[Guest Posting] Mengenai Bertahan Hidup

[Guest Posting] Mengenai Bertahan Hidup

              


                “Saya kan, nggak kerja, Din.”

                “Tapi kan, kamu survive.

Penggalan percakapan di atas saya lakukan dengan sahabat saya, Dina. Dia adalah teman satu kampus saya dahulu, di Universitas Negeri Surabaya. Di kampus tersebut, saya mengambil Jurusan Teknik Eletktro, prodi Manajemen Informatika. Oh, jadi Mbak Wulan seorang sarjana? Iya. Saya kuliah selama kurang lebih empat tahun setengah. Kira-kira, dua tahun lalu saya baru saja lulus kuliah.

                Jadi, sekarang kerja di mana?

Seringkali, saya merasa sewot ketika seseorang bertanya, saya bekerja di mana. Bukan apa-apa, ini murni karena sejak saya lulus kuliah, tak satupun perusahaan yang saya lamar, menerima saya menjadi karyawan mereka. Sudah puluhan kop surat melayang ke perusahaan-perusahaan melalui kantor pos, surel, maupun saya datangi langsung. Ada beberapa yang memanggil untuk interview dan ada beberapa yang tak memberikan feedback sama sekali.
Jangan Ajari Anakmu Melanggar

Jangan Ajari Anakmu Melanggar



queque, children, kids, antri





Ilustrasi:

Pernah dong. Lihat ibu-ibu naik motor pakai helm, sarung tangan dan masker. Eh. Anaknya yang dibelakang kagak pakai helm. 

Terus ada bapak-bapak pas di lampu merah nyelonong aja. Bawa anak. Dua-duanya nggak pakai helm.

And, terakhir Anak SD kelas 3 pakai motor berboncengan sama dua temannya tanpa helm.
5 Langkah Membuat Anak Keranjingan Belajar

5 Langkah Membuat Anak Keranjingan Belajar






5 Langkah Membuat Anak Keranjingan Belajar


 Sebagai Guru sudah sering saya mendapatkan pertanyaan Bagaimana Cara Membuat Anak senang Belajar?

Beberapa orangtua yang datang ke saya masih suka bingung untuk menarik minat putra-putrinya dalam belajar dan bahkan beberapa dari mereka seringkali tidak sabar saat mengajari anak-anaknya. Akibatnya tuntutan orangtua terhadap sekolah semakin besar. Dengan dimasukkannya ke sekolah. Mereka punya harapan besar agar anak-anak mendapatkan pembelajaran yang lebih.

Lalu, hal apa saja sih yang bisa membuat anak-anak tertarik untuk belajar. Intip yuk lima langkah membuat anak keranjingan belajar.

1. Change the mindset/Ubah Pola Pikir


Pertama yang harus kita lakukan adalah mengubah pola pikir tentang belajar. Kebanyakan orangtua memiliki gambaran bahwa yang namanya belajar itu harus duduk tenang di meja sambil ditemani buku-buku yang bertumpuk.

Pola pikir ini pun sampai terbawa ke sekolah. Tak jarang orangtua atau guru lebih menyukai anak-anak yang duduk tenang di kursi. Mereka lupa bahwa belajar itu bisa di mana saja dan kapan saja. Tidak memulu anak dihadapkan pada buku yang menumpuk. Ajaklah anak Anda belajar di luar rumah. Kenalkan dengan benda-benda yang ada di sekitar kita.

Semisal: saat hujan turun. Kita bisa menjelaskan pada anak mengapa hujan turun? Siapa yang menurunkan hujan?

Dari sebuah fenomena alam saja kita sudah bisa menjelaskan banyak hal pada anak. Bukankah itu juga sebuah pembelajaran?

2. Resouce of learning/Sumber Belajar


Kebanyakan orangtua saat belajar bersama anak hanya bermodal meja, buku, pensil. Mereka lupa bahwa untuk membuat anak cerdas atau menarik minat anak dibutuhkan sumber belajar yang berlimpah.

Sumber belajar bisa meliputi banyak hal. Bahkan yang berdekatan dengan anak atau anak-anak sudah mengenalnya. Jangan ragu untuk memberikan banyak benda atau keluar rumah lebih sering bersama anak demi memperkaya pengetahuan mereka.

Sebelum mulai belajar dengan anak. Persiapkanlah sumber belajar yang memadai. Jika tak ada. Ajaklah anak keluar rumah. Kenalkan pada mereka benda-benda yang masih asing di mata mereka. Jelaskan pada Anak-anak bahwa di dunia ini ada berbagai mavam benda-benda yang asyik untuk diamati.

Percayalah! Dengan sumber belajar yang memadai. Anak akan tumbuh menjadi optimal.


3. Make it Routine/Konsisten



Dalam membentuk anak supaya senang belajar yang kita butuhkan adalah konsistensi. Konsistensi di sini mengacu pada waktu. Buatlah daftar pelajaran bersama anak. Ajaklah buah hati Anda untuk merancang pembelajaran yang sesuai minatnya.

Sekali lagi. Saat membuat jadwal pelajaran. Ajaklah anak turut serta dalam memutuskan pelajaran apa yang ingin mereka pelajari setiap harinya. Kembalikan kepada Anak, apa yang menarik perhatiannya hari ini. Dengan melibatkan anak. Secara tidak langsung mereka merasa dihargai pendapatnya.

Bukankah itu sebuah pembelajaran?



4. Make it fun and out of the box/bersenang-senanglah


Kebanyakan orangtua lupa untuk bersenang-senang dengan anak saat belajar. Bagi kebanyakan orang belajar itu harus serius. Akhirnya orangtua berlomba-lomba menciptakan suasana yang menegangkan untuk anak. Bahkan penuh ancaman. Akibatnya anak belajar dengan terpaksa, muka cemberut dan rewel.

Padahal saat mereka gembira, minat mereka terhadap ilmu akan bertambah. Ketimbang belajar dengan suasana yang tegang, kaku dan penuh ancaman. Biarkan anak-anak berpikir seperti anak-anak yang terkadang mengalahkan logika berpikir.

Ikutlah bersenang-senang bersama anak. Belajarlah bersama. Ciptakan kedekatan dan kehangatan melalui belajar. Bukahkah kita sebagai orangtua suka mendengar anak kita tertawa ketimbang mereka menangis?

Jadi, ciptakanlah suasana belajar yang menyenangkan



5. Take A Break/ Istirahat


Berilah anak anda jeda saat belajar. Biarkan sejenak dia mengambil minum atau berlarian. Memforsir anak-anak untuk terus-terus belajar tidaklah baik. Mereka butuh waktu untuk mengembalikan energi. Tak masalah jika mereka berlarian atau beranjak dari tempat duduk. Itu artinya mereka sudah kelelahan.

Berilah mereka liburan di Hari Sabtu. Biarkan mereka sejenak melupakan pelajaran yang membuat kepala pusing.

Begitulah beberapa saran yang bisa Bunda-Bunda terapkan di rumah. Semoga bermanfaat. Boleh dong share kesini bagaimana cara Bunda-bunda membuat putra-putrinya senang belajar.


Salam hangat,




 
Menjadi Orangtua Bijak

Menjadi Orangtua Bijak


"Anak saya nilainya kok jelek-jelek ya? Padahal saya sudah ikutkan les privat"
****
"Kamu tu ya. Mama udah ikutkan les. Masih aja nilaimu gitu-gitu aja!"

Saya tergelitik. Tiap kali ada orangtua yang datang menanyakan perkembangan belajar anaknya yang lambat.

Biasanya jika ada pertanyaan seperti di atas. Saya akan menyarakan supaya anak-anak tersebut diajari sendiri oleh orangtuanya.

Bagaimanapun orangtua adalah sosok yang paling mengerti tentang anaknya. Bukan orang lain. Herannya, kebanyakan mereka tidak tahu cara menangani anak-anaknya.

#StartWithTheBoys

#StartWithTheBoys


Video berdurasi pendek ini secara tidak langsung menggambarkan bagaimana cara sebagian masyarakat mendidik anak lelakinya.

Dalam video ini anak lelaki haram hukumnya untuk nangis. Anak lelaki adalah anak yang tangguh. Setakut apa pun dia. Semarah apa pun dia. Sesakit apa pun dia, bahkan saya dia bahagia. Tidak ada dalam kamus bahwa anak lelaki boleh menangis. Airmata katanya hanya milik anak perempuan.

Writing Therapy

Writing Therapy

menulis, tulisan, seo
Kegemaran saya membaca buku sejak kecil ikut andil membangun mimpi saya menjadi seorang penulis. Saya berterima kasih pada Mami yang pada akhirnya membuat saya menjadi penggila buku.

Saya mulai suka menulis sejak duduk di bangku SMP. Bermodal mesin ketik milik papa, saya menuliskan apa aja yang ada dalam benak. Pernah bergaya ala mahasiswa dengan membuat analisa tentang Pancasila (Sok gede banget yak. Padahal masih juga SMP).

Tulisan-tulisan itu saya baca sendiri. Masih malu-malu untuk menunjukkan kepada orang lain. Pokoknya kalau habis ngetik sukanya langsung dibuang. Soalnya takut ketahuan orangtua. Pernah sih sekali Papi baca tulisan saya. Beliau bilang tulisan saya bagus.
Dibalik Reality Show The Return Of Superman

Dibalik Reality Show The Return Of Superman



Belakangan ini nama Song Il Kook Ayah dari bocah kembar 3: Daehan, Minguk dan Manse menjadi ramai dibicarakan. Semenjak tayangan reality show The Return of The Superman tayang di RCTI.

Bagaimana Appa Il Kook dengan sabarnya menghadapi 3 anaknya yang lucu dan menggemaskan. Sebenarnya ada banyak keluarga yang terlibat dalam acara ini. Hanya saja buat saya keluarga Song Tripet lebih menarik untuk diikuti.
Color Therapy

Color Therapy


Holla,

Berawal dari foto salah satu teman kuliah yang tengah asyik menggunakan cat air membuat rasa penasaran saya muncul. Sudah lama saya ingin mencoba bermain-main dengan cat air tapi belum terpenuhi.

Sampai saya diajak oleh kakak ke toko buku. Saya berjalan ke rak Alat Tulis untuk mencari cat air seperti kepunyaan teman. Rasanya seneng banget begitu menemukan. Lagi-lagi bimbang antara pengin beli dan tidak. Saya tanya dong sama kakak. Terus kakak bilang udah beli aja nanti dibayarin. Saya langsung membawanya ke kasir dan tak lupa buku sketsa. *mumpung dibayarin

Tujuan membeli cat air ini sebenarnya bukan karena saya suka seni, tapi lebih ke arah relaksasi. Menurut beberapa penelitian warna memiliki kaitan erat dengan psikologis tubuh.  Dalam bidang Psikologi pun mulai diterapkan yang namanya Psikologi Warna. Warna-warna diyakini bisa mewakili mood dalam diri manusia
Tolong, Maaf dan Terima Kasih

Tolong, Maaf dan Terima Kasih

Assalamualaikum,

Tolong, Maaf dan terima kasih mungkin seringkali kita dengar di kehidupan sehari-hari. Sepintas kata-kata itu sama saja dengan yang lain. Tanpa makna.

Dewasa ini sulit sekali menemukan anak-anak yang terbiasa mengucapkan 3 kata ajaib ini. Orang tua lebih sibuk mendidik akademik anak-anaknya ketimbang karakternya.

Tentang Calistung

Tentang Calistung

calistung, sempoa, math


Beberapa waktu lalu ada seorang Wali murid yang bertanya pada saya tentang anaknya yang kesulitan mengenal huruf dan angka. Beliau sempat menanyakan tentang les Calistung.

Dan, saya bilang pada beliau bahwa Guru di sekolah tidak ada yang memberikan les tambahan.

Sepertinya masalah Baca, Tulis dan Hitung menjadi sebuah ketakutan dalam masyarakat.

Banyak orang tua berlomba-lomba memberikan les tambahan kepada anak supaya anak-anak mereka nantinya akan bisa Baca, Tulis dan Hitung.

Tak ada yang salah dengan fenomena ini. Karena pendidikan yang ada di Indonesia apalagi di Tingkat Sekolah Dasar targetnya adalah bagaimana anak sudah bisa Calistung sejak kelas 1. Bahkan, kalau bisa dari Taman Kanak-Kanak.

Ironi bukan?

Padahal, dahulu tugas mengajarkan Calistung adalah Guru Sekolah Dasar. Jaman kita berada di taman kanak-kanak aktivitasnya hanya bermain. Kalaupun anak sudah bisa membaca karena sudah mendapatkan pengajaran di rumah.

Apakah iya anak yang tidak begitu menguasai Calistung sejak Taman Kanak-Kanak akan mengalami begitu banyak kesulitan di Sekolah Dasar?

Padahal untuk bisa bertahan di Sekolah Dasar, Anak tidak hanya sekadar bisa baca, tulis dan hitung. Banyak aspek yang harus diperhatikan.

Sayangnya, aspek yang lain tadi itu banyak dikesampingkan. Sehingga Calistung terlihat sebagai syarat utama dalam menempuh Pendidikan Dasar.

Orang tua menjadi stress. Akibatnya anak dijejali les yang bermacam-macam demi mengikuti apa yang sekarang sedang berkembang.

Anak-anak menjadi kehilangan masa kanak-kanak karena terlalu sibuk menghapal banyak pelajaran. Membuat orang tua lupa mengajarkan sesuatu yang lebih penting yaitu KARAKTER.

Lihat saja orang tua lebih bangga anaknya mendapat Nilai Bagus di Matematika, Bahasa Inggris ketimbang anaknya bisa berbaris dengan rapi.

Di Indonesia banyak anak yang pintar tapi pintar dan berbudi luhur sudah sangat jarang.

*tulisan ini sudah saya share di fanpage sekolah

Karakter Media Sosial

Karakter Media Sosial

Media Sosial bukanlah hal baru. Dewasa ini, hampir semua orang memiliki setidaknya satu akun media sosial. Katanya sih biar kekinian.

Namun, kebanyakan dari mereka masih bingung dalam penggunaannya. Bahkan, mereka membuka akun media sosial karena ingin seperti orang lain. Akibatnya penggunaannya tidak maksimal. 

Masih susah melupakan mantan? Intip 8 tips berikut supaya lekas move on

Masih susah melupakan mantan? Intip 8 tips berikut supaya lekas move on



taken from link


Move on berarti bergerak maju. Berpindah dari satu tempat ke tempat lain atau berpindah dari kondisi buruk menjadi lebih baik.

Kebanyakan orang bilang bahwa move on adalah fase tersulit. Pasalnya, cengkraman masa lalu lebih kuat menarik kita berkubang dalam kenangan Ketimbang melepaskan. Mangkanya kita jadi sedih berkepanjangan.

Kali ini saya mau nulis beberapa tips biar kita bisa move on dari mantan. Boleh juga diterapkan kok.

1. Berhenti Kepo
    Coba deh kalian berhenti kepo terhadap kehidupan mantan. Berhenti deh stalking fb, twitter dan seluruh media sosial milik mantan. Bukannya kamu bisa move on, malahan sakit hati gara-gara mantan punya gebetan baru. Yang ada mata bengkak gara-gara nyesek.

2. Ubah playlist lagu
     Ubah playlist lagumu apalagi lagu-lagu yang membuatmu ingat dengan mantanmu. Jangan pernah memasang lagu yang suka kamu dengerin bareng mantan. Dijamin keinginanmu untuk move on akan semakin sulit. Kalau perlu ubah genre musikmu. Pasang lagu-lagu yang nggak kamu suka. Misalnya, lagu dangdut, koplo atau dengerin pengajian aja biar hati adem

3. Keluar Rumah
     Cobalah meninggalkan kamar. Pergi ke taman atau berkunjung ke rumah teman dan saudara. Bertemu banyak orang akan membuatmu melupakan segala tentang mantan. Kalau kamu punya sepeda. Cobalah bersepeda keliling komplek perumahan. Selain menyehatkan juga membuat penampilanmu lebih segar.
Orang Tua atau Anak yang harus belajar?

Orang Tua atau Anak yang harus belajar?

anak, parents, family, orang tua yang belajar




Sebenarnya postingan ini sedikit terinspirasi dari pengalaman sehari-hari saya sebagai Guru TK.  Ternyata tantangan seorang Guru TK tidak hanya sekadar mendidik para murid tapi juga memberikan masukan kepada orang tua. Dan, buat saya memberikan masukan kepada orang tua jauh lebih sulit dan menantang.

Terkadang ketika bertemu dengan orang tua yang sedikit 'rewel' tentang anaknya membuat saya berpikir "Apa sih yang diinginkan orang tua dari anaknya?"

Mungkin banyak yang akan menjawab ingin anaknya sukses, pintar, hebat, bisa berhasil dalam karirnya. Dan, itu semua tidak salah. Namun, kebanyakan orang tua menerapkan pola-pola yang salah dalam memberikan edukasi bagi anaknya. Postingan ini bukan berniat mengajari, karena saya pun belum berumah tangga. Namun, saya sedang dalam tahapan proses belajar menjadi calon ibu agar kelak ketika waktu saya tiba lebih siap dalam menghadapi anak sendiri.

Dari orang tua yang sering saya temui di sekolah, hanya ada beberapa orang tua yang ingin anaknya bahagia. Selebihnya mereka ingin anaknya menjadi yang luar biasa. Namun, lupakah para orang tua jika yang diinginkan adalah anak yang pintar mereka kerapkali akan melupakan kebahagiaan anak. Dan, itulah yang saya lihat dari fenomena yang ada di sekolah saya.

 Contoh kasus:


Sebut saja namanya S. Dia memiliki dua orang anak yang bersekolah di tempat saya. Kakak pertamanya masuk TK, dan adiknya duduk di kelas PG. Dari yang saya lihat orang tuanya adalah tipe perfeksionis yang kerapkali menuntut anaknya untuk bisa, dan saya juga menemukan perbedaan perlakuan pada kedua anaknya. Anaknya yang pertama membuat saya sedih. Pertama kali bertemu anak ini, saya tidak menemukan mata kecil yang berbinar-binar, yang ada hanya mata redup tak bersemangat. Anak ini kerapkali melakukan hal-hal yang tak seperti anak seumurannya. Dia tak tertarik dengan teman-temannya yang bermain, sering bicara sendiri, dan suka naik meja kalau kita sedang tak bisa melihatnya. Sedangkan adiknya adalah anak yang ceria. Namun, dia tak percaya diri untuk menunjukkan kemampuannya. Setiap pelajaran dia minta ditemani oleh sang Ibu di dalam kelas. Hampir semua pekerjaan sekolah dia selalu meminta bantuan sang ibu. Dan, yang membuat saya sedikit tak suka sang Ibu kerapkali 'mengerjakan' tugas-tugas sang anak.  Di lain hal sang ibu menuntut sang adik untuk bisa.

Setiap kali sang adik maju ke depan, dan salah. Ibunya akan langsung mengolok-olok anak ini. Dan, kemudian membandingkan dengan kemampuan anak lain yang sudah bisa. Akibat si anak yang sudah sedikit bersemangat akan langsung ngedrop mendengar komentar sang ibu. Dan, saya hanya bisa menggelengkan kepala.

Dan, kasus di atas banyak saya temukan di sekolah. Banyak orang tua yang menuntut anaknya, tanpa memperhatikan kemampuan dan kebahagiaan si anak. Bagi mereka tugas anak hanya belajar, dan orang tua adalah pemegang kendali. Dan, lucunya tuntutan orang tua tak diimbangi dengan pemberian rangsangan yang sesuai dengan anak.


Tidakkah orang tua menyadari bahwa sejatinya sebagai orang tua kita juga harus banyak belajar bagaimana pola-pola pengasuhan yang tepat untuk anak. Anak-anak jaman sekarang berkembang lebih pesat baik dari segi kognitif, teknologi dan juga informasi. Orang tua yang tidak bisa mengikuti perkembangan, akan ketinggalan dengan pola-pola pembelajaran. Yang ada, akan menimbulkan kesenjangan informasi antara orang tua dan anak.

 Dewasa ini, belajar tak harus duduk di bangku kuliah. Ada banyak media yang bisa digunakan orang tua untuk menguptade artikel-artikel tentang pengasuhan yang banyak sekali di internet. Jika memiliki waktu sedikit luang, mungkin bisa mengikuti seminar-seminar parenting yang juga banyak diadakan.

Intinya sih untuk menjadi orang tua yang baik kita juga harus belajar sama halnya dengan anak-anak kita yang tak berhenti belajar.


Jika ingin menghasilkan anak yang berkualitas, tentu orang tua juga harus meningkatkan kualitas pola pengasuhannya. Jika anak belajar, maka orang tua pun sejatinya juga belajar

Jadi, semuanya kembali kepada pribadi masing-masing. Anda termasuk orang tua yang mana?
Tentang Anak-anak

Tentang Anak-anak

Malam ini, tiba-tiba saja saya ingin membahas sedikit tentang pendidikan anak.


Sebagai pendidik, tentunya ada saja hal yang menggelitik untuk saya bahas. Kali ini, saya lebih menyoroti tentang pendidikan anak usia dini.  Dan, bahasan dalam tulisan ini, saya ambil dari pengalaman diri sehari-hari.


Banyak orang tua yang khawatir, jika anaknya tidak bisa membaca dan menulis. Dibandingkan ananya tak mengenal warna dasar.


Banyak orang tua yang khawatir, jika anaknya tidak bisa membaca dan menulis. Dibandingkan anaknya tidak mengenal bentuk-bentuk dasar.


Banyak orang tua yang khawatir, jika anaknya tidak bisa membaca dan menulis.  Dibandingkan anaknya tidak mengenal dunia luar


Banyak orang tua yang khawatir, jika anaknya tidak bisa membaca dan menulis.  Dibandingkan anaknya tidak tersenyum  dan tidak memiliki rasa ingin tahu.


Hal ini sedikit menganggu buat saya, ketika beberapa orang tua mengambil raport dan saya mengemukakan beberapa permasalahan anak mereka. Dan, hampir semua orang tua bertanya tentang kemampuan membaca dan menulis anaknya :((


Tidakkah mereka peduli terhadap perkembangan yang lain? Bukankah kemampuan membaca dan menulis masih bisa dipelajari, dibandingkan sebuah perilaku atau dunia anak-anak yang takkan pernah terulang lagi


Semuanya kembali kepada anda :)