Mengeja Rindu

Mengeja Rindu

Aku masih saja terbata-bata mengeja rindu yang bersemayam di dada

Debarnya kerapkali menjelma nyeri di ulu hati

Menyisakan kenangan yang menua

Lalu, apa arti jemari kita yang pernah bertautan?

Kalau pada akhirnya kisah kita tak lebihnya cerita cinta negeri dongeng

Tak berujung

Dan, lenyap ditelan waktu

main_20111003163525

Seorang Wanita di atas atap

Seorang Wanita di atas atap

beautiful-city-cool-free-Favim.com-665823.jpg

 

Seorang wanita di atas atap,

Menatap kosong ke depan

tanpa memperdulikan angin yang mempermainkan ujung anak-anak rambutnya

dan, ujung gaun berbunga yang melambai-lambai

 

Seorang wanita di atas atap,

Mata bulatnya meredup, saat langit memerah bersemu lembayung

Menyisakan kesepian di sudut perigi matanya yang telah mengering

 

Seorang wanita di atas atap,

Dengan senyum kecil mendongak ke langit

menghitung berapa banyak bintang yang tak berpendar

seperti bintang yang dulu berkelip di dalam bola matanya

 

Seorang wanita di atas atap,

Di dada kirinya, kenangan masih saja mengaduh

Rindu masih kerap kali mengetuk

namun, cinta tak juga kembali

 

Seorang wanita di atas atap,

Masih saja berharap, cintanya yang telah pergi akan kembali

 

 

Gambar dari sini http://favim.com/image/665823/
Suatu Masa

Suatu Masa




Suatu masa, sepasang kaki kita pernah berjalan beriringan


Bersama, menggapai mimpi


Suatu masa, jari-jemari kita pernah bertautan


Memintal janji untuk tidak saling melepaskan


Suatu masa, bibir-bibir kita pernah saling berpagutan


Menukar ribuan aksara, dan kecupan hangat


Hingga, akhirnya terpelanting pada suatu masa


Sepasang kaki yang tak lagi berjalan beriringan


Genggaman tangan yang mulai melonggar


Bibir-bibir yang membungkam


Dan, dua punggung yang saling mengadu


Pada suatu masa, kisah kita hanyalah kenangan


Seulas Kerinduan

Seulas Kerinduan

Duhai, Tuan

Malam ini, kerinduan kembali menjejaki sudut kecil di dadaku

Menyesaki setiap aliran darahku dengan benakmu

Berkali-kali namamu bergaung di setiap detak jantungku

Wahai Tuan,

Mengapa hanya aku yang merasakannya?

Mengapa kau tak juga tersiksa dengan aliran rindu yang terkadang denyutnya sempat menggantikan detak jantungku --sendiri?

Mengapa hanya aku yang mencandukan kerinduan?

Mengapa bukan kamu yang tersiksa untuk merindukanku?



Wahai Tuan,

Mengapa rindu ini selalu mendesak untuk segera digenapkan?



...dan lagi-lagi waktu mematikan segalanya

Rindu yang Mengabu

Rindu yang Mengabu

Engkaulah rindu, yang tak mampu meretas cemas di antara jarak dan waktu, sebab jeda, terasa lambat membawa kita pada satu titik temu.

Engkaulah daun rindu, berguguran satu demi satu luruh di berandaku, menjelma sunyi yang paling bisu pada jingga senjaku.

Pada rona senja, kita bicara dengan kesunyian yang bertelanjang dada, entah berapa lama rindu mampu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?

Pada senja, kita bicara dengan sepi yg bertelanjang dada, entah berapa lama rindu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?

Lalu, segala doa luruh bersama senja yang mulai mengabu, lirih dari tangis pesakitan rindu yang belum tertuntaskan.

Note:

Buat kamu yang sudah ku paksa menulis puisi, terima kasih ya.

(pria senja)
Seribu Kunang-kunang

Seribu Kunang-kunang


Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

Di mana sinarnya berpendar menghiasi cakrawala

Menyinari langit pekat tak berbintang

 

 

Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

Di mana ada aku dan kamu di dalamnya

Seperti kisah roman-roman tak berjudul

 

 

Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

di mana hanya sebuah cerita yang tak selesai

dan ribuan kunang-kunang yang tak lagi berpendar

Karena malam telah mencuri kilaunya
senja

senja

Dari bilik berandaku
Langit tampak indah
Warna biru, berhiaskan semburat merah
Menyisakan lukisan tak bernilai

September,
Kisahku kembali di buka
Lembaran baru kembali digelar
Semoga lara dan duka tak menyertai

Senja,
Warna jinggamu mengingatkanku tentang kisah tak selesai
Di mana mimpi-mimpi tergilas waktu
Janji-janji lesap tak berbekas
Seperti punggungmu yang menjauh
Senja pertama di bulan September

Senja pertama di bulan September

image


senja pertamaku di bulan september biasa saja
tak ada perasaan hangat yang berlompatan menyesaki dada
sepi, senyap

senjaku
kini tak lagi merah
tak ada lagi kerinduan-kerinduan yang terdetakkan dari bilik hatiku
waktu telah merubah segalanya
mimpi-mimpi tergilas dengan cepat

...selamat datang September, semoga duka dan lara tak turut serta
Pria Peramu Kata (5)

Pria Peramu Kata (5)

Dear Kamu,
Apa kabarmu? Pasti baik-baik saja. Beberapa hari ini, aku pandangi Time Linemu penuh dengan kesedihan. Adakah sesuatu yang mengganjalmu.
Biasanya kamu orang yang semangat, tapi yang aku tangkap saat ini hanya kesedihan.
Aku tak suka, jika kamu seperti itu. Aku merindukanmu yang dulu; ceria. Aku kagum padamu, terutama sajak-sajakmu.
Tetap semangat ya!


Salam Hangat,


Pengagummu

Sejenak Saja

Sejenak Saja

Sejenak saja ingin aku tinggalkan semua keletihan yang aku rasakan.

Sejenak saja, aku ingin berada di dekatmu

Sejenak saja, biarkan aku berada dalam dekapan mimpimu

Sejenak saja,

Waktuku tak akan lama
suatu sore

suatu sore

Mimpi perlahan memudar
Layaknya semburat senja yang perlahan tenggelam gelapnya malam

Akankah ada sinar gemintang yang akan menggantiikan sedihnya malamku?