Cinta itu buta

Cinta itu buta

Masih tersisa riuh suaramu di kepala membisikkan kata-kata yang sudah aku hafal di luar kepala, bahkan dengan mata terpejam pun aku bisa mengulangnya.



Aku mencintaimu. Percayalah tak ada wanita lain di hatiku

Untung saja di tanganku tidak ada segelas air. Kalau tidak seluruh isinya bisa kutumpahkan di kepalamu saat itu juga. Sayangnya, itu semuanya hanya khayalanku saja. Biarpun telinga ini geli mendengar kalimat yang telah kauucapkan berulang kali. Tapi, tetap saja sebagai wanita aku tak bisa menolaknya. Benar kata orang bahwa wanita rawan terhadap rayuan.


Aku menggelengkan kepala. Rasanya sulit sekali menyingkirkanmu dari kepalaku. Entahlah, isi kepalaku selalu penuh denganmu. Padahal, sesekali aku ingin mengisinya dengan aktor-aktor tampan favoritku yang biasa kunikmati lewat layar televisi. Sayangnya, semua percuma. Pesonamu terlalu kuat untuk ditanggalkan.


Ah, cinta memang buta. Sebuta hatiku yang mau saja kau jadikan selingkuhan.

Dear Danie...

Dear Danie...

letter-cute-grass-green-Favim.com-680552



Dear Kamu,


Jumat kembali bertandang. Dan, kupikir waktu berjalan begitu cepat, hingga akhirnya membawa kita kembali ke hari yang sama. Aku merindukanmu. Ada banyak cerita dan uneg-uneg yang ingin kutumpahkan kepadamu. Maukah kau mendengarnya ketika kita bertemu di akhir pekan nanti?


Sayang, aku tak sabar berjumpa denganmu. Ingin rasanya aku pergi ke tempatmu hari ini. Namun, nampaknya aku harus belajar bersabar dan juga menahan diri seperti yang sering kamu katakan padaku. Pokoknya, jika kita bertemu nanti aku akan memeluk, membaui aroma tubuhmu, dan membiarkan jemariku berlama-lama di lekukan jemarimu.


Tunggu aku ya.


With love


Azzalea

Cintaku Mentok di Kamu

Cintaku Mentok di Kamu

love-hand


"Kamu nggak risih jalan sama aku?"

Aku baru saja hendak membuka daftar menu yang baru diletakkan pelayan di atas meja, ketika Nina melemparkan pertanyaan itu. Aku mencoba tak menggubrisnya dan tetap membuka lembaran daftar menu itu.


"Han..."


"Hmm," jawabku pendek.


"Kok nggak dijawab sih?" Tanya Nina.


"Memang apa yang harus dijawab?" Aku memiringkan kepalaku ke arahnya. "Aku lapar. Kamu mau aku pesankan sesuatu?"


"Aku nggak lapar," jawab Nina lirih.


Aku merasakan perubahan suara Nina. Kini gadisku tak nampak bersemangat ketika aku menanyakan dia mau makan apa.


"Kamu yakin nggak mau pesan apa-apa?" tanyaku hendak memanggil pelayan.


"Iya," jawabnya pendek.


"Kamu kenapa sih Sayang?" Aku mengacak-acak rambut ikalnya yang mulai panjang melebihi bahu.


Dia memiringkan kepalanya ke arahku. "Kamu nggak malu jalan sama cewek gendut seperti aku?" Nina menghela napas, "pakaianku juga nggak segaul mereka, terus...."


Aku meletakan tangan di bibir Nina sebelum gadis itu kembali melanjutkan racauannya. "Ssst, dengarkan aku Sayang. Aku mencintaimu bukan karena fisikmu, tapi aku mencintaimu karena kamu melengkapi kesempurnaanku. Lagipula cintaku sudah mentok di kamu." Aku mencubit cuping hidung kekasihku.


Ada rona merah di pualam pipinya yang bulat yang membuatnya terlihat menggemaskan.


Karena cinta tak butuh banyak alasan.


Perempuan dalam Mimpi (Episode 2)

Perempuan dalam Mimpi (Episode 2)

"Kamu perempuan dalam mimpiku?"


Aku sedang menikmati secangkir expresso ketika seorang laki-laki berambut berantakan seperti baru bangun tidur tiba-tiba menghampiri dan menanyakan sesuatu yang terdengar aneh. Tentu saja apa yang dia ucapkan barusan terdengar aneh untuk seseorang yang baru dikenal.


"Ya?" tanyaku dengan sunggingan senyum yang dipaksakan. Terus terang perasaanku sedang tidak karuan sisa pertengkaran dengan Andre --kekasihku semalam.  Dan, untuk menghormati lelaki aneh ini aku masih berusaha seramah mungkin.


"Kamu perempuan di dalam mimpi-mimpiku," ujar lelaki yang sebenarnya cukup tampan itu sekali lagi. Lalu, tanpa diperintah kini lelaki itu duduk tepat di hadapanku.


"Kamu aneh," ucapku asal. Tujuanku hanya satu. Aku ingin lelaki ini segera pergi.


"Biar saja kau bilang aku aneh. Tapi, aku yakin kau adalah perempuan dalam mimpiku." Mata hitam bulatnya langsung menatapku.


Aku mulai jengah dengan perkataannya yang terlihat meracau. Aku menyambar ponselku dan berniat untuk pergi. Sebuah tangan menarik tangan kananku. Aku menepisnya dan berjalan pergi.


"Berapa aku harus membayarmu agar kau mau menjadi kekasihku?" Seru lelaki itu.


Damn! Lelaki ini memang benar-benar aneh. Setelah tadi mengira aku adalah perempuan dalam mimpinya. Kini, tiba-tiba dia menanyakan berapa hargaku. Sialan.


Bisa saja aku menumpahkan semua isi cangkirku di kepala. Namun, mengingat permintaan Andre semalam membuatku mengurungkan niat.  Aku berbalik arah dan menghampirinya.


"Berapa kamu akan membayarku? Aku butuh modal untuk nikah."


Coffee Girl


Kepada Lelaki musim Panas

Kepada Lelaki musim Panas

amazing-balcony-beautiful-cute-sea-Favim.com-354464


 

 

Dear Dany,

Apa kabarmu pagi ini?  Kuharap sama baiknya dengan keadaanku hari ini. Saat menulis surat untukmu, aku sedang duduk di depan jendela yang terbuka lebar-lebar.  Kamu tahu Dan, udara pagi ini cukup dingin tapi tidak sampai membuat cuping hidungku membeku karena kedinginan. Tolong jangan ketawa! Aku tahu yang kau bayangkan ketika membaca kalimat ini. Mana mungkin hanya cuping hidungku yang membeku? Jadi, lompati saja bagian ini.


Dari balik jendela ini, aku bisa melihat matahari nampak malu-malu di balik kumpulan awan. Dan, pucuk-pucuk daun baru bermunculan dari pohon willow tua di depan jendela yang kemarin meranggas. Kamu benar Dan, musim semi telah tiba. Akhirnya sebentar lagi akan ada kehangatan di kota ini. Aku sedikit iri denganmu. Di negaramu matahari bersinar dengan terik tidak seperti negaraku yang kerap kali dirundung mendung.


Berbicara tentang musim semi, kotaku terlihat cantik. Pohon-pohon yang kemarin gundul kini mulai ditumbuhi daun-daun muda. Tinggal tunggu beberapa hari lagi, bunga-bunga di seluruh kota akan bermekaran. Cantik sekali.  Kapan-kapan akan kukirimkan sebuah foto untukmu agar kau tahu keindahan kotaku.


Dan, udara di sini semakin dingin. Ada baiknya aku bergegas menutup jendela agar tidak terkena flu. Kamu tahu, aku sangat tidak suka terkena salesma karena rasanya tidak mengenakkan. Lain kali, akan kuceritakan banyak tentang diriku. Sampai jumpa Tuan Musim Panas


Salam Hangat,



Azalea si gadis musim gugur


Admirer

Admirer

Sama seperti kemarin, semua perasaanku padamu. Tak ada yang berubah. Aku tetaplah pengagum semua tulisan yang berderet panjang di linimasamu.  Tapi, anehnya aku hanya berani membaca,  tanpa ingin kamu ketahui.  Padahal banyak kata-kata di linimasamu yang ingin kukutip atau sekadar kutekan tombol favorite.  Sayangnya, aku belum berani menunjukkan keberadaanku. Terlihat gila ya? That's me. 


Aku juga orang yang setiap pagi menunggu derap langkahmu yang tenang saat memasuki tempat, di mana kamu biasa menikmati sarapan pagimu dengan sebuah laptop sebagai teman setia. Lalu, aku akan berusaha mencegah temanku untuk melayanimu. Hanya dirikulah yang berhak mencatat dan mengantarkan menu kesukaanmu: secangkir ekspresso, dan Sandwich Tuna.  Tidak ada yang lain. Bahkan, aku rela menukar jam kerja, demi bertemu denganmu setiap pagi.


 Semua teman-teman kerja, menganggapku tak waras karena terlalu memujamu. Tapi, aku tak peduli. Bukankah, ada pepatah bahwa cinta tak harus dimiliki.


Dan, aku tak berniat memilikinya.


 


Sambungan Hati Jarak Jauh

Sambungan Hati Jarak Jauh

"Aku belum siap dengan ini," ujarnya terisak.

Aku mendekatinya perlahan; tanganku membelai halus rambut ikalnya. Aku sengaja tak menjawab, membiarkan dia larut dalam emosinya sejenak.


Perlahan kubawa dia dalam dekapanku. Membiarkan tangisnya tumpah ruah di dada. Kurasakan tubuhnya bergetar. Ah, hatiku serasa diremas-remas.


"Aku tahu ini berat bagimu, sayang. Begitu pun diriku." Aku mengambil napas sejenak, "tapi kenyataannya semua ini harus kita jalani."


"Kalau aku merindukanmu bagaimana?" dia mendongak dengan mata penuh air mata.


"Telepon." tanganku menyentuh kedua pipinya, menghapus air mata yang berjatuhan di sana.


"Kalau aku rindu untuk melihatmu...memelukmu..." dia tak bisa melanjutkan perkataannya. Suaranya perlahan ditelan oleh derasnya air mata.


"Sayang, dengar. Kalau kamu rindu, kamu bisa kapan pun menghubungiku. Aku akan selalu menerimanya, sesibuk apa pun itu. Percayalah, ini memang tidak mudah." Aku menarik napas dalam-dalam, sekadar meredakan dada yang mulai terasa berat, "tapi, ketika kamu percaya bahwa tak ada yang berubah dari hubungan kita semua pasti terasa mudah."


 Karena jarak hanyalah jeda yang memisahkan pertemuan




[caption id="attachment_2568" align="alignnone" width="698"]http://favim.com/image/499002/ http://favim.com/image/499002/[/caption]
Cuti sakit hati

Cuti sakit hati

"Anda yakin mau melakukan ini?" tanya seseorang pria berpakaian hijau yang mengenakan tutup kepala dan juga masker.


Aku mengangguk, walaupun rasa ragu mulai menyergap di dada. Aku tahu, apa yang akan kulakukan ini beresiko tinggi.


"Anda sudah tahu apa efek sampingnya?" tanya pria itu sekali lagi.


 "Iya," jawabku lirih.


"Baiklah, kalau ini yang anda kehendaki. Sebentar lagi, seorang perawat akan mendorong anda ke ruang operasi. Banyaklah berdoa semoga, operasi ini berjalan lancar." Pria bermasker itu menepuk pundakku halus.


Rasa takut mulai membayang-bayangi diriku, ketika seorang perawat wanita mulai mendorong tempat tidurku menuju ruang operasi yang letaknya tidak jauh dari ruang perawatan.


Dadaku berdegub semakin kencang, tak kala kulihat tulisan RUANG OPERASI semakin dekat pelupuk mata.


"Aku ingin semua ini berakhir."


Mendadak ucapan Dani beberapa lalu terngiang-ngiang di benakku. Sedetik rasa takut yang merebak di dada perlahan sirna berganti sebuah keberanian.


Tak apa aku kehilangan ingatan, setidaknya hatiku tidak terlalu sakit lagi.


Orang Ketiga Pertama

Orang Ketiga Pertama

Aku membuka jendela kamarku lebar-lebar, membiarkan angin malam masuk ke dalam. Tak kupedulikan nyamuk yang mungkin mengambil kesempatan untuk masuk ke dalam kamar.


Sayup-sayup terdengar alunan suara Taylor Swift dari ponselku yang sengaja kugunakan untuk pemutar lagu sebagai pemecah kesunyian.


"We are never ever ever getting back together, we are never ever ever getting back together,"   aku ikut menyanyikannya dengan sepenuh hati sambil sesekali melakukan gerakan waltz di jendela.


Aku berjalan ke arah meja, menyambar sebungkus rokok lengkap dengan korek apinya. Kuambil sebatang lalu dengan cepat menyulutnya. Kunikmati setiap hembusan asap yang mulai memenuhi dadaku, lalu dengan cepat kukeluarkan lewat hidung.


Aku memutar arah,  menyandarkan tubuhku di jendela melihat betapa berantakannya kamarku. Di meja bercangkir-cangkir bekas kopi semalam masih berada di atas meja, di samping foto-foto yang tersebar hampir di seluruh penjuru meja.


Aku menarik napas panjang. Aku benar-benar kelelahan, setelah semalaman harus menelanjangi semua foto-foto itu. Mungkin terlihat bodoh, tapi itulah tugas yang diberikan boss besar. Mempelajari semua foto-foto itu, hingga mendapatkan gambaran yang tepat.


Drrt...drrttt


Ponsel di atas mejaku bergetar.  Kurasakan jantungku berdetak cepat, beberapa peluh menetes dari dahiku. Segera kutekan tombol hijau.


"Orang Ketiga Pertama."


Klik..pembicaraan terputus.


Segera kusambar tas hitam yang sejak tadi kuletakkan dekat pintu, dan berjalan keluar kamar dengan tergesa-gesa.


Sekarang waktunya, dan harus tepat sasaran.

Hujan

Hujan




Sore ini, hujan kembali bertandang ke kotaku. Tidak terlalu deras, tapi rinainya mampu membasahkan tanah. Langit yang tadinya biru, mulai diselimuti arakan awan kelabu, memberat; tumpahlah semua kesedihan.
Tanganku sejenak terulur, menadah bulir-bulir air dari langit, membiarkannya mengisi ceruk tanganku.
Kilasan wajahmu tiba-tiba hadir di pelupuk mataku. Dan, rindu tiba-tiba menyeruak tanpa permisi.
"Aku suka hujan," katamu saat kita sama-sama terjebak oleh hujan deras.
Aku menoleh ke arahmu yang sedang asyik menadahkan tangan.
"Apa yang membuatmu suka dengan hujan?" Tanyaku.
"Karena hujan membuatku damai, sama seperti saat berada di dekatmu," jawabmu sambil menatapku lekat.
Pipiku memanas, segera kupalingkan wajah. Berharap kamu tak menemukanku yang tersipu.
Mungkin saja sekarang pipiku sedang merona karena malu.


Blarrrr,
Petir menggelegar, membuatku terhentak dan kembali ke masa depan. Kenangan tentangmu tiba-tiba menguap.


...Rasa nyeri itu datang lagi.


Harusnya aku tak memandang hujan, karena hari ini hujan kembali membawa kenangan tentangmu.


 
Someone Like You

Someone Like You

Berulang-ulang potongan lirik lagu yang dipopulerkan oleh adele ini bergema di telingaku.  Lirik lagu ini seolah memberikan semangat baru, bahwa kelak aku akan menemukan seseorang yang lebih baik darimu. Ya, pasti.


Insya Allah



Kepada Kamu yang masih saja bermain-main di benakku,


Semoga kamu selalu bahagia dengan pilihanmu.





Nevermind I'll find someone like you


Di bawah rinai hujan

Di bawah rinai hujan

Di bawah rinai hujan, telah kuluruhkan semua kenangan tentangmu
Di bawah rinai hujan, telah kugugurkan semua rasa kepadamu
Di bawah rinai hujan, telah kugugurkan semua kegundahan hati

Kepada Pria Senja,
Tahukah kamu di bawah rinai hujan, tangisku telah luruh berkali-kali --karenamu?
Sempat memiliki

Sempat memiliki

 D&D Pub and Lounge


"Sudah, Ndre. Cukup!" Kirana menarik segelas bir di tangan Andre yang belum sempat dia tenggak.


"Ah, kamu berisik!" Andre meracau.


"Kamu sudah cukup mabuk, mau sampai kapan kamu di sini? Sudah cukup, ayo pulang." Kirana mulai menarik Andre yang masih meracaukan kata-kata tak jelas.


"Aku ingin melupakan Nia, Kiran. Jadi, tolong biarkan aku di sini saja." ujar Andre di tengah racauannya


"Memangnya dengan mabuk kamu bisa melupakan dia?" Kirana masih berusaha membuat Andre yang mulai sempoyongan untuk berdiri.


"Setidaknya untuk malam ini aku bisa melupakannya, besok. Entahlah," ujar Andre lirih.


"Jadi, besok kalau kamu masih ingat dia. Kamu bakal minum dan mabuk lagi? Bodoh! Kenapa nggak sekalian aja kamu jedotin kepala ke tembok, biar amnesia," ujar Kirana tak sabaran


"Bawel. Mending kamu pulang sana. Nanti kamu kenapa-kenapa." Andre menepis tangan Kirana dari bahunya.


"Harusnya bukan aku yang kamu khawatirkan. Ayo pulang, sudah cukup kamu menyakiti dirimu sendiri." Lagi-lagi Kirana berusaha memapah Andre --sahabatnya itu.


"Kamu tahu apa tentang kehilangan, Ki? Kamu nggak akan pernah tahu gimana rasanya ditinggal oleh kekasihmu sendiri?'


Kirana diam


Aku memang tidak pernah tahu rasanya ditinggalkan oleh kekasih sendiri. Tapi, aku pernah berada di posisimu saat ini ketika aku tahu kamu tak pernah mencintaiku, Ndre.


...dan kamu masih beruntung sempat memiki Nia


Ikut serta dalam #FF2in1

Mencintaimu dalam sunyi

Mencintaimu dalam sunyi


Aku ingin mencintaimu dalam diam

Tak bersuara --hening tanpa kata

lirih; redam

 

Diam-diam

Ku biarkan kamu di sana bersamanya

Meski hati perih

Ya, sekali lagi ku biarkan semua apa adanya

Bukankah cinta tak selalu meminta balas?

 

Aku ingin mencintaimu dalam diam

hanya diam

Tak peduli jika kata-kata bisa mengubahnya

Biar saja, karena diam adalah pilihan
dan aku memilih untuk mencintaimu

 

Saat sunyi dan diam merajai

Di sana kamu sedang tergelak riang

Tak peduli dengan sosokku yang menatapmu sedih

 

Biar saja

karena aku telah memilih hanya untuk mencintaimu dalam sunyi
Pria Peramu Kata (10)

Pria Peramu Kata (10)

Dear Kamu,

Ini adalah surat ke-10 yang aku tujukan kepadamu. Sebuah surat sederhana yang masih berisi tentang kamu, dan selalu kamu.


Kalau kamu bertanya sampai kapan aku akan menulis surat untukmu, jawabannya sampai aku lelah untuk mengagumimu.


Beberapa hari ini aku memang sengaja tak ingin berlama-lama mengobrol denganmu, bukan aku marah ataupun jenuh. Aku hanya ingin sekedar melebarkan jarak, agar kelak ketika kamu tak lagi membutuhkanku, aku terluka.


Memang terlihat sangat egois, tapi ini harus aku lakukan. Aku tak mau kembali terluka lagi seperti dulu.  Karena yang aku sadari, aku hanya pengagummu. Penikmat untaian kata di setiap goresan penamu.


Seperti pintaku, aku mau kamu tersenyum :)


Salam Hangat,


Pengagummu

Melepaskan

Melepaskan

"Aku ingin ini berakhir!" Katamu dingin di saat pertemuan kita pagi itu.
Aku tertunduk, tak berani menatapmu. Tak ingin tangis ini tiba-tiba pecah.
"Jawablah.." Katamu lagi.
"Apa yang harus aku jawab. Toh ucapanku sudah tidak berarti lagi depanmu," aku masih tertunduk.
Kamu terdiam. Hening--tak satupun dari kita bersuara.
Aku menghela napas panjang. Dengan menahan tangis, "baiklah. Akhiri saja jika itu maumu.."
Kamu mendongak, menatapku lekat. Matamu mencari tahu kebenaran yang baru saja aku katakan.
"Segampang itu?" Tanyamu.
"Bukankah itu yang kamu inginkan? Lepaskan aku dan biarkan aku bebas."
Surat kepada Langit

Surat kepada Langit

Dear Langit,


Sudah setahun rasanya aku pergi meninggalkanmu. Meninggalkan semua rasa kepadamu.


Seperti apa dirimu saat ini, Lang? Masihkah sama seperti setahun lalu.

Ada banyak cerita yang ingin aku sampaikan padamu, Lang. Maukah engkau mendengar jika aku kembali nanti?


Aku harap kamu adalah langit sahabatku yang dahulu.

kenangan

kenangan

Masih terdengar gelak tawamu di seluruh kamar ini. Sekilas siluetmu yang sedang duduk di tepi ranjang sambil berceloteh tentang mimpi-mimpu berputar di kedua pelupuk matamu.
Aku masih merasakan kehadiranmu. Merasakan sentuhan lembutmu di tubuhku.


Aku merindumu. Merindukan bau shampo di sela-sela rambut basahmu.


Dan sampai sekarang aku belum rela untuk melupakanmu

bumerang

bumerang

Sejak peristiwa kemarin di caffe, mendadak aku malas ketemu dia. Bahkan beberapa telepon dan smsnya aku diamkan.


Sesekali dia memang harus di beri pelajaran. Biar dia mengerti bagaimana sebalnya hati wanita melihat tingkahnya itu.
###
Dan sekarang, setelah seminggu mendiamkannya. Malah aku yang merasakan rindu yang begitu gila, bahkan saking gilanya puluhan draft pesan singkat mendiami outboxku.
Sialnya lagi, ternyata dia mengikuti kemalasanku. Sampai sekarang dia pun tak menampakkan batang hidungnya.
Arrrrrrrghhhh, aku mengerang. Aku lempar foto dia yang tersenyum manis ke dalam kotak sampah, tapi belum dapat lima menit aku sudah kembali memungutnya.




Ternyata cinta mengalahkan semuanya