Cerita tentang hujan (1)


Pernahkah kamu tahu bahwa setiap kali hujan turun ada banyak rindu yang ditaburkan dari langit?
Dulu, aku menganggap hujan adalah gejala alam biasa. Tak ada yang istimewa dari peristiwa hujan turun. Itu hanya ribuan tetesan air yang berjatuhan dari langit. Yang kemudian menyisakan genangan air di mana-mana.
Aku tidak sepenuhnya benci hujan, hanya saja langit gelap dan udara dingin menjelang hujan turun menjadikan suasana muram. Semuram air mukaku saat ditolak cinta pertamaku. Rasanya hari itu semua warna menjadi abu-abu.

Lalu, semuanya berubah.  Siang itu, aku baru saja selesai mengambil beberapa gambar ketika menyadari langit di atas kepalaku hitam pekat. Aku bergegas menyimpan kamera yang tergantung di leherku, lantas lekas berteduh sebelum awan pekat itu memuntahkan isinya.

Sial, belum sempat aku sampai di cafe seberang jalan, hujan turun dengan sporadis. Butiran air itu menimbulkan rasa sakit saat menyentuh permukaan kulitku. Yang ada dalam benakku bagaimana membuat kamera dalam tas punggungku aman. Aku berlari cepat, berteduh di bawah kanopi sebuah toko alat tulis yang sudah tutup. Segera kubuka tas punggungku. Memastikan kameraku baik-baik saja. Aku bisa bernapas lega mengetahui kameraku tak tersentuh air hujan.



Dalam hati aku memaki cuaca yang tiba-tiba berubah dan membuatku terkurung dalam kesendirian dengan suasana muram. Namun, aku salah. Ketika kepalaku menoleh, aku seakan menemukan keajaiban. Waktu seakan berhenti berputar dan membekukan pandanganku. Di sana, seorang gadis mengenakan jas hujan berwarna merah seperti yang sering kulihat di film-film barat sambil memegang payung berwarna sama. Kulitnya seakan berkilau teriluminasi lampu penerangan jalan. Salah satu tangannya terulur ke depan, menadah air hujan. Aku terpana. Gadis itu seperti malaikat.

Sepertinya Tuhan mendengar isi hatiku. Gadis itu menoleh ke arahku. Dia nampak terkejut, tapi sebuah senyum di bibirnya disunggingkan kepadaku. "Terjebak hujan?"
"Ha? Iya...." aku tergagap. Tanganku refleks menggaruk kepalaku yang tak gatal. Beginilah responku kalau gugup. "Cuacanya sedang tidak stabil," balasku dengan senyuman kecil di bibirku.

"Aku suka hujan turun," katanya. Gadis itu berjalan ke arahku. Dari tempatku berdiri, aku bisa melihat kulitnya yang pucat terbungkus sweeter abu-abu di balik jas hujannya.

"Hujan bikin suasana muram," ucapku sambil menggosokkan kedua tanganku, menghalau rasa dingin yang mulai menyerang.

Gadis itu memulai senyum di bibirnya. "Kamu salah. Hujan itu mengantarkan kerinduan dari langit." 

"Rindu?" aku mengernyit. 

Gadis itu mengangguk. "Suatu hari, saat hujan turun. Kamu akan mengingat pertemuan pertama kita."

Gadis satu langkah di depanku. Dia mengulurkan tangannya untuk memayungiku. "Kurasa hujan masih akan turun lama. Bagaimana kalau aku mengantarmu sampai depan sana."


***

0 COMENTÁRIOS

Post a Comment