Lelaki itu datang lagi. Kali ini dia mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna biru laut dengan bawahan celana cargo berwarna dongker. Rambutnya diberi gel lalu dibentuk jambul ke depan. Dia sungguh manis.
Seperti biasa lelaki itu selalu duduk di sudut dekat jendela. Seakan menunjukkan bahwa dia ingin menjauh dari keramaian.
Aku membetulkan celemekku sesaat sebelum menyambar buku menu dan berjalan menghampiri lelaki itu.
"Mau pesan?" Tanyaku sambil memegang kertas pemesanan.
"Expresso,"ucapnya tanpa tersenyum.
"Baik ditunggu." Aku menyunggingkan senyuman ramah.
Lelaki itu menatapku dingin, kaku.
****
"Dia datang lagi?" Bisik Robi.
Aku mengangguk. "Pesanannya pun selalu sama Exspresso."
"Lelaki yang aneh. Pesan kopi tapi nggak pernah diminum," timpal Bowo yang sedang membuat pesanan lelaki itu.
Aku mengedikkan bahu. "Biarkan saja. Dia kan pelanggan kita."
"Rie. Kamu yang antar ya."
Aku mengambil baki dan meletakkan secangkir exspresso yang masih menepul. Lalu, membawanya ke meja nomor 16.
"Ini pesanannya." Aku meletakkan cangkir itu di hadapannya. "Silakan dinikmati."
Lelaki itu tak merespon apa yang kukatakan. Tatapannya hanya mengarah pada sebuah foto yang sudah usang.
Lelaki yang tampan. Tapi, sayang tak bisa melupakan kenangan.