Menulis membuat hidupku berwarna

Menulis membuat hidupku berwarna

Dahulu, saya menulis hanya untuk menghibur diri yang sering kesepian.

Menumpahkan perasaan ke dalam diary terasa menyenangkan ketimbang menceritakan kepada orang lain. Maklum saat itu lagi sensitif sama komentar orang tentang diri saya.  Kebiasaan menulis diary itu kemudian berkembang. Tidak hanya menulis curhatan yang menye-menye, saya mulai mencoba menulis puisi, cerpen dan draft novel (kalau membaca ulang tulisan yang ditulis dulu rasanya malu. Soalnya masih cupu :D )


Masuk perguruan tinggi, saya mencoba untuk membuat blog. Tujuannya sih masih sama yaitu mencurahkan isi hati. Tak ada teman atau saudara yang tahu kalau saya punya blog. Sengaja, biar nggak ketahuan kalau curhat. Aktivitas menulis blog sempat terhenti karena koneksi internet yang masih mengandalkan gratisan. Maklum, saat jaman saya kuliah, internet adalah barang mahal. Saya pun kembali nulis diary.


Hingga, kakak perempuan saya mengenalkan pada sebuah situs ngerumpi.com. ngerumpi.com semacam wadah bagi para orang-orang punya ketertarikan untuk menulis. Awalnya, saya lebih memilih silent reader dan meninggalkan komentar di mana-mana. Sampai, akhirnya punya keberanian untuk memposting tulisan saya di akun itu.


Postingan pertama cukup mendapatkan tanggapan. Respon mereka mendorong saya untuk lebih aktif menulis. Mencari tema-tema baru sebagai bahan tulisan. Di ngerumpi.com saya bertemu banyak penulis-penulis keren. Rasanya menyenangkan berada di dalam lingkungan yang memiliki passion sama. Dan, karena ngerumpi.com saya bisa ikutan dalam proyek 2 teman maya. Kita bertiga berhasil menang dalam lomba menulis kumcer. Yeay, buku pertama saya. :D


Kenangan

Kenangan

Kamu ibarat nyala api

Memantik gas-gas rindu yang telah lama tertidur

Menyeretku ke pusaran waktu silam

Aku tergugu

Mungkin benar adanya

Cinta telah lama pergi, tapi aku masih menyimpan kenangan tentangmu





[caption id="attachment_3315" align="aligncenter" width="560"]https://www.facebook.com/photo.php?fbid=438531789530876&set=a.211080582275999.68340.211070425610348&type=3&theater https://www.facebook.com/photo.php?fbid=438531789530876&set=a.211080582275999.68340.211070425610348&type=3&theater[/caption]
Jarak

Jarak


Jarak itu selalu bisa membuatmu lebih keras berusaha, lebih menyadari bahwa kedekatan bukan hanya raga melainkan juga jiwa. - @adelladellaide


Travelling dengan ortu, siapa takut?

Travelling dengan ortu, siapa takut?

20140129-201233.jpg
Bersama ortu pas ke Lombok


Dulu, saya suka iri melihat teman-teman atau kedua kakak yang bisa berpergian tanpa ada yang melarang. Bahkan, di usia yang hampir menginjak usia 30 ini saya belum pernah travelling sendirian. Kemana-mana harus didampingi ortu.

Marah?
Tentu. Bagaimana pun ada kalanya saya ingin berpergian sendiri. Menikmati petualangan seperti yang teman-teman atau kedua kakak saya sering lakukan. Namun, rasanya tak mungkin. Ijin itu tak akan pernah keluar kecuali saya menikah. Saking seringnya saya nggak boleh kemana-mana. Beberapa teman menjuluki saya anak mama.
Tentang Kamu

Tentang Kamu

Waktu berganti
Tapi, kenangan tentangmu masih mengendap di sudut hati terkecilku
Yang terkadang menyeruak tanpa aku meminta.

Kamu,

Lelaki yang menorehkan semburat merah di pualam pipiku
Menggores ribuan rindu di dadaku

Dan, kepergianmu membuat luka besar di dadaku.

Sejauh apa pun aku berusaha melupakanmu.
Kenangan tentangmu seperti bayangan yang terus menghantuiku
Memaksaku untuk kembali mengingatmu



Aku masih mengais-ngais rindu di antara kepingan hati yang kau patahkan
(Bukan) Resolusi 2014

(Bukan) Resolusi 2014

Well, postingan ini mungkin bukan resolusi. Tapi, hanya sekadar perenungan untuk tahun ke depannya supaya lebih baik lagi.


1. Lebih menggunakan "hati" untuk melihat hal-hal yang ada di dunia.


2. Belajar untuk tidak mengeluh dan bersyukur


3. Membaca lebih banyak buku


4. Lebih rajin menulis


5. Setidaknya menerbitkan 1 buku untuk tahun ini.


#JanuariChallenge: Memori

#JanuariChallenge: Memori

1499685_10202749613677925_1484115692_n

"Andaikan otak punya fasilitas Recycle Bin, kayaknya gue bakal sering-sering make deh," ujar Risna --teman kantorku yang juga merangkap sahabat.

Sore itu, kami sedang menghabiskan waktu sambil menunggu hujan reda di sebuah coffe shop letaknya lima blok dari tempat kami bekerja.  Di atas meja dua cangkir teh yang masih mengepul baru saja diletakkan oleh pelayan.

#Januarichallenge: Petak Umpet

#Januarichallenge: Petak Umpet

20140102-211304.jpg
google.com
"Kak, aku ikut main ya?" Tanya ardi saat melihat Leo --kakaknya yang mau pergi main bola bersama teman-temannya.

"Kamu di rumah aja, Dek. Nanti dicari Bunda," ucap Leo.

"Iya di rumah aja. Ngapain sih pakai mau ikut segala," timpal salah satu teman kakaknya.

"Tapi, aku mau ikut, Kak. Aku janji nggak bakal bikin repot. Boleh ya, Kak?" Ardi merajuk.
#31HariFF: Nyonya Ros

#31HariFF: Nyonya Ros

20131222-204214.jpg

"Selamat hari Ibu. Semoga mama selalu sehat." Aku memeluk dan mencium pipi mama. Lalu, bergelayut mesra di pundak wanita yang sudah membesarkanku.

"Terima kasih. Jangan cuman karena hari Ibu aja kamu meluk mama begini," goda mama.

Aku pura-pura memberengut sambil tetap bergelayut di pundak mama.

"Rie. Kalau kamu sudah berkeluarga nanti. Jangan lupa sama mama ya." Mama menarik cuping hidungku.
Menikah? Siapa juga yang nggak mau?

Menikah? Siapa juga yang nggak mau?

Favim.com

"Kalau seumur kamu sudah jangan kebanyakan milih. Apalagi urusan tampang. Terima aja apa adanya."


Akkk, saya kenyang sekali dengan komentar semacam ini. Entah dari teman, keluarga, atau orang-orang yang mengetahui status saya yang masih single.

 Dongkol?
Dulu sih sebal setengah mati dengan komentar seperti ini. Sekarang masa bodoh. Lagian Mereka yang ngomong begitu juga bukan Tuhan yang harus merancang hidup saya seperti apa.

 Talk to my hand!

Kenapa sih kamu masih saja menulis?

Kenapa sih kamu masih saja menulis?

"Daripada novelmu nggak terbit-terbit. Mending berhenti nulis aja."

Kemarin, seorang teman mengatakan itu pada saya. Walaupun dengan nada setengah bercanda. Saya tahu bahwa itu adalah sebuah sindiran.


Sebenarnya itu bukan kali pertama saya disindir soal kesukaan saya sama dunia tulis-menulis. Beberapa orang terdekat mengganggap bahwa aktivitas menulis itu nggak penting. Apalagi kalau yang ditulis isinya tentang cinta. Katanya itu cuman bikin dirimu galau saja.

31HariFF: Kejutan

31HariFF: Kejutan

20131220-210056.jpg

Coba buka laci nomor 2. Aku meninggalkan sesuatu untukmu.


Airin mengerutkan dahi saat membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh Rio --suaminya.
Dia bergegas menuju kamar. Mengikuti apa yang ditulis suaminya dalam sms yang baru saja diterimanya.
Airin membuka laci kamarnya. Merogoh ke dalam. Mencari apa yang ditinggalkan sang suami untuknya. Wanita itu mengernyit ketika menyadari satu-satunya benda yang ada di laci hanyalah sebuah kertas.
Dengan penuh rasa penasaran Airin membukanya. Hanya terdapat coretan seperti peta denah dan sebuah pesan yang ditulis dipojok bawah.
ikuti jalan ini dan kamu menemukan jawabannya.


Airin tersenyum. Rio menyiapkan sebuah kejutan untuknya.


#31HariFF: Mimpi Aiko

#31HariFF: Mimpi Aiko

20131218-193645.jpg

Foto: Koleksi Pribadi

 

"Akulah sepasang kupu-kupu dengan sayap yang cantik"

Aiko merentangkan tangannya, kemudian menggerakkannya seakan kupu-kupu yang sedang terbang. Bibir mungilnya tak berhenti melafalkan nyanyian yang tak jelas.
Tak jauh dari Aiko berdiri, seorang wanita paruh baya menatap dari kejauhan. Sepasang mata yang mulai menua itu berkaca-kaca saat menyaksikan Aiko yang sedang bernyanyi.
Dadanya terasa sesak menyaksikan putri semata wayangnya yang berputar-putar sambil meracaukan sesuatu yang tak jelas.


Kasihan dirimu, Nak. Semenjak ayahmu pergi. Kamu terobsesi menjadi kupu-kupu

#31HariFF: Di sudut taman

#31HariFF: Di sudut taman

20131216-211357.jpg

Aku menengadahkan tanganku. Membiarkan daun-daun berwarna oranye yang berjatuhan memenuhi ceruk tanganku.


Aku sangat suka musim gugur.


Rasanya menyenangkan melihat dedaunan beraneka warna berjatuhan dari langit. Belum lagi aroma khas daun kering yang bersentuhan dengan tanah. Menenangkan.


Hari ini seperti biasa, sepulang kerja aku mampir ke sebuah taman yang letaknya tak jauh dari kantor. Selain untuk menikmati udara sore. Ada hal yang lebih penting.


Aku menunggu seseorang.


#31HariFF: lelaki di sudut coffe shop

#31HariFF: lelaki di sudut coffe shop

20131215-205931.jpg

Lelaki itu datang lagi. Kali ini dia mengenakan kemeja kotak-kotak berwarna biru laut dengan bawahan celana cargo berwarna dongker. Rambutnya diberi gel lalu dibentuk jambul ke depan. Dia sungguh manis.


Seperti biasa lelaki itu selalu duduk di sudut dekat jendela. Seakan menunjukkan bahwa dia ingin menjauh dari keramaian.
Aku membetulkan celemekku sesaat sebelum menyambar buku menu dan berjalan menghampiri lelaki itu.


"Mau pesan?" Tanyaku sambil memegang kertas pemesanan.
"Expresso,"ucapnya tanpa tersenyum.
"Baik ditunggu." Aku menyunggingkan senyuman ramah.
Lelaki itu menatapku dingin, kaku.


****

"Dia datang lagi?" Bisik Robi.
Aku mengangguk. "Pesanannya pun selalu sama Exspresso."
"Lelaki yang aneh. Pesan kopi tapi nggak pernah diminum," timpal Bowo yang sedang membuat pesanan lelaki itu.
Aku mengedikkan bahu. "Biarkan saja. Dia kan pelanggan kita."


"Rie. Kamu yang antar ya."


Aku mengambil baki dan meletakkan secangkir exspresso yang masih menepul. Lalu, membawanya ke meja nomor 16.


"Ini pesanannya." Aku meletakkan cangkir itu di hadapannya. "Silakan dinikmati."


Lelaki itu tak merespon apa yang kukatakan. Tatapannya hanya mengarah pada sebuah foto yang sudah usang.
Lelaki yang tampan. Tapi, sayang tak bisa melupakan kenangan.

#31HariFF: Langit Jingga

#31HariFF: Langit Jingga

20131215-032519.jpg

"Aku harus bisa menyelesaikannya sebelum Matahari tenggelam." Aku mengangkat kedua tangan sebagai perwujudan bahwa sedang bersemangat.
Di depanku ada beberapa tumpukan berkas-berkas yang harus segera diselesaikan. Aku menghela napas panjang. Ini akan menjadi hari yang sibuk.
***


"Naru, tolong kamu selesaikan laporan penjualan ni secepatnya. Kalau bisa sebelum Matahari tenggelam," perintah Budi.
"Hah?" Tanyaku kaget.
"Kamu harus selesaikan. Kalau tidak kamu kupecat." Suara pak Budi meninggi.
Aku meninggalkan ruangan Direksi dengan kaki lunglai.


bagaimana caranya aku menyelesaikan laporan sebanyak itu?


Ting...


Sebuah ide terlintas. Aku mengambil sebatang korek. Lalu, kulemparkan pada kertas-kertas yang sudah kutumpuk rapi.


Aku tertawa-tawa. Memandangi nyala api yang mulai membesar.


Pada hujan yang berjatuhan, aku sematkan doa-doa untukmu. Semoga kamu selalu baik-baik saja