incomplete

incomplete

Seringkali aku bertanya, sebenarnya apa sih artiku dalam hidupmu?
Mungkinkah kau menganggap aku hanya pelengkap hidupmu yang kata kebanyakan orang sempurna.
Aku masih ingat bisik-bisik para tamu undangan di saat kita berdua bersanding di pelaminan.
"Sakti beruntung sekali mendapatkan Kinanti sebagai istri. Cantik, bersahaja."

Kenyataannya, bagimu aku memang hanya sebuah pelengkap.
Orang diluar sana tidak pernah tahu pasti tentang apa yang aku rasakan.

Sudahlah, kenyataannya kami memang tidak bahagia
Mencintaimu membuatku luka

Mencintaimu membuatku luka

"Bisakah hari ini kita makan siang?"
"Maaf, aku sibuk?" Katamu dingin
Aku mendesah, selalu saja jawabanmu sama--dingin.
"Kapan sih kamu punya sedikit waktu untukku?" Aku merengek.
"Jangan bertingkah seperti anak kecil. Sudah aku bilang, aku sibuk seharian ini."
"Selalu saja sepertiku." Suaraku bergetar
Kamu diam, tak ada lagi jawaban meluncur dari bibirmu. Hanya sebuah ciuman di kening dan kau pun berlalu dari hadapanku

Hatiku perih
****

Seperti hari-hari biasa, aku lebih memilih termenung di taman--tempatku dapat mencurahkan semua perasaanku. Tapi, kali ini apa yang aku rasakan lebih dari sebuah rasa sakit biasa.
Rasanya luka yang sekarang ada di hatiku ini semakin menganga tanpa ada obatnya.
Ah, terkadang aku sadar bahwa betapa bodohnya aku yang terlalu mencintaimu.

...Sekarang aku harus menanggung perih luka akibat ketololanku yang mencintaimu
Menunggu rindu

Menunggu rindu

Semburat langit menyisakan warna-warna lembayung yang melukis langit.
Taman-taman kota mulai dipenuhi orang-orang yang ingin mengendorkan sedikit syaraf-syarafnya.
Rumput-rumput masih saja basah. Tertinggal jejak-jejak tangisan langit yang semalam dengan galaknya menumpahkan semua perasaannya.
Aku terdiam di sebuah sudut taman, duduk memandang kumpulan anak-anak kecil yang suaranya membahana.
Rindu..
Hanya satu kata itu yang sekarang tertinggal dalam hatiku.

Rindukah kamu padaku?
Dear You

Dear You

Hai kamu yang disana
Tidakkah kau rindu padaku?
Tidakkah kau merindukan suaraku ini?
Tahukah kamu kalau aku merana karena merindukanmu?

Mungkin tidak...
dibalik topeng

dibalik topeng

Sejak semalam rasa gelisah itu tidak juga hilang. Jantungku pun ikutan berdetak dengan kencang. Ada apakah gerangan? Inikah sebuah pertanda?
Letih sebenarnya batin ini, tapi tetap saja aku harus tetap memasang senyum palsu. Katanya, aku tidak boleh terlihat sedih didepan banyak orang.
Rasa gelisah itu kian menghantuiku, bahkan sudah mulai menjamah area mimpiku. Semalam tiba-tiba aku terbangun dengan nafas yang tersengal-sengal dan baju yang basah kuyup karena keringat.

Apa yang terjadi padaku? Kenapa rasa ini terus saja ada?
senja dan kamu

senja dan kamu

Sejenak ku tersipu memandang wajah ayu yang sedang menatapku lekat. Wanita ini telah mencuri seluruh hari-hariku.
Hari ini seperti biasa kami berjanji untuk menghabiskan senja bersama. Bercengkerama untuk sekedar melepas rindu yang sudah menumpuk.
Aku menyukai senja--begitu juga dia. Kami sama-sama menggilai warna kemerahan yang matahari torehkan dalam cerianya langit.

Karena senjalah yang ikut berperan dalam pertemuan pertama kami.
Dua Sisi

Dua Sisi

Kamu itu seperti hujan--menawarkan kesejukan, tapi juga menawarkan kesedihan

Kamu itu seperti kembang gula---manis, tapi juga dapat menyakitkan

Kamu itu seperti lampu--menyinari, tapi juga menyilaukan

Kamu itu seperti bunga--indah, tapi gampang layu
Kamu itu seperti dua sisi yang berlawanan, yang bahkan kadang aku tidak pernah mengenal sosokmu lagi
Sisi lain

Sisi lain

Aku terlalu lelah menapaki pagi ini

Bahkan bathinku menciut kehilangan daya

Suara cacian dan cibiran terus sja bergema dikedua telingaku

Meninggalkan sayatan-sayatan kecil dikedua telingaku

 

Sudahlah...

Hentikan..

Tak lelahkah engkau?

Biarkan aku sejenak

 
Karena aku bukanlah boneka yang bisa terus kau sakiti

 

 

 

 
rindu

rindu

Semburat senja membias cakrawala
Sinar mentari perlahan meredup
Terganti oleh bias sinar rembulan

Aku rindu...
Padamu yang telah meninggalkanku
pemuja rahasia

pemuja rahasia

Dear wanita bermata bulat,
Aku selalu merindukan saat dimana kamu menopangkan kedua tanganmu--dengan pikiran entah kemana.

Salam hangat,
Tikus putih yang selalu menunggumu
Senja

Senja

Sang surya perlahan mundur dari peraduannya. Semburat merah meninggalkan jejak-jejak indah di langit.
Naima menatap kosong wajah-wajah gahar dihadapannya. Tak satupun perlawanan yang ditunjukkan oleh dirinya, ketika tangan-tangan liar itu mulai menjamahnya--mengintiminya



Silahkan ambil saja virus sialan itu!!
Suatu sore

Suatu sore

Langit hari ini berduka, awan-awan gelap berkumpul membentuk rangkaian wajah sendu. Mendung pun datang mengabarkan kesedihan.


Amira hanya diam, sejak tadi matanya menatap lengkap pada hamparan air yang tampak tenang. Bulir-bulir air bening berebutan keluar dari pelupuk mata kecilnya.


Aku ingin mati saja..

Saksi Bisu

Saksi Bisu

Tulisan-tulisan itu hanya bisa diam, tidak satu pun pembelaan keluar dari mulutnya





Kanaya terkejut saat melihat halaman terakhir dari majalah yang dia baca. Matanya terbelalak saat dia membaca satu persatu kata yang tersusun dari tulisan itu.


Rasanya Kanaya tidak asing dengan tulisan-tulisan yang terpampang di majalah ini.Bagaimana tidak, ini adalah salah satu tulisan di blognya dan sekarang tulisan ini di muat dalam majalah tanpa persetujuannya bahkan nama penulis yang tertera bukanlah namanya.


"Mbak....mbakkkk." Kanaya tergopoh-gopoh mendekati kakaknya yang sedang asyik menyiram bunga.


"Ada apa sih? Kok kayak orang kebingungan aja?"


"Lihat ini deh mbak." Kanaya menyodorkan majalah yang di bawanya.


"Hm...terus kenapa dengan tulisan ini?"


"Ini tulisanku, orang ini sudah menjiplak dan mengakui sebagai karyanya?"


"Hah..kamu yakin? Mungkin saja ini tulisan dia yang temanya mirip dengan tulisan kamu?"


"Aku yakin mbak...ini sama persis dengan yang aku tulis di blog cuman judulnya saja yang dia ganti, tapi isinya tetap tidak berubah"


"Hmm...jadi begitu? Terus apa yang akan kamu lakukan?"


"Tentu aku akan protes dengan semua ini, jelas-jelas orang ini sudah menjiplak karyaku?"


"Kamu yakin semua orang akan percaya? Lagipula tulisan ini sudah di terbitkan, jadi sama saja tulisan ini sudah diakui sebagai karyanya"


"Tapi aku punya bukti bahwa ini karyaku, aku masih punya salinan aslinya," Kanaya terus kukuh.


"Dek...kalau itu kamu jadikan sebagai bukti, bisa-bisa dia menyerangmu dan bahkan menuduhmu balik bahwa kamu yang menjiplak dia. Soal naskah asli itu gampang, tinggal copy paste beres deh. Semua orang bisa melakukannya"


"Terus aku harus bagaimana mbak? Membiarkan semuanya begitu saja"


"Sudahlah, ikhlaskan saja. Mungkin ini bukan rezekimu, dan satu pelajaran buatmu. Kalau kamu merasa karyamu layak, segera terbitkan!" Pesan kak Dewi sambil menepuk halus punggung Kanaya.


"Oh ya...satu lagi. Berhati-hatilah dalam menyimpan tulisanmu. Kalau merasa itu berpotensi, jangan kamu unggah ke dunia maya. Sudahlah jangan bersedih!!" kak Dewi meninggalkan Kanaya yang sedang meratapi nasibnya.


 Kanaya memandang tulisan di majalah dengan muka masam, terlihat jelas raut kekecewaan di kedua matanya.


"Andaikan tulisan ini bisa jadi saksi?"





Pertemuan

Pertemuan

google.com

Jakarta, Pukul 06.00 pagi


Sisa-sisa air hujan masih menetes dari langit,  pagi ini Jakarta baru saja diguyur hujan. Seperti biasa aku sedang berteduh dihalte sambil menunggu bisku datang. Sesekali aku menengadahkan tanganku untuk menikmati tetesan air yang jatuh dari langit, Aku sangat suka hujan, karena hujan menawarkan nyanyian kedamaian.


Lima Menit kemudian bis yang biasa aku tumpangi pun datang, aku segera bergegas ikut berebutan dengan orang-orang. Aku beruntung hari ini, karena aku mendapatkan tempat duduk, biasanya suasana setelah hujan membuat bis penuh sesak hingga tak jarang aku berdiri sepanjang perjalanan.


©©©©©©©©©


Bis pun berhenti di shelter berikutnya, beberapa penumpang turun dan beberapa penumpang lainnya naik. Aku pun menggeser tempat dudukku ke dekat jendela, kebetulan penumpang disebelahku ikutan turun otomatis tempat disebelahku kosong.


Deg!! Hatiku berdetak kencang saat dari kejauhan sosok pria hujanku ikut dalam keramaian penumpang yang naik. Aku berdoa dalam hati berharap  tidak ada orang yang duduk disebelahku selain dia, dan ternyata Tuhan mendengarkan doaku karena aku lihat dia semakin mendekat ke arahku, dan  dia pun duduk tepat disampingku.


Rasanya jantungku berlompatan melihatnya sedekat ini, ingin rasanya aku menyapa dan berkenalan dengan dirinya, tapi tidak aku harus menahan rasa ini, aku tidak mau terlihat agresif. Hari ini pria hujanku terlihat sangat menawan, kemeja kotak-kotak, celana jeans dan ditambah dengan sebuah kacamata membuat dia semakin terlihat lebih manis.


Sepanjang perjalanan kami hanya diam membisu, hening diantara keramaian penumpang lainnya. Tak ada satupun kata keluar dari mulutku dan dirinya, hanya kegelisahan ditambah detak jantung yang semakin cepat. Lidahku terlalu kelu hanya untuk sekedar mengucapkan "hai". Mungkinkah dia merasakan hal yang sama denganku? pertanyaan itulah yang terus terngiang-ngiang dikepalaku.


 Lima menit lagi bis yang aku tumpangi akan berhenti, waktuku bersama dia jadi semakin sempit. Kali ini aku harus tahu siapa namanya? Aku nggak mau buang kesempatan langka ini  hatiku berbicara. Sambil gemetaran aku pun menyapanya.


"Hai, bisa kita berkenalan?" aku mengucapkannya dengan nada yang gemetaran.


"Eh....iya" ucapmu dengan ekspresi kaget. Aku menikmati ekspresi kebingunganmu, kamu tampak lebih menawan saat itu.


"Namaku Rie, aku sering memperhatikanmu"


"Namaku Azka, benarkah itu? Aku rasa aku juga sama sepertimu" ujarnya sambil tersenyum


"Jadi? Kamu juga sering memperhatikanku?" aku bertanya lagi.


"Iya, tapi aku malu ingin menyapamu. Ngomong-ngomong bisnya sudah berhenti, sudah saatnya kamu turun, nanti terlambat masuk kerja loh!"


"Eh iya, makasih ya. Aku turun dulu. Sampai juga lagi Azka" pamitku dengan berat


"Hati-hati ya Rie, eh iya boleh aku minta no hp kamu?"


Aku menyebutkan sejumlah angka, dan segera bergegas untuk turun. Baru lima menit turun dari bis, aku mendengar hpku berbunyi, dan terdapat sebuah pesan dengan nomor yang tak aku kenal.


From: 085731xxxxxxxxx


subject:


Hai Rie, ini Azka. Simpan nomorku ya. hati-hati dijalan :)


Aku pun segera membalas sms itu disertai dengan sebuah senyuman yang lebar. Biarlah orang lain melihatku seperti orang gila, yang pasti hari ini aku bahagiaaaaaa


 


 

telan aku

telan aku

telan aku ke dalam hitammu


wahai gelap


sudah jenuh aku


dengan kefanaan dan kesemuan dunia


semua serba kepura-puraan


hanya topeng-topeng yang dipasang dengan anggun


ahhhhh hitammm


 


telanlah aku sekarang....


 


 

Bisikan

Bisikan

google

 


Arghhhhhhhhhhhhh!!! Lagi-lagi bisikan itu datang. Entah darimana asal bisikan itu, yang pasti bisikan itu sudah membuatku tidak tenang dan memenuhi seluruh kepalaku. Bisikan itu selalu membuat kepalaku sakit dan telingaku berdengung. Bisikan yang tak jelas dan tak aku mengerti artinya.


 


****


Belakangan ini bisikan itu semakin menjadi-jadi bahkan seolah-seolah dia sudah bersemayam dalam tubuhku. Entah kenapa setiap bisikan itu datang, aku tidak dapat mengontrol diriku, dan ketika semua berakhir aku seakan lupa dengan apa yang telah terjadi. Orang-orang dirumah seringkali menganggapku aneh karena aku sering berbicara sendiri, mereka tidak pernah tahu bahwa aku sedang mengusir bisikan itu.


Sudah cukup hentikan!!!! Aku tidak ingin mendengarmu lagi. Siapa kamu? Kenapa kamu selalu mengikutiku? Apa maumu!!!. Aku berteriak-teriak lagi, kali ini bisikan itu telah memenuhi semua kepalaku. Rasanya aku tidak kuat lagi menahannya.


Sretttttttttttttttttttt... perlahan suara bisikan itu pun menghilang dan semua berubah menjadi gelap.


 


 


Seorang pria ditemukan tewas bunuh diri, diduga motif bunuh diri karena kelainan jiwa.