Resolusi 2015

Resolusi 2015

Kalau ada yang tanya, "apa yang ingin kamu capai di tahun 2015?"

Jawabannya: Menikah

Yes. Saya ingin menikah tahun 2015 nanti. Kalau Allah mengijinkan untuk bertemu belahan hati saya.

Saya seringkali membayangkan seperti apa wajahnya? Seperti apa dia? Mungkinkah dia lelaki yang kerap kali hadir di mimpi. 

Mungkin.

Tidak ada yang pernah tahu dengan takdir. Segala kehendak kembali lagi ke Maha Sang Pencipta. 

Semoga resolusi ini seperti sebuah doa. Kelak akan akan tercapai di kemudian hari.

Kamu,

Calon imamku. Di belahan dunia mana kita akan bertemu?

Cerita tentang hujan (6): Tidak berjalan sempurna.

Cerita tentang hujan (6): Tidak berjalan sempurna.




Jam digital di laptopku menunjukkan pukul 01.30. Jam istirahat di kantor baru saja usai. Beberapa karyawan sudah kembali ke mejanya masing-masing, termasuk sekretarisku.
Aku sendiri tengah membereskan barang-barangku dan bersiap pergi. Aku sengaja menunda makan siangku dan menyelesaikan semua pekerjaanku lebih awal. Ada janji yang harus kutepati dengan seseorang.
Aku tersenyum. Seseorang gadis tanpa nama membuat beberapa hariku berubah. Biasanya aku dikenal orang yang gila kerja dan baru pulang sehabis magrib. Kini, aku lebih memilih pulang lebih awal. Setelah sebelumnya aku memastikan jadwalku pada Riska.
Sambil bersiul aku merapikan mejaku, mematikan layar komputer, dan yang terakhir menyambar tas kerjaku. Bersiap pergi.
Pintu terbuka. Damar masuk dengan tatapan heran. Lelaki berpotongan tentara yang mengenakan kemeja biru laut dengan bawahan hitam itu duduk pinggiran meja kerjaku sambil bersedekap tangan. "Lo mau cabut?"
"Ada urusan." aku beringsut dari kursi. Menenteng tas kerjaku, mengabaikan tatapan tajam dari Damar. "Gue udah bikin rancangan untuk butik bu Vera. Kamu minta sama Riska."
"Kemana?" Damar berdiri, mengikuti dari belakang.
"Gue bukan pacar lo yang harus laporan." 
Aku melambaikan tangan meninggalkan Damar.

Cerita tentang hujan (4): Aku menyebutnya takdir

Cerita tentang hujan (4): Aku menyebutnya takdir




Aku merenggangkan kedua tanganku ke udara, dan menggerakkan kepalaku ke kanan dan ke kiri. Mengurangi rasa kaku di kedua pundakku. Seharian ini yang kulakukan adalah menatap layar komputer yang menampilkan foto-foto yang bergerak lambat. Aku tersenyum puas menatap hasil karyaku. Sebuah film berisi rangkaian foto yang telah kupilih sedemikian rupa hingga membentuk sebuah cerita. Pekerjaan yang sering kulakukan di saat senggang.

Aku suka memotret. Tidak ada keahlian khusus. Aku suka mengabadikan gambar apa pun. Buatku selama gambar itu menghasilkan cerita. Aku akan mengabadikannya dengan lensaku. Tapi, sayangnya aku tidak ingin disebut fotografer karena aku melakukannya untuk senang-senang.

Aku beringsut dari kursiku, berjalan ke dapur, membuka lemari es dan mengeluarkan kotak susu coklat dari dalam sana. Kemudian, menjatuhkan tubuhku di sofa dekat jendela. Aku meneguk langsung susu coklat itu dari kotaknya sembari melihat keadaan di luar dari jendela apartemenku yang besar.

Di luar, langit masih berwarna abu-abu. Bahkan, aku masih bisa melihat rinai hujan bertaburan dari langit dan tempiasnya yang membuat kaca di apartemenku mengembun. Akhir-akhir ini cuaca benar-benar tidak stabil. Sebentar panas, sebentar hujan. Dan, itulah yang membuatku malas beranjak dari apartemenku. Aku tadi sudah menghubungi Ratri --sekretarisku. Mengabarkan padanya bahwa aku tidak datang ke kantor hari ini.

Sampai pandanganku tertubruk pada payung berwarna merah manyala yang teronggok di dekat lemari.  Aku berjalan mengambilnya.  Payung itu nampak berdebu. Sepertinya seseorang sudah meninggalkannya di sana. Aku membersihkannya dengan kedua tanganku, meraba permukaannya dengan lembut.

Cerita tentang hujan (1)

Cerita tentang hujan (1)


Pernahkah kamu tahu bahwa setiap kali hujan turun ada banyak rindu yang ditaburkan dari langit?
Dulu, aku menganggap hujan adalah gejala alam biasa. Tak ada yang istimewa dari peristiwa hujan turun. Itu hanya ribuan tetesan air yang berjatuhan dari langit. Yang kemudian menyisakan genangan air di mana-mana.
Aku tidak sepenuhnya benci hujan, hanya saja langit gelap dan udara dingin menjelang hujan turun menjadikan suasana muram. Semuram air mukaku saat ditolak cinta pertamaku. Rasanya hari itu semua warna menjadi abu-abu.

Lalu, semuanya berubah.  Siang itu, aku baru saja selesai mengambil beberapa gambar ketika menyadari langit di atas kepalaku hitam pekat. Aku bergegas menyimpan kamera yang tergantung di leherku, lantas lekas berteduh sebelum awan pekat itu memuntahkan isinya.

Sial, belum sempat aku sampai di cafe seberang jalan, hujan turun dengan sporadis. Butiran air itu menimbulkan rasa sakit saat menyentuh permukaan kulitku. Yang ada dalam benakku bagaimana membuat kamera dalam tas punggungku aman. Aku berlari cepat, berteduh di bawah kanopi sebuah toko alat tulis yang sudah tutup. Segera kubuka tas punggungku. Memastikan kameraku baik-baik saja. Aku bisa bernapas lega mengetahui kameraku tak tersentuh air hujan.

Jika

Jika

Jika,terbang tinggi membuatmu lelah
Maka, merendahlah supaya kamu bisa melihat dunia lebih dekat

Jika, duniamu terlalu gelap
Maka, nyalakanlah sedikit cahaya supaya kamu bisa melihat dunia lebih jelas

Jika, beban hidupmu terasa lebih berat
Maka, berbagilah dengan rekan sekitarmu supaya lebih ringan

Jika,  berbicara membuatmu kesulitan
Maka, tulislah apa yang ingin kamu sampaikan supaya semua orang tahu isi kepalamu

Jika, menulis membuatmu kesulitan
Maka, teriakkanlah suara hatimu supaya semua orang bisa mendengarnya


"Percayalah tak ada yang sulit di dunia ini ketika kamu mau berusaha"


Going 30

Going 30

Selamat datang umur 30

Alhamdulillah, saya diberi kesempatan menyentuh umur 30 tahun. Sebuah pencapaian hidup yang cukup panjang. Ada banyak cerita, lika-liku dan sandungan yang mewarnai perjalanan hidup semuanya terajut dalam sebuah cerita yang kelak akan saya bagikan kepada anak dan cucu.