Tentang Masa Silam

Tentang Masa Silam

Ini tentang masa silam
Yang mengendap-endap dari celah terkecil di hatiku
Perlahan menyeruak tanpa diduga.
Ini tentang masa silam
Tentang kenangan yang tak lekang oleh waktu
Tersimpan dalam Kotak Hitam berdebu

Kini tiba-tiba kau hadir
Memintaku tuk kembali mengisi celah di hatimu.
Tak sadarkah kau, Tuan?
Bahwa ada luka yang tersisa dari kisah kita
Bahkan waktu, tak juga merapikan sejarah kita.
Semuanya masih tergenggam erat dalam sebuah kenangan.

Lalu apa yang kau ingin dari sebuah hubungan kita sekarang?
Adakah beda di setiap akhir?
Atau akankah berakhir sama dengan yang terakhir?

Kepada masa silam, kenapa tak kita rebahkan dua rindu yang saling mengaduh.

Admirer

Admirer

Sama seperti kemarin, semua perasaanku padamu. Tak ada yang berubah. Aku tetaplah pengagum semua tulisan yang berderet panjang di linimasamu.  Tapi, anehnya aku hanya berani membaca,  tanpa ingin kamu ketahui.  Padahal banyak kata-kata di linimasamu yang ingin kukutip atau sekadar kutekan tombol favorite.  Sayangnya, aku belum berani menunjukkan keberadaanku. Terlihat gila ya? That's me. 


Aku juga orang yang setiap pagi menunggu derap langkahmu yang tenang saat memasuki tempat, di mana kamu biasa menikmati sarapan pagimu dengan sebuah laptop sebagai teman setia. Lalu, aku akan berusaha mencegah temanku untuk melayanimu. Hanya dirikulah yang berhak mencatat dan mengantarkan menu kesukaanmu: secangkir ekspresso, dan Sandwich Tuna.  Tidak ada yang lain. Bahkan, aku rela menukar jam kerja, demi bertemu denganmu setiap pagi.


 Semua teman-teman kerja, menganggapku tak waras karena terlalu memujamu. Tapi, aku tak peduli. Bukankah, ada pepatah bahwa cinta tak harus dimiliki.


Dan, aku tak berniat memilikinya.


 



Kita sepasang tangan yang saling menggenggam belati, menikam satu sama lain




[caption id="attachment_2571" align="alignnone" width="500"]http://favim.com/image/16619/ http://favim.com/image/16619/[/caption]
Sambungan Hati Jarak Jauh

Sambungan Hati Jarak Jauh

"Aku belum siap dengan ini," ujarnya terisak.

Aku mendekatinya perlahan; tanganku membelai halus rambut ikalnya. Aku sengaja tak menjawab, membiarkan dia larut dalam emosinya sejenak.


Perlahan kubawa dia dalam dekapanku. Membiarkan tangisnya tumpah ruah di dada. Kurasakan tubuhnya bergetar. Ah, hatiku serasa diremas-remas.


"Aku tahu ini berat bagimu, sayang. Begitu pun diriku." Aku mengambil napas sejenak, "tapi kenyataannya semua ini harus kita jalani."


"Kalau aku merindukanmu bagaimana?" dia mendongak dengan mata penuh air mata.


"Telepon." tanganku menyentuh kedua pipinya, menghapus air mata yang berjatuhan di sana.


"Kalau aku rindu untuk melihatmu...memelukmu..." dia tak bisa melanjutkan perkataannya. Suaranya perlahan ditelan oleh derasnya air mata.


"Sayang, dengar. Kalau kamu rindu, kamu bisa kapan pun menghubungiku. Aku akan selalu menerimanya, sesibuk apa pun itu. Percayalah, ini memang tidak mudah." Aku menarik napas dalam-dalam, sekadar meredakan dada yang mulai terasa berat, "tapi, ketika kamu percaya bahwa tak ada yang berubah dari hubungan kita semua pasti terasa mudah."


 Karena jarak hanyalah jeda yang memisahkan pertemuan




[caption id="attachment_2568" align="alignnone" width="698"]http://favim.com/image/499002/ http://favim.com/image/499002/[/caption]
Bercerita dengan gambar

Bercerita dengan gambar

Belakangan ini, saya suka sekali mengumpulkan gambar-gambar entah sebagai wallpaper atau DP BBM.  Rasanya menyenangkan ketika memasang gambar yang sesuai dengan suasana hati.


Beberapa teman sampai bertanya, "kok gambar profile kamu bagus-bagus?"


Saya hanya tersenyum ketika mendapati beberapa teman menggunakan gambar yang sama.


Buat saya, gambar mampu membuat saya bercerita.


Kamu?


Hujan dan kopi