Ketika hatimu dipatahkan, bukan berarti mematahkan kepercayaanmu terhadap cinta
Seorang Wanita di atas atap
Seorang wanita di atas atap,
Menatap kosong ke depan
tanpa memperdulikan angin yang mempermainkan ujung anak-anak rambutnya
dan, ujung gaun berbunga yang melambai-lambai
Seorang wanita di atas atap,
Mata bulatnya meredup, saat langit memerah bersemu lembayung
Menyisakan kesepian di sudut perigi matanya yang telah mengering
Seorang wanita di atas atap,
Dengan senyum kecil mendongak ke langit
menghitung berapa banyak bintang yang tak berpendar
seperti bintang yang dulu berkelip di dalam bola matanya
Seorang wanita di atas atap,
Di dada kirinya, kenangan masih saja mengaduh
Rindu masih kerap kali mengetuk
namun, cinta tak juga kembali
Seorang wanita di atas atap,
Masih saja berharap, cintanya yang telah pergi akan kembali
Gambar dari sini http://favim.com/image/665823/
Suatu Masa
Suatu masa, sepasang kaki kita pernah berjalan beriringan
Bersama, menggapai mimpi
Suatu masa, jari-jemari kita pernah bertautan
Memintal janji untuk tidak saling melepaskan
Suatu masa, bibir-bibir kita pernah saling berpagutan
Menukar ribuan aksara, dan kecupan hangat
Hingga, akhirnya terpelanting pada suatu masa
Sepasang kaki yang tak lagi berjalan beriringan
Genggaman tangan yang mulai melonggar
Bibir-bibir yang membungkam
Dan, dua punggung yang saling mengadu
Pada suatu masa, kisah kita hanyalah kenangan
Seulas Kerinduan
Malam ini, kerinduan kembali menjejaki sudut kecil di dadaku
Menyesaki setiap aliran darahku dengan benakmu
Berkali-kali namamu bergaung di setiap detak jantungku
Wahai Tuan,
Mengapa hanya aku yang merasakannya?
Mengapa kau tak juga tersiksa dengan aliran rindu yang terkadang denyutnya sempat menggantikan detak jantungku --sendiri?
Mengapa hanya aku yang mencandukan kerinduan?
Mengapa bukan kamu yang tersiksa untuk merindukanku?
Wahai Tuan,
Mengapa rindu ini selalu mendesak untuk segera digenapkan?
...dan lagi-lagi waktu mematikan segalanya
Rindu yang Mengabu
Engkaulah daun rindu, berguguran satu demi satu luruh di berandaku, menjelma sunyi yang paling bisu pada jingga senjaku.
Pada rona senja, kita bicara dengan kesunyian yang bertelanjang dada, entah berapa lama rindu mampu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?
Pada senja, kita bicara dengan sepi yg bertelanjang dada, entah berapa lama rindu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?
Lalu, segala doa luruh bersama senja yang mulai mengabu, lirih dari tangis pesakitan rindu yang belum tertuntaskan.
Note:
Buat kamu yang sudah ku paksa menulis puisi, terima kasih ya.
(pria senja)
Seribu Kunang-kunang
Ini kisah tentang seribu kunang-kunang
Di mana sinarnya berpendar menghiasi cakrawala
Menyinari langit pekat tak berbintang
Ini kisah tentang seribu kunang-kunang
Di mana ada aku dan kamu di dalamnya
Seperti kisah roman-roman tak berjudul
Ini kisah tentang seribu kunang-kunang
di mana hanya sebuah cerita yang tak selesai
dan ribuan kunang-kunang yang tak lagi berpendar
Karena malam telah mencuri kilaunya
senja
Langit tampak indah
Warna biru, berhiaskan semburat merah
Menyisakan lukisan tak bernilai
September,
Kisahku kembali di buka
Lembaran baru kembali digelar
Semoga lara dan duka tak menyertai
Senja,
Warna jinggamu mengingatkanku tentang kisah tak selesai
Di mana mimpi-mimpi tergilas waktu
Janji-janji lesap tak berbekas
Seperti punggungmu yang menjauh
Senja pertama di bulan September
senja pertamaku di bulan september biasa saja
tak ada perasaan hangat yang berlompatan menyesaki dada
sepi, senyap
senjaku
kini tak lagi merah
tak ada lagi kerinduan-kerinduan yang terdetakkan dari bilik hatiku
waktu telah merubah segalanya
mimpi-mimpi tergilas dengan cepat
...selamat datang September, semoga duka dan lara tak turut serta
Pria Peramu Kata (5)
Dear Kamu,
Apa kabarmu? Pasti baik-baik saja. Beberapa hari ini, aku pandangi Time Linemu penuh dengan kesedihan. Adakah sesuatu yang mengganjalmu.
Biasanya kamu orang yang semangat, tapi yang aku tangkap saat ini hanya kesedihan.
Aku tak suka, jika kamu seperti itu. Aku merindukanmu yang dulu; ceria. Aku kagum padamu, terutama sajak-sajakmu.
Tetap semangat ya!
Salam Hangat,
Pengagummu
Sejenak Saja
Sejenak saja, aku ingin berada di dekatmu
Sejenak saja, biarkan aku berada dalam dekapan mimpimu
Sejenak saja,
Waktuku tak akan lama
suatu sore
Layaknya semburat senja yang perlahan tenggelam gelapnya malam
Akankah ada sinar gemintang yang akan menggantiikan sedihnya malamku?