hujan reda. Entah apa yang membuatku berinisiatif untuk mengajaknya bergabung denganku.
“Hai, tempat ini kosong,” ujarku.
Dia menoleh ke arahku, aku menangkap sebuah keraguan dari raut wajahnya. “Silahkan, aku hanya sendiri,” ujarku sekali lagi.
Dia tersenyum dan duduk di hadapanku. Beberapa detik kami bertatapan, selanjutnya kami larut dalam sebuah pembicaraan panjang.
********
Aku masih saja terpaku, ketika lampu-lampu Kristal mulai dipadamkan. Perasaanku sedang tidak menentu. Sedih, marah, kecewa semua bercampur menghasilkan sebuah rasa sakit yang tak terbatas. Seberapa kuat aku menahan tangisku, nyatanya beberapa bulir air mata sudah mendesak keluar.
“Maaf, Mbak. Kami sudah mau tutup,” seorang pelayan menghampiriku.
Aku mendongak, “Bolehkah saya menunggu beberapa saat lagi? Mungkin dia sedang terjebak macet,” ujarku terisak.
“Baiklah, beberapa menit lagi.”
Sudut yang berbeda
“Wanita itu datang lagi?” bisik seorang perempuan muda
“Iya. Sejak tadi dia hanya terpaku. Entah siapa yang di nanti?” jawab seorang wanita di sampingnya.
“Sepertinya dia menanti seseorang, tapi kok aku nggak pernah melihat temannya, ya?” seorang pria yang baru datang menimpali.
“Entahlah. Aku kasihan melihatnya. Hampir setiap bulan, wanita itu selalu datang. ”
“Dia nggak gila kan?” Tanya wanita bertubuh tambun.
“Huss, jangan gosip yang aneh-aneh. Sepertinya dia baru saja kehilangan seseorang yang dia cintai. Sudahlah, ayo kita kerja lagi. Nanti Pak Budi marah.”
Tiba-tiba saja ruangan itu menjadi senyap.
Jenuh
Berungkali aku tepis semua rasa ini. Tapi, tetap saja menjejak dalam hatiku. Tak pernah aku pahami mengenai semua ini.
Aku mencoba mencari jawabannya, tapi tetap saja berakhir dengan rasa yang sama.
Aku jenuh; pada kamu.
Pria Peramu Kata (7)
Terima kasih telah mengijinkanku mengetuk kesunyian hatimu.
Terima kasih telah mengijinkanku bersandar sejenak di bahumu
Terima kasih telah membiarkanku mengulas senyuman di wajahmu
Terima kasih telah mengijinkanku menghapus semua dukamu
Salam Hangat,
Pengagummu
Pria Peramu Kata (6)
Kenapa aku mulai merasakan rindu padamu? Merindukan bagaimana sajak-sajakmu terangkai di Time Line. Aku suka tersenyum geli, saat pertama kali kita berkenalan.
Ah, aku keGR-an. Bukankah semua pria penyajak itu ramah dan idola wanita. Benarkah itu? Benarkah aku keGR-an, atas sikapmu.
Dan sekarang aku merindukanmu
Salam Hangat,
Penikmat Kata
Pria Peramu Kata (5)
Dear Kamu,
Apa kabarmu? Pasti baik-baik saja. Beberapa hari ini, aku pandangi Time Linemu penuh dengan kesedihan. Adakah sesuatu yang mengganjalmu.
Biasanya kamu orang yang semangat, tapi yang aku tangkap saat ini hanya kesedihan.
Aku tak suka, jika kamu seperti itu. Aku merindukanmu yang dulu; ceria. Aku kagum padamu, terutama sajak-sajakmu.
Tetap semangat ya!
Salam Hangat,
Pengagummu
Pria peramu kata (4)
Sudah sebulan ini aku mengenalmu lebih dekat. Bukan seperti pertama kali aku mengagumi hanya lewat timelinemu.
Ingatkah kamu tentang cerita-cerita yang biasa kita perbincangkan? Buatku kamu teman yang menyenangkan dalam berdiskusi, terutama soal tulisan. Darimu aku belajar banyak.
Bolehkah aku lebih mengenalmu lagi?
Salam Hangat,
Pengagummu
Surat Untuk Langit
Lang, apa kabar dirimu?
Adakah kau merindukanku?
Aku pulang. Sekarang jarak kita tidak lagi terbentang. Sebentar lagi aku bisa kembali menatap mata elangmu itu.
Ada banyak cerita yang ingin aku sampaikan kepadamu. Mau kah kau meluangkan waktumu? Aku ingin kita duduk di tempat biasa, taman kota dengan pemandangan langit lepas. Seperti namamu, langit.
Lang, tunggu aku ya.
Salam hangat,
Venus
Jodoh di tangan siapa?
Kemana…kemana..kemana? Aku harus mencari di mana?
Penggalan lagu dari Ayu Ting Ting di atas tiba-tiba menggelitik benak saya untuk menulis tentang jodoh. Kenapa tentang jodoh? Menurut saya, urusan mencari pasangan masih saja menarik untuk dibicarakan.
Di era modern ini, masih ada sebagian orang yang masih saja diributkan tentang urusan jodoh. Terutama yang masih dalam status melajang, saya salah satunya. Bukan bermaksud untuk curhat.
Saya adalah tipikal wanita yang menunggu. Artinya saya akan pasif menunggu hingga kelak pangeran impian saya datang menjemput saya. Memang terlihat akan menjemukan, tapi entah mengapa saya lebih nyaman menunggu. Bukanlah dalam agama juga telah disebutkan bahwa sebelum roh kita ditiupkan segala urusan jodoh, rejeki dan kematian sudah tertulis di dalamnya. Jadi, menurut saya tidak ada salahnya menunggu, mungkin saja saat ini Tuhan sedang mempersiapkan dia agar datang di waktu yang tepat.
Seorang teman pernah berkata pada saya, “Jodoh itu memang di tangan Tuhan, Mbak. Tapi kalau nggak dicari juga nggak bakalan datang.”
Pernyataan teman saya membuat saya sedikit berpikir. Mungkinkah Tuhan tidak menggariskan kita dengan ‘Siapa’ tapi lebih dengan pilihan kita sendiri yang kemudian disetujui oleh Tuhan. Karena kalau Tuhan memang telah mentakdirkan dengan siapa, lalu kenapa masih saja ada yang namanya cinta kedua, ketiga dan seterusnya. Bahkan saat kita sudah dalam bahtera pernikahan.
“Jadi, Temukanlah jodohmu, dan biarkan Tuhan yang mengaturnya”
Pria Peramu Kata (3)
Ku pikir semua yang terjadi di antara kita beberapa hari ini nyata? Nyatanya mimpi telah melibasku di tepiannya.
Kakiku lemah, aku tak sanggup berdiri bahkan untuk bangkit.
Ku pikir apa yang kamu katakan itu nyata? Nyatanya sekarang aku tertatih untuk kembali menata hatiku.
Adakah semua itu hanya permainanmu, yang ternyata harus aku yang menjadi korbannya.
Ah, cinta mengapa kamu menyapa. Jika, harus aku yang kembali tersakiti.
Adakah takdir turut serta?
Adakah?
Satu Kata Satu Rasa (Sebuah review)
Nama Buku : Satu Kata Satu Rasa
Penulis : Tody Pramantha
Publisher : Nulis Buku
Terkadang cinta dan kebahagiaan tidak selalu beriringan
Cinta itu seperti sekotak permen beraneka rasa
Satu Kata Satu Rasa adalah sebuah buku berisi kumpulan sajak. Sajak-sajak dalam buku ini lebih banyak menyajikan tentang kehilangan, kepedihan, dan kenangan.
Yang saya suka dari buku ini adalah diksinya yang sederhana tapi mampu membuat saya seolah berada di dalamnya.
Sang Penulis dengan piawai membuat kita terhanyut saat membaca lembar demi lembar, seolah kita sedang menikmati sekotak permen dengan aneka rasa. Merasakan sedih, jatuh cinta, atau tersenyum meringis.
"Maukah kau menjadi sepasang doa yang saling menjaga dimana detak nadimu dan hembus napasku melebur menjadi satu; --dalam ikatan cinta."
(Sepasang Doa-Satu Kata Satu Rasa)
Sepotong senja
Warnanya semerah pualam dengan semburat sinar
Senja datang lagi
kenangan akan dirimu kembali terekam
Ah, kenapa rindu ini kembali menelusup?
Rindu padamu yang bahkan bayangnya pun telah memudar
yang terputar hanya kenangan buluk, tanpa arti
Senja datang lagi
tapi tidak membawa sepucuk berita
bahkan sebersit kerinduan darimu
Senjaku ingkar
dia tidak lagi ramah padaku
Dengan cepat dia memudar dan meninggalkanku dalam kegelapan
Senjaku kini hanya menjadi sekeping kenangan
Sepotong senja yang pernah aku titipkan padamu
Pencuri hati
Belakangan ini entah kenapa benakku, melulu tentang kamu
Padahal kita pun belum saling bertautan secara nyata
Tanpa tegur sapamu rasanya sepi
Adakah kau curi hatiku?
Salam hangat,
Pengagummu
Sekeping Rasa
Kenapa hadirnya selalu menggelitik jiwaku
Rasa rindu berlompatan di dada
Hangat
Dan aku tersesat dalam rasa ini
Menelusur rindu
Aku tergugu di sudut malam
Ada perih melanda
Rindu mencengkeram hati
Aku rindu pada kamu
Tanpa peduli apakah kamu juga rindu
Biar rindu ini menelusur, dan bermuara pada orang tepat.
Jika itu bukan kamu, biarlah orang lain yang merasakannya.
Dear Kamu
Genap sebulan, hubungan yang kita rangkai telah berakhir. Entah mengapa, sampai detik ini aku belum bisa menghempaskan angan tentang dirimu. Ada rasa yang tertinggal.
Sekuat apa pun aku berusaha melepaskan semuanya, nyatanya bayanganmu masih saja menelusup sepi di benakku. Aku akui, sebagian diriku masih merindukanmu.
Aku harus bagaimana?
Beri aku cara untuk melupakanmu...
Salam Hangat,
Lagi-lagi merindukanmu
Sekeping mimpi
Tertatih menjalani mimpiku
Kamu yang dulu menjagaku
Tega merebut hatiku
Kini semua telah usai
Mimpi kecil pun pudar
Bersama bayangan punggungmu
Harus seperti apa diriku bersikap?
Jika kenangan ini tak mudah aku tepiskan.
Silahkan bawa kepingan hatiku. Kelak jika semua telah benar-benar usai. Kembalikanlah utuh padaku.
Melepaskan
Aku tertunduk, tak berani menatapmu. Tak ingin tangis ini tiba-tiba pecah.
"Jawablah.." Katamu lagi.
"Apa yang harus aku jawab. Toh ucapanku sudah tidak berarti lagi depanmu," aku masih tertunduk.
Kamu terdiam. Hening--tak satupun dari kita bersuara.
Aku menghela napas panjang. Dengan menahan tangis, "baiklah. Akhiri saja jika itu maumu.."
Kamu mendongak, menatapku lekat. Matamu mencari tahu kebenaran yang baru saja aku katakan.
"Segampang itu?" Tanyamu.
"Bukankah itu yang kamu inginkan? Lepaskan aku dan biarkan aku bebas."
Bingung
Benar-benar bingung dengan perasaanku. Sebenarnya aku lagi merasakan apa sih. Kadang kangen yang satunya, kadang kangen dia yang setiap hari ngobrol. Duh, nggak bisa fokus deh.
Entahlah ini tulisan apa :D
(Masih) Merindukanmu
Padahal semua kenangan itu sudah aku usir jauh.
Ah, racun apa yang kau berikan untukku?
Dan sekarang aku sakau tanpamu
Tolong berikan aku penawarnya
Agar tidak selalu merindukanmu
Gamang
Rindu pada dirimu yang pernah hadir mengisi hatiku
Harus seperti apa aku bersikap?
Jika, kamu pun tak mau lagi menengok ke arahku.
Ah, katamu kau akan tetap di sini untukku. Nyatanya saat aku butuh, punggungmu tak lagi menghadapku.
Kalau aku merindukanmu. Lalu aku bisa apa?
Nyatanya luka ini memang belum mengering.
Pria Peramu Kata (2)
Hai...!
Baik-baik saja kan?
Hmm..sebenarnya agak bingung juga mau menuliskan apa untukmu. Belakangan ini suka sekali berkunjung ke blogmu. Membaca semua untaian kata yang tertulis di sana. Dan ada banyak kegetiran.
Adakah hatimu terluka? Seperti semua tulisan-tulisanmu itu? Maaf kalau aku salah menyimpulkannya. Aku hanya penikmat kata yang hanya membaca tanpa mencari tahu makna yang tersirat di dalam.
Seperti yang aku bilang, aku suka dengan tulisanmu. Entahlah aku merasa terbius untuk berada di dalamnya. Dan, kamu berhasil membuatku ikut merasakan kegetiran itu.
Ah, sudahlah. tak perlu kau pedulikan apa yang aku tulis ini. Semoga kamu selalu sehat, agar aku bisa kembali menikmati semua tulisanmu
Salam Hangat,
Penikmat Kata
hempaskan
Perlahan ingin aku tepiskan semua rasa ini
rasa yang tidak mungkin akan berkembang
rasa ini tak akan pernah menjadi nyata
dan aku pun tak mau kembali ke luka lama
enyahkan saja riak-riak di hatiku
agar kelak tak ada lagi luka yang tertoreh untukku
Sakau
Aku terduduk sendiri menatap temaram senja
kenangan akan dirimu masih saja bercokol dalam ingatanku
Mungkinkah racun yang kau tinggalkan terlalu banyak
hingga tanpamu aku sakau
Date Impian
Eh, ini kenapa aku jadi pengen nulis soal date impian (efek kebanyak baca novel xixixi). Tapi, beneran sampai sekarang saya belum pernah ngedate (curhat).
Boleh dong saya sedikit mengkhayal.
1. Kalau nantu saya punya kekasih hati atau suami, pengennya ngedate di toko buku. Beli buku kesukaan masing-masing, seru kayaknya.
2. Ngobrol ngalur ngidul soal buku di taman. Seru kayaknya
3. Makan bakso
4. Duduk-duduk di ayunan
Ni, postinganku kok nggak jelas banget ya
Pria Peramu Kata
Dear Pria Peramu Kata,
Entah apa yang membuatku ingin sekali menulis selembar kekagumanku untukmu. Aku tidak pernah mengenal dirimu secara pasti. yang aku tahu tentangmu hanya tulisan-tulisan manismu yang selalu berseliweran di Time Lineku.
Aku kagum padamu. Kagum pada keahlianmu meramu kata. Kagum pada rangkaian kata di akun twittermu.Sederhana, tapi tepat mengena di hatiku. Lucu ya...
Rasanya ingin mengenalmu lebih dekat, tapi rasa malu ini menghambatku. Sudahlah mungkin lebih baik aku mengagumi di balik layar. Aku hanya akan menjadi penikmat kata. Penikmat sajak-sajakmu.
Salam Hangat,
Penikmat Kata
Untukmu, calon pemilik hatiku
Hai...!
Apa kabarmu? Baik-baik saja kan. Bagaimana kau melewati akhir pekanmu? Adakah sesuatu yang mengembirakan atau bahkan membuatmu kesal?
Tidakkan kamu ingin tahu akhir pekanku?
Akhir pekanku lumayanlah. Aku bisa istirahat lebih lama. Semalam juga berhasil menulis 2 halaman untuk novelku. Oh, ya. Aku belum cerita padamu bahwa aku suka menulis. Saat ini aku sedang menulis sebuah novel.
Tolong doakan, semoga aku bisa menyelesaikannya.
Kamu yang di sana,
Jangan lupa jaga kesehatan. Sesibuk apa pun pekerjaanmu, kesehatan tubuhmu tetap nomor satu.
Sudah dulu ya, aku mau lanjut nulis lagi.
Salam Hangat,
Calon tulang rusukmu
Mengapa?
Mengapa rasa ini masih saja menggelayutiku?
Apa yang terjadi dengan diriku?
Mungkinkah aku terlalu mencintainya?
Hingga aku masih terjebak dalam bayangannya.
Sungguh, rasa rindu ini tidak dapat aku bendung.
Ah, kenapa hanya aku yang merasakannya
Masih rindu
Kenapa rasa rindu ini masih saja bercokol di otakku? Kenapa sampai sekarang aku tidak bisa mengenyahkan kenangan kita.
Rasa dendam dan marah memang telah usai. Tapi tetap saja tidak serta merta bisa menghapusmu dan menganggap tidak terjadi apa-apa.
Apakah kau rasakan hal yang sama denganku?
Maaf, jika aku masih saja berputar di areamu. Karena apa yang terjadi di antara kita sudah melekat kuat.
Ijinkan aku sejenak untuk bersandar dalam kenangan ini.
Masih Saja merindukanmu
Mengapa rasa rindu ini masih saja bercokol dari ingatanku? Rekaman-rekaman kenangan indah di antara kita masih saja terputar di benakku. Mengenyahkan dirimu terlalu sulit untukku.
Rasanya semua rekaman tentangmu bergerak lambat di benakku. Aku ingin menikmati rasa itu sekali lagi.
Maaf, jika aku masih saja merindukanmu. Maaf, jika saja rasa ini masih belum bisa aku hilangkan dari pikiranku. Maaf, kalau aku masih mencintaimu
Salam Hangat,
Aku yang masih merindukanmu
Entah kenapa kenangan ini masih saja bercokol di hatiku
Dear Kamu
Pembicaraan kita semalam, membuatku merasa lega. Semua ganjalan yang selama ini bercokol di hatiku perlahan memudar. Mulai saat ini aku akan berusaha menerima semuanya. Menerima bahwa hubungan di antara kita tidak akan pernah lebih dari kata "aku dan kamu".
Mungkin benar, Allah mentakdirkan kita hanya untuk menjadi sepasang saudara, bukan sepasang kekasih yang sejak dulu aku impikan. Seperti yang pernah kamu bilang padaku, "Kamu harus mengejar mimpi panjangmu."
Terima kasih atas perjalanan indah kita. Semua ini tidak akan terhapus begitu saja. Aku percaya bahwa masih ada rasa yang tertitip di celah-celah jiwa kita.
Salam Hangat,
Aku
Akan aku simpan yang baik saja. Tentang kamu, tentang aku, tentang kisah Kita (Ari lasso-kisah kita)
Melepaskan
Aku berdiri tepat di belakang, untuk menyaksikanmu bahagia
Mungkin beberapa hari kemarin, aku masih belum rela untuk melepaskanmu. Bahkan untuk sekedar mengenyahkan kenangan itu. Waktu yang kita jalani cukup panjang. Dan, aku belum terbiasa denganmu
Kini aku siap kembali untuk melihat dunia luar. Walaupun hubungan kita tidak akan pernah bersama. Tapi, aku tahu bahwa masih ada rasa yang tertitip di relung kita masing-masing.
Mulai saat ini, aku akan melepaskan kenangan kita. Tapi, semua yang terjadi di antara kita berdua adalah kisah indah yang tidak tergantikan.
Mungkin Allah tidak menakdirkan kita sebagai pasangan hidup, tapi aku percaya bahwa Allah menakdirkan kita sebagai saudara
Semudah itu
Entah apa lagi yang harus aku katakan kepadamu. Rasanya semua terlihat sia-sia. Seolah-olah kamulah orang yang tersakiti. Kau buat semua seolah-olah akulah penjahat dan kamu adalah korban. Picik sekali jika kamu berpikir seperti itu.
Aku tahu jika yang aku lakukan padamu mungkin agak sedikit keterlaluan. Tapi, inilah caraku untuk mendapatkan kebenaran. Untuk apa aku harus menunggumu untuk bercerita? Jika kau saja semakin menjauh dariku. Kamu tidak pernah sadar bahwa sikapmu telah sangat menyakitiku. Kalau seperti itu tak bolehkah aku marah?
Yang bikin aku kecewa, tak satupun ada penjelasan. Tiba-tiba saja kamu memutuskan untuk mendepakku dari jalinan cerita yang kita susun bersama. Lebih menyakitkan lagi, kamu bersikap seolah itu bukan apa-apa. Dengan santainya kalian masih saja terhubung. Ah, itukah pria yang sangat aku cintai dulu?
Tak pernahkah kau sadari akulah yang kau sakiti. Engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari (Judika)
Salam Hangat,
Aku yang kau sakiti
rindu itu
Rindu ini masih tersimpan rapi dalam hati
Rindu ini masih tersimpan rapi dalam otak
Waktu pun tak sempat untuk membantuku menyampaikannya
Kamu yang telah pergi menjauh
Meninggalkan jejak luka yang membekas
Aku yakin semuanya akan baik-baik saja
Karena ku yakin rindu itu masih tersimpan di hatimu
Merindukanmu Sekali Saja
Mengenang semua kenangan yang pernah terukir di antara kita
Aku tahu kisah itu telah usang
Tapi, biarkan aku sejenak untuk membuka lagi memori masa lalu
Sungguh tak ada niatanku untuk kembali menganggu hidupmu
Aku hanya melintas untuk sekedar menitip rindu
Aku tahu rindu ini tak kan pernah ada artinya buatmu
Tapi, biarkan aku untuk merindukanmu sekali saja
Aku masih merindukanmu
Bagaimana tidak. Jejak yang terekam begitu lama tidak begitu saja dapat terhapuskan
Bayanganmu masih saja menyembul, menggoda untuk tetap diingat
Semua kenangan indah yang sudah lama membekas itu, tidak bisa dengan mudah untuk dihempaskan
Jangan pernah kau tanya bagaimana perasaanku saat ini
yang pasti, aku masih terluka untuk merindukanmu
Dialog Hati (Sebuah percakapan dengan hati)
Sebuah percakapan sederhana antara aku dan hati.
Kamu : Apa yang terjadi denganmu? Kenapa belakangan ini wajahmu sangat murung.
Aku : (Menghela napas panjang) Aku lagi patah hati. Kamu pernah merasakannya?
Kamu : Aku?? Pasti. Bahkan berulang kali
Aku : Bagaimana bisa? Kamu terlihat biasa saja.
Kamu : Tentu saja bisa. Semua orang yang jatuh cinta, kemungkinan besar pasti akan mengalami patah hati. Bahkan, ketika kalian sudah menikah kelak.
Aku : Jadi, setiap jatuh cinta. Kita harus bersiap untuk patah hati?
Kamu : Tidak hanya saat kita jatuh cinta. Setiap kita membuka diri kepada orang lain. bersiaplah orang itu akan menyakiti kita.
Aku : Hatiku sakit. Rasanya sama seperti ditusuk ribuan jarum.
Kamu : Aku tahu. Aku pernah mengalami hal yang sama denganmu. Tapi, jangan biarkan rasa sakit itu terus menggerusmu. Kamu boleh saja marah, sedih. Tapi, janganlah terlalu lama. Kamu harus bisa bangkit kembali.
Aku : Aku ingin dia juga merasakan sakit yang sama.
Kamu : Dia juga mengalami sakit yang sama denganmu. Tapi, mungkin saja dia tidak pernah menampakkannya. Percayalah, dia sama terlukanya denganmu.
Aku : Lalu, aku harus bagaimana?
Kamu : Maafkan dia. Biarkan hatimu sembuh dengan memaafkan.
Aku : Bolehkah, Aku masih merindukannya?
Kamu : Tentu saja boleh. Rasa yang tersimpan begitu lama memang tidak mudah untuk hilang. Perlahan, kamu pasti akan bisa melupakannya. Dengarkan aku, “Kejarlah mimpi panjangmu, maka dia akan merasa bahagia ketika melihatmu bahagia,” Dan itulah yang aku sebut dengan cinta sejati.”
Aku : Benarkah?
Kamu : Percayalah padaku
Cinta sejati adalah saat kau membiarkan orang yang kamu sayangi hidup bahagia
Dear Kamu
Aku tahu sekarang ini kamu marah, kecewa dengan semua yang telah terjadi. Aku pun juga merasakan hal yang sama.
Kamu tahu, betapa sakitnya hati ini ketika mengetahui semua itu. Kebohongan yang kau tutupi. Rasanya sama kayak ditusuk oleh ribuan jarum yang menancap tepat di jantungku.
Tidakkah kamu mengerti dengan perasaanku. Betapa aku harus menahan rasa perih melihatmu. Aku bertahan demimu.
Aku tahu bahwa tidak pernah ada kata "kita" di antara hubungan ini. Tapi, sedikit pun kamu tidak mencoba untuk memahaminya.
Sungguh aku tak ingin jalinan ini hancur dengan tidak baik. Bukankah dulu kita memulainya dengan baik.
Sudahlah, mungkin akulah yang terlalu berharap dan kamu tidak.
Kamu tidak akan pernah mengerti dengan perasaanku.
Salam Hangat,
Aku yang merindukanmu
Usai
Mimpi telah usang
Tertinggal kepingan rindu
Yang masih tertinggal
luka
Jalinan mimpi yang baru terajut indah tiba-tiba saja harus terurai
Luka ini kembali dalam
Menganga lebar
Aku terluka
Dan itu karena kamu
Lelah
Rindu ini sudah memuncak, tapi waktu tidak pernah berpihak untukku. Langit pun melarang pertemuan kita.
Berapa banyak lagi rasa rindu ini harus aku pupuk?
Masih butuhkah ribuan waktu untuk sekedar menyentuh ragamu?
Lelah...
Aku lelah menunggumu di sini.
Ketika Flu
Lidahku pahit, kepala masih pening. Kudu jaga kesehatan ni
Sejenak Saja
Sejenak saja, aku ingin berada di dekatmu
Sejenak saja, biarkan aku berada dalam dekapan mimpimu
Sejenak saja,
Waktuku tak akan lama
Mimpi kita
Masihkan janji itu tertinggal dibenakmu?
entah mengapa semua terlihat berbeda
kita tak lagi sama
aku merasakan jarak diantara kita kian jauh
sulit untuk aku menemukamu
Adakah kamu merasakannya?
Sebentar saja
Aku tahu semua ini hanya mimpi panjang
kelak jika aku terbangun, akan aku dapati duniaku yang sesungguhnya
Mungkin tidak pernah akan ada cerita tentang kamu
Semuanya akan hilang seperti terserap dalam pusaran air
Tak bolehkah aku sejenak bersandar di bahumu?
Menenggelamkan semua rasa yang menggelayuti mimpiku
Lelahkah kau dengan semua ini?
Sebentar saja
Jika kau sudah lelah, bolehlah kau tinggalkanku disini
Sekali saja
Menemaniku menikmati malam
Sekali saja dengarkan isi hatiku
Merintih rindu karenamu
Sekali saja, bisikkan kata rindu
Untuk menemani lelapnya tidurku
Sekali saja
Sebelum mimpi ini benar-benar berakhir
Luka
Aku tak pernah mengerti apa salahku. Tiba-tiba saja kau torehkan sebuah luka. Entah harus seperti apa aku harus bertahan. Jika luka yang kamu buat kian dalam.
Apa salahku?
Kenapa kau sakiti aku sedemikian hebatnya.
Bahkan aku tertatih untuk bangkit.
Sungguh teganya dirimu
Sudahlah
Adakah aku pernah menyakitiku? Hingga kau dengan sengaja menyakitiku. Kini aku mengerti tentang semua sikapmu kepadaku.
Haruskah aku katakan padamu, bahwa hatikulah yang paling tersakiti. Tapi apa pedulimu. Kau kan tak pernah menganggapku.
Sungguh aku lelah dengan semua permainan watakmu. Dan kebodohan telah mencemari benakku.
Pergilah, bawa semua mimpi-mimpi itu. Biarlah aku sendiri--menerima kekalahan ini.
Perih
Perih ini kembali menepi
membuat luka yang semakin dalam
dan kali ini tidak ada penyembuhnya
bodohnya aku
percaya akan semua omonganmu
Ketika Kegagalan Berbuah Sebuah Keberhasilan
Jika kamu berpikir bahwa kegagalan selalu membuatmu jatuh. Kamu salah.
Aku pernah jatuh, tapi sekarang aku bisa bangkit.
(Luphyta, 04-04-2012)
Seorang teman kemarin bertanya mengapa beberapa hari ini tidak ada tulisan baru di blog ini. Dan sekarang saya berusaha memenuhinya.
Siapa pernah gagal? Siapa yang pernah merutuki nasib yang kadang tidak selalu manis?
Jawabnya, saya.
Nggak percaya?
Percaya aja deh :D
Sepertinya saya pernah buat postingan juga mengenai betapa kecewa saya ketika 2x mengikuti tes jenjang S2 semuanya gagal total. Kalau gagal sekali itu wajar, lah ini sampai 2x dengan alasan yang menurut saya sangat subjektif.
Terus terang saat itu saya benar-benar kecewa, marah. Saya merasa punya kemampuan yang sama dengan orang lain, tapi entah kenapa 'mereka-mereka' itu hanya melihat kekurangan saya. Dangkal banget kan?
Saya sempat down dan tidak berani bercerita kepada kedua orang tua mengenai pendapat mereka tentang saya. Saya tidak mau kedua orang tua saya sedih.
Ternyata tidak selamanya kegagalan itu menyakitkan. Masih ada rencana dari Allah Sang Pencipta yang ternyata sangat -hebat. Saking hebatnya, saya bersyukur kalau dulu saya pernah gagal.
Semenjak nggak lulus tes S2, saya kembali menekuni dunia menulis, bertemu dengan orang-orang baru yang mempunyai passion yang sama. Mulai merencanakan menyelesaikan novel perdana, hingga akhirnya saya bisa menghasilkan sebuah kumpulan cerpen yang ditulis bertiga dengan kakak-kakak yang luar biasa.
Orang tua pun mulai menyibukkan saya dengan mengikutkan Les Bahasa Inggris. Di tempat les saya bertemu dengan teman-teman luar biasa, juga dengan guru yang membuat saya nyaman. Mereka tidak melihat kekurangan, mereka menilai semuanya positif.
Beberapa bulan kemudian saya pun diterima kerja di sebuah sekolah dengan mudah. Lagi-lagi saya dikelilingi orang-orang yang menghargai sebuah kemampuan. Mereka mendukung saya, bahkan juga beberapa wali murid.
Dan saya pun diberi kesempatan untuk mengikuti lomba guru berprestasi. Terus terang saya nggak percaya diri, soalnya merasa kemampuan saya biasa saja, nggak ada yang istimewa. Saat mengikutinya pun akhirnya pasrah.
Ketika masuk ruang ujian cuman bisa senyam-senyum. Pasalnya semua guru yang ikut usia di atasku. Aku merasa paling muda dengan pengalaman yang superminim.
Ketika pengumuman berlangsung, aku juga tidak pernah menyangka bahwa nama saya akan berada di urutan pertama dengan nilai tertinggi. Antara percaya atau tidak saya pun dengan berani melaju ke babak berikutnya.
Para pengawas pun sempta menertawakan saya, karena sertifikat yang dibawa terlalu sedikit, tapi ketika ada sebuah buku di dalamnya, mereka tambah kaget. Mereka bilang bahwa saya harus meneruskan hobby menulis saya, karena ini dapat menambah poin saya kelak ketika sertifikasi.
Saya pun berbangga hati bisa menempati urutan ke empat, sebab kata pengawas saya kalah hanya karena masa kerja saya yang masih sedikit.
Andaikan saat ini saya sedang kuliah S2, saya mungkin tidak akan pernah bertemu dan mendapatkan pengalaman yang luar biasa.
Surat kepada Langit
Dear Langit,
Sudah setahun rasanya aku pergi meninggalkanmu. Meninggalkan semua rasa kepadamu.
Seperti apa dirimu saat ini, Lang? Masihkah sama seperti setahun lalu.
Ada banyak cerita yang ingin aku sampaikan padamu, Lang. Maukah engkau mendengar jika aku kembali nanti?
Aku harap kamu adalah langit sahabatku yang dahulu.
Tanpamu
Jangan berhenti berjuang
aku di sini bersamamu
tanpamu aku tidak ada
kamulah cahaya penerangku
tanpamu aku lumpuh
tetaplah di sini bersamaku
tanpamu aku bukan siap-siapa
Menginspirasi melalui tulisan
Jika kau tak punya cukup uang untuk menguasai dunia. Menulislah, maka secara tidak langsung kamu telah menguasai dunia (Lupyhta, 2012)
Ketika membuat sebuah tulisan, tidak pernah terpikir dalam benak saya jika akhirnya tulisan saya dapat mempengaruhi atau bahkan sampai memberi inspirasi.
Buat saya, setiap tulisan yang saya buat adalah dari hati (bahkah curhatan hati). Mungkin inilah yang membuat beberapa pembaca saya ada yang berkomentar bahwa apa yang dia tulis sama dengan keadaannya. Wow..!
Sekali lagi terima kasih atas apresiasi terhadap hasil tulisan saya. Semoga tulisan-tulisan saya selalu bisa memberikan inspirasi untuk menjadi seseorang yang lebih baik.
MARI KITA TULARKAN KEGIATAN MENULIS
Aku menulis karena
Menulis sama dengan membuka semua panca indera, menulis membantuku untuk lebih peka terhadap sekitar (Lupyhta, 2012)
Dulu aku berpikir bahwa menulis hanyalah sarana sebagai pelepasan emosi yang seringkali mengacaukan hidupku. Dan, inilah juga salah satu alasan mengapa akhirnya blog ini aku bikin.
Seiringnya waktu. Semakin aku sering menulis, aku semakin merasakan kekuatannya. Buatku menulis sekarang adalah kebutuhan. Berhenti menulis sehari saja sudah membuat otakku penuh dan gila. Aku butuh pelampiasan untuk menuangkan ide-ide gila dalam hidupku, walaupun itu sekedar beberapa paragraf. It doesn't matter.
Aku sangat menikmati ketika jari-jemariku mengetik ribuan aksara, menguntai menjadi sebuah tulisan. Rasanya ketika menulis seluruh beban di dadaku menghilang.
Menulis ibaratnya minuman. Terlalu sedikit membuat pinggang sakit, terlalu banyak bisa buat muntah (ini logika saya loh :D)
So, kalau beberapa tulisan di blog ini lebih seperti sebuah curhatan. Tolong di maklumi :P
Sekali lagi, menulis membuatku lega.
kenangan
Masih terdengar gelak tawamu di seluruh kamar ini. Sekilas siluetmu yang sedang duduk di tepi ranjang sambil berceloteh tentang mimpi-mimpu berputar di kedua pelupuk matamu.
Aku masih merasakan kehadiranmu. Merasakan sentuhan lembutmu di tubuhku.
Aku merindumu. Merindukan bau shampo di sela-sela rambut basahmu.
Dan sampai sekarang aku belum rela untuk melupakanmu
sudahlah
Aku tak akan membuatmu susah
Dengan segala keinginanku
Lupakan saja semua mimpi kita
Karena tidak akan pernah ada kata 'satu'
Biarlah ini akan menjadi satu mimpi panjang
Ketika aku bangun semuanya akan terasa beda.
perih
Pada kamu yang semakin jauh
Rindu ini harus kemana
Sedangkan kamu tak tahu kemana
Haruskah aku sendiri
Dan kamu tidak perduli dengan semuanya
Cih, sedihnya aku
Karena harus menahan perih merindu
rindu
Haruskah aku memohonmu kembali, sekedar menemani rasa sepiku. Sungguh, hati ini tak sanggup.
Rindu ini masih tersisa untukmu.
Menulis dengan hati
Menulislah dengan hatimu. Temukan rasa yang tersembunyi di setiap rangkaian kata yang kau torehkan melalui jemarimu.
Buatlah semua orang terpukau, dan biarkan tulisanmu menguasai dunia.
Kritik adalah bumbu pedas yang akan membuat tulisan lebih berwarna. Editing adalah bagaimana cara mempercantik tulisan kita.
So, mari kita sebarkan semangat menulis bagi semua orang.
Karena dengan tulisan, karyamu lebih kekal.
Ada aku di sini
Ingatlah ada aku di sini
Ketika ada orang yang membencimu
Ingatlah ada aku di sini
Ketika semua orang mencibirmu
Ingatlah ada aku di sini
Sudah hapuslah air matamu
Jangan pernah kau takut
Ada aku di sini
Ketika semua orang meninggalkanmu
Ingatlah ada aku di sini
Ketika tak ada tempatmu untuk bersandar
Ingatlah ada aku di sini
Usahlah kau tangisi kepergiannya
Karena dia tak akan kembali
Ada aku di sini
Hanya ada aku di sini
Ketika semua orang tak lagi percaya padamu
Hargai Karya Orang Lain
Buat semua pembaca blogku. Saya tidak pernah marah jika ada dari kalian mengutip atau menyalin tulisan saya. Tapi, tolong sertakanlah nama atau link saya di bawahnya.
Bagaimana pun juga tulisan itu hasil karya saya.
Jika kalian ingin jadi penulis besar, mulailah dengan hal yang kecil. Bolehlah ide itu terinspirasi dari tulisan orang lain (saya juga nggak menyangkal banyak tulisan saya terinspirasi dari tulisan orang) tapi saya kemudian mengolahnya dengan sudut pandang yang berbeda. Jadilah, sebuah ide yang sama dengan rasa yang berbeda.
Jika ingin di hargai, hargailah orang lain
hidup itu
Tapi bukan untuk dibuat susah
Terus tersenyumlah
Meski hatimu sedang lara
Sudah hapus air matamu
Hadapilah cacian dengan senyuman
Hidup itu tidak mudah
Tapi bukan berarti tidak bisa dipermudah
Hanya butuh kerja keras
Dan juga hati yang tulus
Jangan pernah remehkan dirimu
Karena kamu tidak akan pernah tahu
Mungkin kelak kamu akan mengguncang dunia
Jadi tetaplah tersenyum
Meski ada yang tidak menyukaimu
1, 2, 3, 4
Jantungku berdegub kencang ketika di dekatmu
Dua...
Hati ini terasa sepi jika tidak bertemu denganmu
Tiga...
Aku cemburu pada wanita-wanita di dekatmu.
Empat...
Sepertinya aku telah jatuh cinta padamu
bumerang
Sejak peristiwa kemarin di caffe, mendadak aku malas ketemu dia. Bahkan beberapa telepon dan smsnya aku diamkan.
Sesekali dia memang harus di beri pelajaran. Biar dia mengerti bagaimana sebalnya hati wanita melihat tingkahnya itu.
###
Dan sekarang, setelah seminggu mendiamkannya. Malah aku yang merasakan rindu yang begitu gila, bahkan saking gilanya puluhan draft pesan singkat mendiami outboxku.
Sialnya lagi, ternyata dia mengikuti kemalasanku. Sampai sekarang dia pun tak menampakkan batang hidungnya.
Arrrrrrrghhhh, aku mengerang. Aku lempar foto dia yang tersenyum manis ke dalam kotak sampah, tapi belum dapat lima menit aku sudah kembali memungutnya.
Ternyata cinta mengalahkan semuanya
Hanya kamu
Hanya kamu yang selalu bisa membuatku tertawa tanpa beban
Hanya kamu yang bisa membuatku bersandar lepas di bahumu
Hanya kamu yang namanya selalu aku ingat dalam mimpiku
Hanya kamu...
Sebal
Aku menatap sebal pada pria yang tepat berdiri di depanku. Dan seperti biasa dia tidak terpengaruh dengan perubahan raut wajah yang aku tunjukkan. Datar--tanpa emosi.
"Hmm," erangku.
"Kamu marah?" Pertanyaan itu tiba-tiba meluncur dari mulutnya.
"Apa aku tidak boleh marah?"
"Tentu saja boleh, marah itu salah satu bentuk emosi yang harus dikeluarkan,"jawabmu. "Apa permasalahannya?" Tanyamu sambil melipat tangan di dada.
Arghhh..kenapa pria di depanku ini tidak merasa bahwa dialah sumber dari kemarahanku.
"Cari tahu sendiri." Aku pergi meninggalkan dia
Susah sekali membuat lelaki lebih peka
Berserakan
Semua rasa yang aku rasakan berserakan
Aku terlepas, terhempas
seketika itu aku dapati semua rasaku untukmu telah luruh
yang tersisa hanya kepingan kecil yang terkadang menyayat lebih tajam
kamu tidak pernah peduli dengan apa yang aku rasa
kamu tidak pernah peduli dengan apa yang aku inginkan
bahkan kamu tak tahu tentang semua perasaanmu padaku
Jika kau bertanya padaku
Aku harus bagaimana
karena aku sendiri tidak bisa menyakinkanmu untuk mengerti aku
Kamu tidak pernah tahu
Yang kamu tahu hanya memenuhi egomu saja
Kamu tidak pernah tahu bagaimana perasaanku
Yang kamu tahu hanya kebahagiaanmu sendiri
Kamu tidak pernah tahu seperti apa yang aku inginkan
Yang kamu tahu saat aku tersenyum saja
Kamu tidak pernah tahu berapa banyak air mata yang aku keluarkan
Yang kamu tahu aku harus selalu tersenyum saat dekatmu
kecewa
Ketika kau tak lagi ingin mempertahankan semua rasa
Kenapa harus aku yang melakukan?
Jika kau sudah tak ingin semuanya kembali
Segampang inikah caramu?
Sungguh aku kecewa
suatu sore
Layaknya semburat senja yang perlahan tenggelam gelapnya malam
Akankah ada sinar gemintang yang akan menggantiikan sedihnya malamku?
kamu
Kamu yang hanya mementingkan dirimu
Kamu yang menyebalkan
Dan kamu yang kerap membuatku menangis
Mengertilah tentangku
Aku tak butuh rayuan
Aku tak butuh hadiah
Yang aku butuhkan hanya kau mengerti aku
Bagaimana kau tahu
Kalau kau tak pernah bertanya padaku
Bagaimana kau tahu isi hatiku?
Kalau kau terlalu pengecut tuk bertanya
Bagaimana kau tahu isi hatiku?
Kalau kau terlalu takut untuk mendekatiku
Bagaimana kau tahu isi hatiku?
Kalau kau sendiri tidak paham dengan perasaanmu sendiri
Bagaimana kau tahu isi hatiku?
Kalau kau tak mencoba untuk menyatakan perasaanmu
*terinspirasi dari curhatan teman
Titipan
Ndri, Paman titip Ningsih ya. Soalnya kalau sekolah di Desa. Paling banter dia cuman jadi lulusan SMP. Kamu tahu kan kalau di desaku itu sekolah cuman sampe SMP aja,” pesan Pamanku–Rudi sebelum naik ke dalam kereta.
“Iya Paman, Insya Allah saya dan Mila akan berusaha menjaga Ningsih dengan baik.”
“Paman percayakan Ningsih sama kalian ya Ndri. Paman ingin Ningsih bisa jadi orang sukses yang taat pada jalan Allah seperti kamu dan Mila.”
“Insya Allah Paman, kami akan jaga Ningsih sebisa mungkin.”
“Ya, sudah kalau gitu. Paman berangkat dulu.”
“Hati-hati, Paman.
Sejak hari itu Ningsih, keponakanku itu secara resmi tinggal bersama kami.
Aku dan Mila adalah seorang pekerja kantoran dengan jam kerja yang lumayan sibuk. Kami berdua baru sampai di rumah menjelang malam, bahkan kalau lemburnya gila-gilaan bisa hingga dini hari. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kami susah untuk mendapatkan momongan. Sampai menginjak tiga tahun pernikahan, kami belum direstui untuk memiliki momongan.
Mengajak Ningsih untuk tinggal bersama kami adalah rencana awal dari Mila. Kata dia rumah ini terlalu sepi, dan kebetulan pamanku sedang mengalami kendala ekonomi untuk menyekolahkan anaknya. Akhirnya kami memutuskan untuk membantu menyekolahkan Ningsih.
****
Pagi-pagi benar, aku sudah siap-siap untuk berangkat kerja. Mila—istriku masih tertidur pulas. Aku tidak tega untuk membangunkannya, karena dia baru saja tertidur setelah lembur mengerjakan tugas-tugas kantor.
“Sarapan dulu, Pak,” Mbok Nah—asisten rumah tanggaku muncul dari dapur.
“Maaf Mbok, saya sudah buru-buru. Tolong nanti si Mbok bantuin Ningsih naik kendaraan umum ya, soalnya dia masih belum paham jalur-jalurnya.”
“Baik, Pak,” jawab Mbok Nah khidmad.
Aku pun dengan langkah terburu-terburu menuju di mana mobil kesayanganku terparkir.
****
“Pak, hari ini mbak Ningsih pulangnya malam. Pas saya tanya darimana, dia malah marah,” lapor mbok Nah saat aku dan Mila baru saja datang.
Belakangan ini pekerjaanku dan Mila sangat sibuk. Kami pun hanya sebentar di rumah kemudian kembali lagi ke kantor bahkan tidak jarang kami harus ke luar untuk ketemu klien. Kami hampir tak pernah bertemu Ningsih untuk sekedar menanyakan kabarnya.
Laporan dari mbok Nah sedikit meresahkanku. Ini sudah kesekian kalinya aku mendengar Ningsih pulang malam. Apa yang dilakukan gadis itu di luar sana.
“Ah, Ningsih kan sudah besar, Mas. Dia pasti bisa menjaga dirinya.” kata Mila saat kuutarakan kekhawatiranku.
“Ningsih…. Ning… Kamu sudah tidur?” Mila mengetuk kamar Ningsih.
Tak ada jawaban.
“Mungkin dia sudah tidur, Yang. Sudahlah, besok pagi saja kita coba bicara sama dia” ujarku sambil menggamit tangan Mila, mengajaknya ke kamar kami.
Tiba-tiba telepon rumah berbunyi. Aneh, jam segini ada yang menelpon.
“Halo.”
“Halo, ini Hendri? Ini paman, Ndri. Paman Rudi.”
“Wah iya paman. Ada apa menelpon malam-malam begini.”
“Nggak, aku cuma ingin menanyakan kabar Ningsih. Dia baik-baik aja kan? Ini lho tantemu khawatir, tiba-tiba kok kepikiran Ningsih katanya. Mana handphonenya nggak bisa ditelpon.”
“Baik paman. Sepertinya Ningsih sedang tidur. Saya dan Mila barusan pulang.”
“Ooo ya sudah kalau gitu. Besok pagi tolong suruh Ningsih telpon kami ya.”
“Oya Ndri, apa kamu tahu Ningsih ada masalah atau tidak? Belakangan ini sepertinya dia berubah. Seperti nggak suka kalau kami telpon dan sering marah. Nggak biasanya Ningsih begitu.”
“Ah, masa paman. Setahu saya Ningsih baik-baik saja kok. Saya dan Mila memang nggak bisa terus memperhatikan, tapi ada mbok Nah yang mengawasi Ningsih.”
“Ya wis Ndri, titip-titip Ningsih ya. Paman tahu kamu dan Mila orang sibuk, tapi tolong jaga Ningsih ya Ndri. Anak kampung pergi ke Jakarta, takutnya kenapa-kenapa. Apalagi di Jakarta banyak narkoba, pergaulan yang nggak bagus” pesan Paman mengakhiri pembicaraan kami.
Sudah 6 bulan Ningsih tinggal bersama aku dan Mila, selama itu mungkin benar-benar hanya dalam hitungan jari kami menghabiskan waktu bertiga. Tiba-tiba aku tercekat, kalau menjaga dan mengawasi keponakan saja aku tidak punya waktu. Bagaimana jika kelak kami punya anak sendiri, pikirku resah.
“Halo” sayup-sayup kudengar Mila menjawab panggilan di telepon genggamnya.
“Apa? Ningsih? Ini siapa? Di mana?” ujar Mila, panik. Aku segera bergegas menghampirinya.
“Ningsih, Mas. Ada di UGD rumah sakit Delima. Katanya over dosis narkoba. Itu tadi suster yang telepon. Ayo kita ke sana” buru Mila.
Kami bergegas menuju rumah sakit. Seribu penyesalan berkecamuk di benakku. Terbayang Ningsih terbaring tak sadar di rumah sakit, terngiang juga perkataan Paman saat meminta kami menjaga Ningsih.
Duh, Gusti. Kenapa bisa begini. Maafkan kami lalai menjaga titipanMu. Tak bisa memegang kepercayaan yang diberikan orang kepada kami.
Mila menangis tersedu di sampingku. Aku tahu dia memiliki penyesalan yang sama denganku. Dalam mobil yang kupacu kencang di tengah gelapnya pagi, aku cuma bisa berdoa. “Semoga belum terlambat. Semoga Tuhan berkenan memberikan kami kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan ini. Semoga Ningsih bisa diselamatkan.”
Cerita ini dibuat untuk #20HariNulisDuet oleh @alfakurnia dan @child_smurf
Lepaskan
Biarkan aku terbang menjauh darimu
Melepas semua rasa yang telah tercipta
Aku sadar rasa itu sudah terlanjur dalam
mengendap
menumpuk di dalam hatiku
Aku tahu ini susah
Lepaskan aku
karena aku tak mau menjadi yang kedua
Dalam Bayangan
Matahari masih setengah muncul—malu-malu. Sinarnya yang belum menyengat menilik lewat sela-sela jendela kamarku, hangat. Aku membuka mata. Refleks tanganku meraba-raba ruang di sampingku lalu bernafas lega. Lelaki itu masih ada di sana. Aku tolehkan kepala untuk melihatnya, dia terlihat masih lelap dalam tidurnya yang entah bermimpi apa.
Perlahan aku meringsut turun dari ranjang menuju dapur. Mengeluarkan dua mug bertuliskan ‘aku’ dan ‘kamu’
Aku mengisi teko dengan sedikit air dan kemudian memanaskannya sebentar. Sambil menunggu air mendidih, tanganku membuka dua sachet kopi instan kesukaanmu.
“Selamat pagi ucapku menyemangati diri sendiri sambil membuka jendela dapur. Hidungku mencium aroma wangi bunga Lili yang kelopaknya tampak segar, baru merekah. Potnya yang berwarna ungu tampak kontras dengan putihnya. Aku sengaja menaruh bunga lili itu di dekat jendela, agar dapur kami terlihat lebih hidup.
Aku mengikat rambutku, mengambil air yang telah mendidih; menuangkannya ke dalam mug yang telah aku persiapkan. Urusan menyeduh kopi pun telah selesai. Aku mengeluarkan wajan anti lengket, menyiapkan sarapan untuk lelakiku yang masih tertidur lelap.
Lelakiku adalah tipe rumahan, dan sarapan adalah sesuatu yang wajib untuk disediakan setiap pagi. Hmm..sepertinya nasi goreng cukup sempurna untuk sarapan pagi ini. Sambil bersenandung kecil, aku menyelesaikan acara memasakku.
Tak berapa lama kemudian aku sudah keluar dari dapur membawa dua buah piring nasi goreng yang masih mengepul. Aku menata meja mungilku. Meletakan dua buah piring nasi goreng dan dua gelas kopi yang asapnya masih mengepul. Saatnya membangunkan dia.
“Sayang, sarapan yuk,” panggilku sambil membuka tirai-tirai yang masih menutupi kamar kami.
“Hmm…” hanya gumaman yang keluar dari mulutnya. Matanya tetap terpejam, dia menggeliat. Ah, seperti biasa lelakiku memang manja.
Aku menghampirinya, menepuk pundaknya sekali lagi, “Yank, bangun yuk.” Dia diam tak menjawab. Gemas dengan tingkahnya aku semakin maju untuk mendekatinya, dan tiba-tiba..
Dia membuka mata—tersenyum dan merengkuhku dalam pelukannya yang kokoh.
“Aku masih ngantuk,” jawabnya sambil memelukku dengan erat.
Aku merona, jantungku berdegub kencang. Ingin aku mengelak dari pelukannya, tapi percuma karena dia semakin merengkuhku dalam dadanya. Tiba-tiba dia membuka mata, mengecup bibirku dengan perlahan sambil berbisik, “Selamat pagi matahariku.”
Sayup-sayup terdengar suara pintu di ketuk. Dengan malas aku bangkit dari dada lelakiku sambil menggerutu.
“Cepat bangun, nanti sarapan dan mochacino favoritmu keburu dingin,” ingatku untuk kesekian kali padanya sambil merengut dan berlari ke pintu.
Siapa gerangan yang bertandang sepagi ini?
Sambil membuka pintu, sudut mataku menangkap lelakiku bertelanjang dada melangkah malas menuju ke dapur. Senyumku terbit melihat tingkahnya.
****
Pintu terbuka, senyuman lebar khas Ama, sahabatku, tersuguh sehangat mentari. Di tangannya sekeranjang apel tampak ranum bertumpuk. Ku ambil sebuah yang paling atas dan beranjak masuk meninggalkan Ama di belakang. Sahabatku ini tak perlu dipersilakan, rumah ini seperti rumah keduanya.
Benar dugaanku, di belakangku, pintu berdebam tertutup dan suara Ama terdengar menggerutu “Tuan rumah macam apa yang tidak mempersilakan tamunya masuk sehabis merampok apel yang dia bawa, tidak benar ini"
:Gumaman Ama terhenti seiring dengan hidungnya yang kembang kempis. “Hey, Sya. Bau enak ini, haaseeekkk nasssii goreeeeng . Tanpa basa-basi dia menghambur ke dapur, melibasku yang terjengkang selangkah ke belakang.
Sialan" teriakku sambil tertawa.
Mataku mencari-cari sosok lelakiku, tidak ada. Ah, mungkin dia sedang di kamar mandi membersihkan dirinya terlebih dahulu. Sambil sibuk mengunyah apel yang tinggal separuh, ku towel pipi Ama
"Ma, tunggu sebentar. Makannya bareng-bareng aja" ucapku sambil mengedipkan mata. Gerakan Ama menyendok nasi goreng ke piringnya terhenti di udara
“Eh, kamu nunggu teman ya. Okey deh, aku cuma mau icip aja" sesendok besar nasi goreng masuk ke mulutnya. Matanya yang terpejam-pejam keenakan tiba-tiba tertahan pada dua cangkir mochacino hangat yang kuletakkan di ujung meja, alisnya berkerut. Diletakkannya sendok ke piring sambil memandangiku, mulai heran
"Sya, kamu sama sapa? Ada yang nginap di sini ya ?
Aku menggeleng.
“Lantas kopi ini buat sapa? Kok ada dua begini?" tanya Ama heran.
Buat Satria, jawabku dalam hati. Ama gimana sih. Masak sama status teman sendiri lupa.
"Sya, kok malah bengong sih?” Ama memanggilku.
"Hah?" jawabku kaget.
"Tu, kan malah melamun. Sini..duduk yuk kita sarapan."
Aku menarik kursi--duduk di depan Ama yang sedang lahap dengan nasi goreng dihadapannya. Aku diam--memandang makanan di depanku. Ada rasa tidak rela melihat Ama menghabiskan makanan yang telah aku siapkan untuk lelakiku.
Kemana sih, kok dia belum muncul juga? Jangan-jangan dia tahu bahwa ada Ama. Maaf ya sayang, aku tidak tahu bahwa Ama akan datang sepagi ini dan merusak sarapan kita.
"Sya, kok nggak dimakan? Kamu kenapa sih?."
"Nggak apa-apa. Aku BT sama kamu. Pagi-pagi sudah ngerampok makanan orang," jawabku sebal.
"Aku tadi telp, hapemu nggak aktif. Ya, sudah kamu aku kesini saja,” Ama member penjelasan dengan nada tidak jelas.
"Baterenya lowbat, lupa di charge," jawabku sambil menyesap mochanino di hadapanku.
“Astaga, Sya. Jadi kamu nggak rela kalau makanan ini aku makan?"
Aku menggeleng.
Makanan itu bukan buat kamu tapi buat Satria.
"Sya, jangan bilang kalau makanan ini kamu siapkan buat...?" Ama tidak melanjutkan kata-katanya
Aku mengangguk.
Air mata mulai berhamburan dari kedua pelupuk mataku. Ama diam sambil mengenggam tanganku dari seberang meja. Bibirnya terkatup rapat.
Tangisku semakin menjadi, hangatnya genggaman Ama menamparku telak, membangunkanku dari mimpi. Tiba-tiba hatiku seperti diremas oleh ribuan tangan, sakitnyaa tidak tertahankan. Sakit yang sama ketika aku mendengar tentang kecelakaan Satria. Dan rasa sakit yang sama ketika aku terjerembab di atas pusara bertanah merah bertuliskan namanya.
Sakit ini tidak bisa kau bahasakan. Hatiku ternyata tidak pernah benar-benar bisa melepaskannya.
Ya…Satria sudah tiada.
Di sudut sana foto Satria tersenyum manis sedang memandangku dari kejauhan.
In the arms of the angel,
Fly away from here,
From this dark,cold hotel room,
And the endlessness that you feel
You are pulled from the wreckage,
Of your silence reverie.
You're in the arms of the angel,
May you find some comfort here.
(Angel-Sarah Mclean)
Hasil Tulisan duet antara @child_smurf dan @alithdqueen
Dear Imajinasi
Berbaik-baiklah denganku malam ini. Aku sungguh-sungguh membutuhkanmu malam ini untuk melengkapi cerita yang siap aku tuliskan dalam bukuku.
Aku tahu ini memang berat, tapi aku akan terus mencoba. Membuat semua impian ini menjadi sesuatu yang bisa aku capai.
Aku tahu, karyaku masih jauh dari sempurna. Tapi, setidaknya ijinkan aku sejenak untuk menyelesaikannya