Cinta

Cinta





Ada perih


ada luka


tertinggal karena cinta


tapi tak mengapa


bukankah Tuhan seringkali membuat kita terluka


sampai akhirnya dipertemukan


dengan cinta sebenarnya


semoga saja





Aku telah mempersiapkan hatiku terluka, bahkan sebelum jatuh cinta padamu


Pria Peramu Kata (9)

Pria Peramu Kata (9)

Dear Kamu,

Hai, bagaimana puasa pertamamu hari ini? Semoga lancar sampai Adzan berkumandang nanti.


Pagiku hari ini dimulai dengan sebuah senyuman. Aku tersenyum mengingat pembicaraan kita semalam. Pembicaraan tentang potongan rambutmu, pose fotomu. Ah, memang sangat sederhana, tapi bagiku pembicaraan itu kembali menghangatkan dadaku.


Aku suka melihatmu tersenyum, rasanya senyum itu terlalu mahal untuk bisa terulas di bibirmu. Bisakah kamu tersenyum lebih lebih lebar kelak ketika kita bertemu nanti? Bisakah aku membuatmu tersenyum?


Petang tadi kita kembali bertegur sapa, dan kamu tampak antusias membicarakan proyek bukumu. Aku suka mendengarnya. Aku merasakan ada gairah dalam dirimu.


Kelak, jika waktu memang tidak berpihak pada kita. Bisakah kamu tetap seperti itu?


Atau jika bukan aku yang berada di sampingmu. Ku mohon tetaplah tersenyum.




Biarlah rindu ini merebah pada jarak dan waktu



Salam hangat,

Pengagummu

Jodohku

Jodohku

Jodohku,


Mungkin belum saatnya aku dan kamu bertemu


Belum saatnya juga kita dipertemukan


Saat ini kita hanya sepasang manusia yang tak saling mengenal


Terbentang jarak bahkan juga dipisahkan oleh waktu


Bersabarlah,


Kelak jika masanya sudah tiba, pasti kita akan bertemu


Seperti mimpi-mimpi kecil yang kita impikan


Jodohku,


Mari kita saling perbaiki diri


Agar kelak ketika bertemu, kita sudah siap untuk menautkan jemari di hadapan Allah


Dan aku akan menantimu dengan sabar di sini; di bilik hatiku


Sampai kelak aku menjadi halal bagimu





Aku sedang menyimpan debaran jantungku, demi bertemu denganmu; nanti



Ramadhan

Ramadhan

Alhamdulillah, ternyata masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan bulan Ramadhan. Semoga Ramadhan kali ini membawa berkah dan perubahan yang dalam diriku. Aminnn



Hari ini puasa pertama, semoga lancar sampai adzan Magrib.



Buat semua pembaca blogku, maaf lahir dan bathin ya

Riuh

Riuh



Tepukan riuh di dadaku perlahan menguap. Tak ada lagi gemuruh, gempita yang menyesakkan. Mungkinkah pertanda pesta telah usai?


Kemana perginya riuh di dadaku, rasa hangat yang berlompatan?


kini tertinggal  hanya kehampaan


Pria Peramu Kata (8)

Pria Peramu Kata (8)

Dear Pria Kata,

Hai, apa kabar gerangan kamu di seberang sana? Baik-baik saja kan. Belakangan ini kita jarang bertegur sapa ya? Kamu dan aku sama-sama sibuk, atau kita aja yang mulai merentangkan jarak?


Entah benar atau tidak yang aku rasakan. Kamu tidak lagi hangat, dan mulai menjauh dariku.


Ah, sudahlah. Maaf jika apa yang aku rasakan salah. Yang pasti, aku tahu kamu baik-baik saja. Buatku itu cukup.


Salam hangat,


Penikmat Kata

Sepasang Senja

Sepasang Senja


Kita adalah sepasang senja


yang semburatnya selalu di nanti


waktu seringkali tak berpihak


karena dengan cepatnya senja merangkak pergi


terusir oleh pekatnya malam


Kita adalah sepasang senja


hadirnya selalu ditunggu


namun cepat berlalu


sama seperti kenangan; usang kala semua berakhir


adakah senja yang selalu dinanti?


bahkan hingga gelap mencuri semburatnya.


Surabaya, 16 juli 2012

Mencintaimu dengan sederhana

Mencintaimu dengan sederhana

Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana


menjadi seseorang yang selalu ada


Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana


seperti arakan awan yang selalu setia pada langit


Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana


cukup dengan melihatmu bahagia





Kelak, aku ingin jemari kita bertautan di depan Tuhan


Kecewa

Kecewa

Dear Kamu,

kenapa harus seperti ini?

Bahkan sebelum takdir membiarkan jemari kita bertautan

mimpi-mimpi kecil pun belum sempat kita jelang...

Salahkah aku?

Masihkah kau ragu?

Harus seperti apa aku bersikap?

Begitu kecilkah pengorbanan yang telah aku berikan.

Katamu cinta itu tanpa pamrih

Lalu, kenapa kau hitung semua apa yang telah aku lakukan?

Ah, sudahlah...

Sepertinya takdir ingin kita berlawanan arah

bukan beriringan

Biarlah rotasi ini menentukan jalannya

Jalanmu; jalanku.
Sudut

Sudut




Berkali-kali aku melirik jam di pergelangan tanganku dengan gelisah. Sudah sejam aku di sini, sendiri.


Aku mengangkat cangkir kopiku yang panasnya telah menguap.. Getir, rasa itulah yang kini tertinggal di lidah dan juga –hatiku.


Setiap pintu resto ini terbuka, secara spontan pandanganku mengarah ke sana, tapi tak juga aku temukan sosoknya.


“Sudah siap pesan, Mbak?” seorang pelayan kembali menghampiri mejaku.


“Belum, Mbak. Saya masih menunggu teman,” ujarku.


 “Baiklah, jika nanti sudah siap. Silahkan panggil saya,” ucapnya dan kemudian berlalu dari hadapanku. Sekilas aku mendengar helaan napas dari mulut sang pelayan.


Aku merogoh ke dalam tasku, mengambil sebuah cermin kecil.  Aku memastikan tidak ada noda di riasanku kali ini. Aku ingin tampil sempurna di hadapannya nanti.


Makan malam kali ini semacam perayaan hubungan kami berdua, dan aku lebih suka merayakannya dengan sederhana. Tidak ada lilin, bunga-bunga atau pun kado mewah.


********


13 Februari 2012


Di sudut ini, pertama kali bertemu. Saat itu aku sedang asyik menikmati kesendirianku dengan sebuah buku di tangan. Dia datang tergopoh-gopoh. Tubuhnya basah kuyup terkena hujan,  dan wajahnya terlihat kebingungan mencari tempat kosong.


Hari itu restoran ini sangat ramai, beberapa dari mereka lebih menunggu hujan reda.  Entah apa yang membuatku berinisiatif untuk mengajaknya bergabung denganku.


“Hai, tempat ini kosong,” ujarku.


Dia menoleh ke arahku, aku menangkap sebuah keraguan dari raut wajahnya. “Silahkan, aku hanya sendiri,” ujarku sekali lagi.


Dia tersenyum dan duduk di hadapanku. Beberapa detik kami bertatapan, selanjutnya kami larut dalam sebuah pembicaraan panjang.


********


Aku masih saja terpaku, ketika lampu-lampu Kristal mulai dipadamkan. Perasaanku sedang tidak menentu. Sedih, marah, kecewa semua bercampur menghasilkan sebuah rasa sakit yang tak terbatas. Seberapa kuat aku menahan tangisku, nyatanya beberapa bulir air mata sudah mendesak keluar.


“Maaf, Mbak. Kami sudah mau tutup,” seorang pelayan menghampiriku.


Aku mendongak, “Bolehkah saya menunggu beberapa saat lagi? Mungkin dia sedang terjebak macet,” ujarku terisak.


“Baiklah, beberapa menit lagi.”



Sudut yang berbeda


“Wanita itu datang lagi?” bisik seorang perempuan muda


“Iya. Sejak tadi dia hanya terpaku. Entah siapa yang di nanti?” jawab seorang wanita di sampingnya.


“Sepertinya dia menanti seseorang, tapi kok aku nggak pernah melihat temannya, ya?” seorang pria yang baru datang menimpali.


“Entahlah. Aku kasihan melihatnya. Hampir setiap bulan, wanita itu selalu datang. ”


“Dia nggak gila kan?” Tanya wanita bertubuh tambun.


“Huss, jangan gosip yang aneh-aneh. Sepertinya dia baru saja kehilangan seseorang yang dia cintai. Sudahlah, ayo kita kerja lagi. Nanti Pak Budi marah.”


Tiba-tiba saja ruangan itu menjadi senyap.





 

Jenuh

Jenuh

Berungkali aku tepis semua rasa ini. Tapi, tetap saja menjejak dalam hatiku. Tak pernah aku pahami mengenai semua ini.


Aku mencoba mencari jawabannya, tapi tetap saja berakhir dengan rasa yang sama.



Aku jenuh; pada kamu.


 
Pria Peramu Kata (7)

Pria Peramu Kata (7)

Dear Pria Peramu Kata,

Terima kasih telah mengijinkanku mengetuk kesunyian hatimu.
Terima kasih telah mengijinkanku bersandar sejenak di bahumu
Terima kasih telah membiarkanku mengulas senyuman di wajahmu
Terima kasih telah mengijinkanku menghapus semua dukamu

Salam Hangat,

Pengagummu
Pria Peramu Kata (6)

Pria Peramu Kata (6)

Dear Kamu,
Kenapa aku mulai merasakan rindu padamu? Merindukan bagaimana sajak-sajakmu terangkai di Time Line. Aku suka tersenyum geli, saat pertama kali kita berkenalan.
Ah, aku keGR-an. Bukankah semua pria penyajak itu ramah dan idola wanita. Benarkah itu? Benarkah aku keGR-an, atas sikapmu.

Dan sekarang aku merindukanmu

Salam Hangat,

Penikmat Kata