Selamat Tuan, kamu telah kehilanganku

Selamat Tuan, kamu telah kehilanganku

Sebut saja aku orang yang sensitif.  Mudah meneteskan air mata, ketika melihat sesuatu yang begitu menyentuh. Tapi, jangan panggil aku cengeng. Sebab, aku hanya menangis saat hatiku ingin menangis.


Ketika aku putus denganmu, lalu kau membayangkan aku akan menangis meraung-raung, meratapi punggungmu yang menjauh itu, tentu kamu salah besar. Aku tak menangis sedikit pun.


Mungkin, terasa perih di hati, tapi sayangnya otak tak menyatukan hati dan mata. Hujan di mataku tak lagi turun hanya untuk menangisi kepergianmu.


Kamu, boleh saja berbangga hati karena mendepakku dari hatimu. Tapi, ingatlah tentang satu hal. Kelak, akulah yang akan menuai garam di atas luka hatimu yang membasah.


Silahkan kau panggil aku pendendam.


Maaf, rasanya terlalu disayangkan jika aku harus membuang waktuku untuk itu.


Selamat, Tuan. Kamu telah kehilanganku :)


im-sorry

Seulas Kerinduan

Seulas Kerinduan

Duhai, Tuan

Malam ini, kerinduan kembali menjejaki sudut kecil di dadaku

Menyesaki setiap aliran darahku dengan benakmu

Berkali-kali namamu bergaung di setiap detak jantungku

Wahai Tuan,

Mengapa hanya aku yang merasakannya?

Mengapa kau tak juga tersiksa dengan aliran rindu yang terkadang denyutnya sempat menggantikan detak jantungku --sendiri?

Mengapa hanya aku yang mencandukan kerinduan?

Mengapa bukan kamu yang tersiksa untuk merindukanku?



Wahai Tuan,

Mengapa rindu ini selalu mendesak untuk segera digenapkan?



...dan lagi-lagi waktu mematikan segalanya