"Pak, gimana berminat dengan tawaran saya?”
“Saya pikir-pikir dulu deh, Pak.” Ujar Budi dengan nada bimbang.
“Nggak usah banyak dipikir, Pak. Sampeyan percaya saja sama omongan saya, dijamin Bapak nggak bakalan rugi.” Lelaki berjaket hitam itu kembali berbicara.
“Nanti Bapak saya hubungi lagi deh, saya mesti koordinasi sama istri dulu.”
“Ya, sudah. Kalau nanti Pak Budi berubah pikiran. Segera hubungi saya, karena penawaran ini hanya khusus saya berikan pada orang yang saya kenal.”
Pria berjaket hitam itu pun berlalu, meninggalkan Budi dengan penuh kebimbangan.
*****
“Bu, bapak bisa ngomong sesuatu?”
“Ngomong opo to, Pak? Kok pake ijin segala,” ujar istrinya yang sedang asyik menikmati tayangan sinetron di TV.
“Ibu tahu Rudi kan?”
“Rudi yang rumahnya di ujung jalan itu ya? Memangnya kenapa dengan dia, Pak?” ujar bu Tari dengan pandangan mata tetap ke arah TV.
Budi geleng-geleng melihat sikap istrinya, sejak tadi diajak bicara, tapi pandangan matanya masih tertuju ada layar TV.
“Rudi nawarin kerja sama.”
“Kerja sama dalam bentuk apa?” Tari menoleh ke arah suaminya.
“Investasi dengan modal kecil, tapi hasilnya menggiurkan, Bu. Rudi aja gara-gara ikutan investasi itu bisa beli sepeda motor nggak pake kredit,” dengan semangat Budi menjelaskan pada istrinya.
“Bapak yakin mau ikutan? Kok sepertinya agak nyeremin, Pak,” ujar Tari khawatir.
“Ibu tenang saja, Rudi itu bisa dipercaya kok. Lagian modalnya nggak banyak-banyak amat,”
“Tapi, sepuluh juta bukan uang sedikit, Pak. Sebentar lagi Dio mau masuk sekolah loh,” Tari mengingatkan suaminya.
“Ibu, yakin deh sama bapak. Pokoknya uang itu pasti kembali dan masih bisa buat uang sekolah Dio nantinya.”
“Terserah Bapak ajalah, Ibu nggak ngerti soal begituan. Ya, sudah Pak. Ibu mau tidur dulu sudah ngantuk,”
Sepeninggal istrinya Budi tersenyum-senyum. Dengan semangat dia mengambil telepon genggamnya dan menekan sebuah nomor.
“Aku jadi ikutan, besok uangnya aku kasih.”
*****
Seminggu Kemudian
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar servis area. Silahkan menghubungi kembali nanti.
Berkali-kali Budi mencoba menghubungi nomor yang tertera di kertas yang sedang dia genggam, tapi jawabannya tetap sama. Nomor itu tidak bisa dihubungi.
Cemas mulai menghantuinya, sudah seminggu ini dia berusaha menghubungi Rudi. Nyatanya nomor Rudi tidak pernah aktif.
Budi ingat akan janji Rudi yang segera menghubunginya ketika bisnis yang mereka sepakati berhasil, nyatanya sampai hari ini janji itu tak kunjungi ditepati.
Beberapa kali Utari menanyakan perihal uang itu, tapi Budi selalu mengatakan bahwa uang itu aman dan akan segera kembali. Budi tidak pernah menceritakan kepada istrinya bahwa dia sedang kesulitan mengontak Rudi.
Sekali lagi dia mencoba menghubungi nomor Rudi, hasilnya nihil. Nomor itu tetap tidak aktif. Dengan perasaan gelisah Budi berinisiatif untuk mendatangi rumah Rudi.
Belum juga sampai di depan rumahnya, seluruh persendian Budi melemas ketika diam mendapati sebuah plang kayu bertuliskan.
Rumah dijual.
Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dia katakan pada istrinya. Dalam hati dia merutuki kebodohannya yang begitu saja percaya pada Rudi.
Proyek: Writer Challenge