Love Letter: A Letter To Hana

Love Letter: A Letter To Hana

Source

Teruntuk Hana,

Saat kamu membaca surat ini, perkiraan Papa kamu sudah menjadi mahasiswa. Bukan lagi gadis kecil yang mungil saat berada dalam pelukan Papa.

Papa sudah lama menantikan kehadiranmu. Bahkan sejak Papa selesai melakukan Ijab Qabul dengan Mama. Kami berdua selalu berdoa kepada Tuhan supaya lekas memiliki keturunan. Buat Kami sebuah pernikahan tak lengkap tanpa hadirnya buah cinta.

Namun, Tuhan sepertinya berkata lain. Mama sempat mengalami gangguan pada rahimnya. Dokter mengatakan bahwa Mama akan kesulitan memiliki keturunan. Tentu saja semua ini sempat membuat Mama dan Papa sedih.  Tapi sepertinya kami menyimpan kesedihan itu masing-masing. Kami tak ingin saling melukai.

Mama dan Papa tentu saja tidak langsung menyerah. Kami selalu berdoa kepada Tuhan mengharap bahwa kamu akan hadir bersama kami. Mama melakukan serangkaian pengobatan demi menghadirkanmu, Nak. Cibiran dan cemoohan sudah sering kami dengar. Hingga Tuhan mengabulkan doa kami. Mama positif hamil.
Permintaan

Permintaan


Source

"Ryan. Mau ya?"

Sudah kesekian kali Adriana merengek di depan kubikelku. Membuatku yang tengah mengedit foto merasa terganggu.

"Sama yang lain aja." Aku menyimpan hasil kerjaanku. Lantas mematikan komputer. Kalau Adriana terus berdiri di depan mejaku. Bagaimana bisa aku berkonsentrasi.
Secangkir Kopi Penuh Cinta

Secangkir Kopi Penuh Cinta

Dokpri

"Hoi. Kami ngapain sih ngelihat cangkir kopi segitunya?" Martha menarik sebuah kursi di sampingku.

Gesekan antara kaki kursi dan lantai menimbulkan suara yang membuatku mendongak.

Martha terlihat cantik hari ini  Ah. Tidak. Dia selalu cantik. Gaun selutut bermotif polkadot berwarna hitam melekat pas pada tubuhnya yang mungil.

Tingginya sekitar 163 cm. Kulit putih tapi tidak pucat. Wajahnya berbentuk oval dengan potongan rambut bob. Alisnya melengkung seperti bulat sabit. Matanya yang legam menyerupai biji almond. Alisnya menjuntai lentik. Bibirnya dipoles lipstik berwarna Cherry

Segala tentang dia membuatku mabuk kepayang.

Bitter Sweet

Bitter Sweet


Aku selalu menyukai aroma kopi yang baru selesai dipanggang. Menyengat tapi sekaligus membuat ketagihan.

Setiap pagi sebelum melakukan aktivitas. Hal pertama yang kulakukan adalah menggiling kopiku sendiri, kemudian menjerang air. 

Sembari menunggu ketel uap berteriak. Aku mengeluarkan cangkir dari dalam lemari. Mengisinya dengan dua sendok kecil kopi dan sedikit gula. Selanjutnya, menuang air yang sudah mendidih.

Penantian

Penantian

Taken from
Suara bel angin tepat di atasku bergemerincing begitu pintu kaca itu kudorong. Aku bergegas menuju konter minuman yang kebetulan lengang. Seorang wanita muda mengenakan apron coklat menanyakan pesananku