Memilih

Memilih


"Kok, kamu belum nikah juga sih?"


"Kebanyakan milih tu?"


"Apalagi sih yang ditunggu, umur sudah cukup?"



Pernah dapat pertanyaan seperti ini?


Saya dong sering (bangga dikit.. hihi).  Kadang sering bingung kalau mendapat pertanyaan begini? Dijawab yang agak absurb pasti dikejar dengan pertanyaan lain.  Dijawab dengan logika, masih juga dikejar dengan pertanyaan lain.



Lalu?


Memangnya salah ya kalau kita memilih calon pasangan hidup? Perasaan nggak juga deh, cuman kesannya kalau terlalu milih, kata orang namanya jual mahal.


Lah, gimana nggak jual mahal? Inikan menyangkut ikatan seumur hidup, bukan sekedar pacaran lalu putus cari lagi.


Menurutku, memilih pasangan itu harus. Tapi, bukan berarti syarat yang kita ajukan aneh-aneh dan di luar batas kewajaran. Ya, sesuai standar kebahagiaan kita aja deh.


 Intinya sih, jangan takut memilih :)
Dear Kamu,

Dear Kamu,


Dear Kamu,

Surat ini, aku tulis untukmu. Kepada pria yang pernah menaburkan asa di sudut hatiku.

Rinduku masih saja mengendap-endap pada celah kecil yang aku sebut kenangan, di mana pernah ada aku dan kamu di dalamnya.

Masih tersimpan di sini —sepasang janji untuk saling bersua, meluruhkan rindu-rindu yang menyesaki dada.

Kamu,

Aku tak pernah tahu apa yang terjadi?

Tiba-tiba, ku temukan punggungmu menjauh

Nyatanya kisah kita tak ubahnya cerita tanpa akhir: bahagia atau kehilangan.

Salam hangat,

aku

 
Barisan Masa

Barisan Masa

Pada barisan masa, ku titipkan kerinduan padamu yang kian tak tersentuh

Pada barisan masa, ku tadahkan serpihan-serpihan rindu yang tersisa dari kisah kita

Pada barisan masa, larik-larik puisiku masih bercerita tentang kamu; rindu yang tak berbalas

Pada barisan masa, ku biarkan kisah kita mengabu menjadi kenangan
Teruntuk Pria Senja (2)

Teruntuk Pria Senja (2)

Dear kamu,

Aku tak tahu bagaimana caranya memulai percakapan kembali di antara kita. Ku rasakan kau perlahan merentangkan jarak; meninggalkan kekakuan. Tak ku temukan kamu yang dulu.



Aku sadar kisah di antara kita tak pernah berhasil. Anggap saja perlakuanmu itu bentuk ujian dari Tuhan sebagai pendewasaan diriku.



Semoga kamu bahagia :)

Yang aku butuhkan

Yang aku butuhkan

Aku tak butuh rayu

Aku tak butuh hadiah

Aku butuh sepasang lengan kuat untuk menyanggaku ketika aku lelah

 

Aku tak butuh rayu

Aku tak butuh hadiah

Aku butuh sebuah bahu untuk bersandar ketika hidup tak lagi nyaman

 

Aku tak butuh rayu

Aku tak butuh hadiah

Aku butuh kamu selalu menemani hariku
Cinta Diam-Diam

Cinta Diam-Diam

Sudah beberapa hari ini, aku sengaja menunggunya di tempat ini. Membiarkan diriku menggigil tak karuan diterpa angin malam. Memang terlihat gila, tapi aku menyukainya.


Lima menit kemudian


Wanita berambut lurus hitam sebahu, berponi pagar, keluar dari ujung gang. Dia terlihat merapatkan jaket coklat yang dia kenakan. Malam ini, angin memang sedang tidak bersahabat.


Harusnya aku menarik selimut di kamar



Wanita yang berumur sekitar 30-an itu berjalan ke arah deretan ruko yang masih saja ramai. Langkahnya sempat terhenti, dia merasa ada seseorang mengawasinya. Dia tak berani menoleh.


Mungkin hanya perasaanku saja



********


Aku masih saja berada di sudut itu, membiarkan wanita yang belakangan ini menganggu mimpiku lewat begitu saja. Hatiku berdebar


Lidahku mendadak kelu



Teruntuk Pria Senja

Teruntuk Pria Senja

Akulah daun-daun rindu yang berguguran di selasar hatimu; berserakan

Akulah pemuja barisan kata di linimasamu yang diam-diam jatuh hati padamu

Akulah sekeping mimpi yang tertinggal di antara serpihan kisah kita

Ternyata waktu telah melibas semua janji, meninggalkan rindu yang tersekat di ruang waktu.

Janji-janji bersalut madu menjelma menjadi secawan racun; membunuhku perlahan.

Seperti inikah takdir itu?

Berakhir, sebelum ada permulaan
Rindu yang Mengabu

Rindu yang Mengabu

Engkaulah rindu, yang tak mampu meretas cemas di antara jarak dan waktu, sebab jeda, terasa lambat membawa kita pada satu titik temu.

Engkaulah daun rindu, berguguran satu demi satu luruh di berandaku, menjelma sunyi yang paling bisu pada jingga senjaku.

Pada rona senja, kita bicara dengan kesunyian yang bertelanjang dada, entah berapa lama rindu mampu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?

Pada senja, kita bicara dengan sepi yg bertelanjang dada, entah berapa lama rindu bertahan dalam barisan masa, seperti inikah seharusnya cinta?

Lalu, segala doa luruh bersama senja yang mulai mengabu, lirih dari tangis pesakitan rindu yang belum tertuntaskan.

Note:

Buat kamu yang sudah ku paksa menulis puisi, terima kasih ya.

(pria senja)
Senja Bulan Oktober

Senja Bulan Oktober

Senja Pertama di bulan Oktober
Kisah baru telah disusun
Mimpi-mimpi indah telah dipersiapkan

Senja Pertama di bulan Oktober
Ketika kisah lama telah berakhir
Bersama kenangan tentangmu yang memudar

Selamat datang Oktober
Semoga cinta dan kebahagiaan meluber
Bidadari Tanpa Sayap

Bidadari Tanpa Sayap


Akulah bidadari yang kehilangan kedua sayap

Terluka; ketika sebilah anak panah beracun yang kau tusukkan tepat di ujung sayapku

Kau membuatku kehilangan kendali

Terkapar; menunggu maut menjemput

Akulah bidadari yang kehilangan kedua sayap

Ketika kamu memberiku sebuah cinta bersalut racun

Membunuhku secara perlahan

Akulah bidadari yang kehilangan kedua sayap

Ketika rinduku menjelma sebuah belati

Menikam tepat di ulu hatiku

Akulah bidadari yang kehilangan kedua sayap

Ketika cinta tak mampu menjagaku
Seorang Pria itu seharusnya

Seorang Pria itu seharusnya

Hihi, nggak tahu kenapa kok aku jadi pengen nulis tentang seorang pria ya. Tulisanku kali ini lebih ingin membahas bagaimana seharusnya seorang pria di mata wanita. Dan, lagi-lagi ini hanya pendapatku semata, kalau nggak setuju jangan pada nampol saya ya? :D


Sebagai seorang pria, seharusnya dia belajar bagaimana cara menaklukkan hati. Perlu dicatat, hati disini bukan berarti mempermainkan perasaan loh. Dan, saya paling nggak suka seorang pria yang hanya memanfaatkan kelemahan wanita. Cih, nggak jantan.


Sebagai wanita, kita nggak butuh janji-janji atau kata-kata manis bersalut madu, meskipun pada dasarnya wanita suka dirayu, tapi kalau kebanyakan juga lebay alias pengen muntah.


Pria demen ngeluh juga nggak asyik, apalagi soal kerjaan yang sebenarnya remeh. Kita wanita memang suka ketika pria berbagi masalahnya, tapi bukan berarti kudu tahan mendengarkan keluhan tiap hari.


Pria keren itu tahu bagaimana cara bersikap terhadap wanitanya, yang pasti dia akan memuliakan sang wanita. Menjaga agar tidak tersakiti. Karena ketika sang wanita tersakiti dia juga sakit.


Saya nggak suka pria perokok dan suka minum-minuman keras. Buat saya pria model begitu nggak ada kerennya. Gimana mau menjaga kesehatan keluarganya kelak, kalau dia sendiri sedang membunuh dirinya perlahan. Sekeras apa pun masalahmu, bukan berarti rokok dan minuman pelampiasan.


Satu lagi, pria keren tahu saat yang tepat untuk membuat pasangannya berbunga-bunga, walaupun tidak melalui adegan romantis. Kalau saya suka menyebutnya manis :)


Sekian postingan kacau saya. Semoga besok para pria-pria nggak komen ditulisan ini :D

Di Ujung senja

Di Ujung senja



Di ujung senja, nyata rindu kita hanya sebatas kata yang tersekat jarak dan waktu

Di ujung senja, nyata kisah kita hanya sebatas roman-roman tanpa judul

Di ujung senja, nyata janji kita hanya sebatas kata-kata manis tanpa makna

Di ujung senja, tak ada lagi kisah kita dalam larik-larik puisimu

Di ujung senja, ketika semua kisah kita berakhir tanpa kata
Sekali saja ku biarkan aku memeluk kenangan

Sekali saja ku biarkan aku memeluk kenangan

Pagi ini aku kembali memetakan semua rindu yang pernah aku rasakan

Kepada kamu, pria yang pernah mencuri separuh hatiku

Pagi ini, diam-diam rindu menelusup pada celah yang lupa aku tutup

Sesak

Ya.. sesak

Aku tak tahu harus bagaimana dengan rindu ini

Kamu, adalah sebuah kenangan dan aku tak mau lagi menengoknya

Entahlah

Kenapa diam-diam rinduku menjelma menjadi sebilah belati

Menikam tepat di ulu hati

 

Sakit

Aku mengerang kesakitan

Tapi, nyatanya rindu ini mencandukan

Aku menikmati setiap goresnya, walau sesekali air mata mendesak; berlompatan dari kedua mataku

Mungkin ini yang di sebut cinta itu memabukkan

Tapi, lagi-lagi aku membiarkannya

Sekali saja

ya, hanya sekali
Senja keberapa?

Senja keberapa?


Aku tak pernah mengingat ini senja keberapa

Aku tak pernah mengingat berapa senja yang telah aku lewati

Aku tak pernah mengingat kapan senja terakhir aku nikmati bersamamu

Aku penyuka senja tapi juga benci menikmati senja

Senja membuatku mengingatmu

Membuatku mengingat pria yang pernah mengajarkan tentang bagaimana menikmati indahnya senja


dan juga mengajarkan bagaimana aku membenci senja

entah ini senja keberapa?

Karena aku tak lagi ingin mengingatnya

Surabaya, 22-09-2012
Cinta

Cinta


Cinta itu serupa aneka permen dengan berbagai rasa:  manis, asam, atau perpaduan dari asam dan manis


Cinta itu serupa warna merah yang ku sematkan di pualam pipimu: hangat dan malu-malu


Cinta itu serupa kumpulan buku roman, menghasilkan debar-debar dan rasa hangat bagi pembacanya


Cinta itu serupa kumpulan anak kecil yang  tertawa riang di tanah lapang: penuh tawa dan kecerian


Cinta itu serupa bulir-bulir hujan yang mengalir dari langit: dingin, basah, meninggalkan kesedihan


Cinta serupa arakan awan kelabu di langit: meninggalkan rasa ngilu dan kerapuhan


Cinta apa apun bentuknya, dia adalah perasaan indah tak berbatas


Ceria


Indah


Nyata


Tak terduga


Awas terbakar di dalamnya

Diam

Diam





Aku diam


Kamu diam


Kita diam



Tik tok..tik tok


Waktu terus berjalan


dan kita masih tetap terdiam



Adakah luka telah mendiami perasaan kita masing-masing


hingga diam adalah jawabannya



Baiklah, Tuan. Mari kita bermain diam, dan lihatlah siapa yang lebih dulu kalah karena menahan rindu: aku atau kamu.





 


Tentang Kertaswarna

Tentang Kertaswarna

Pernahkah ada yang bertanya-tanya kenapa blog ini bernama Kertaswarna? Atau penasaran blog kertaswarna ini isinya apaan sih? Blog galau ya? :D


Blog Kertaswarna adalah blog kedua saya. Dulu sempat punya blog di domain yang lain cuman karena merasa kesulitan memakainya, saya memutuskan untuk membuatnya lagi.


Blog ini saya buat ketika duduk di bangku kuliah, awalnya hanya pengganti menulis diary. Jadi, kalau mau nambah postingan kudu pake koneksi gratisan di kampus. Maklum, dulu biaya internet cukup mahal.


Lambat laun, blog ini beralih menjadi tempat latihan saya menulis. Di blog ini saya bebas menulis apa pun. Kadang saya suka ketawa kalau baca tulisan-tulisan lama. Masih polos :D


Kenapa saya kasih nama Kertaswarna? Alasannya adalah kertas adalah tempat di mana kita bisa meletakkan isi dunia atau kepala di dalamnya, tidak perduli itu berupa coretan asal, makian, tulisan manis, atau hanya kumpulan benang-benang kusut.


Kenapa saya tambahkan kata warna di dalamnya? Saya punya alasan tersendiri.  Ketika kertas putih dipadu padankan dengan warna-warna, jadilah dia kertas berwarna-warni.


 Begitu juga dengan tulisan di blog ini, nantinya saya akan membuatnya lebih berwarna.


Semoga...

Sempat memiliki

Sempat memiliki

 D&D Pub and Lounge


"Sudah, Ndre. Cukup!" Kirana menarik segelas bir di tangan Andre yang belum sempat dia tenggak.


"Ah, kamu berisik!" Andre meracau.


"Kamu sudah cukup mabuk, mau sampai kapan kamu di sini? Sudah cukup, ayo pulang." Kirana mulai menarik Andre yang masih meracaukan kata-kata tak jelas.


"Aku ingin melupakan Nia, Kiran. Jadi, tolong biarkan aku di sini saja." ujar Andre di tengah racauannya


"Memangnya dengan mabuk kamu bisa melupakan dia?" Kirana masih berusaha membuat Andre yang mulai sempoyongan untuk berdiri.


"Setidaknya untuk malam ini aku bisa melupakannya, besok. Entahlah," ujar Andre lirih.


"Jadi, besok kalau kamu masih ingat dia. Kamu bakal minum dan mabuk lagi? Bodoh! Kenapa nggak sekalian aja kamu jedotin kepala ke tembok, biar amnesia," ujar Kirana tak sabaran


"Bawel. Mending kamu pulang sana. Nanti kamu kenapa-kenapa." Andre menepis tangan Kirana dari bahunya.


"Harusnya bukan aku yang kamu khawatirkan. Ayo pulang, sudah cukup kamu menyakiti dirimu sendiri." Lagi-lagi Kirana berusaha memapah Andre --sahabatnya itu.


"Kamu tahu apa tentang kehilangan, Ki? Kamu nggak akan pernah tahu gimana rasanya ditinggal oleh kekasihmu sendiri?'


Kirana diam


Aku memang tidak pernah tahu rasanya ditinggalkan oleh kekasih sendiri. Tapi, aku pernah berada di posisimu saat ini ketika aku tahu kamu tak pernah mencintaiku, Ndre.


...dan kamu masih beruntung sempat memiki Nia


Ikut serta dalam #FF2in1

Ritual Pagi

Ritual Pagi

Pagi ini, aku bangun dengan mata setengah terpejam. Tidak langsung bangun, melainkan terkantuk-kantuk di tepian tempat tidurku. Mengerjap-ngerjap kedua mata, lalu diam untuk beberapa saat. Membiarkan ruhku kembali utuh ke raganya.


Dengan sedikit limbung dan mata yang mulai terbuka, aku berjalan ke depan cermin lebar yang terletak di dekat jendela kamarku.


"Selamat pagi, apa kabarmu yang di sana?" sapaku pada cermin dengan setengah menguap.


Mungkin bagi sebagian orang, apa yang baru saja aku lakukan terlihat aneh. Berbicara dengan bayangan sendiri. Tapi, itulah yang aku lakukan setiap pagi sehabis bangun tidur.


Buatku berbicara dengan bayangan sendiri, seolah mencari tahu apakah ada perubahan pada diriku setiap harinya. Buatku ketika melihat cermin, aku menemukan diriku apa adanya. Bukan diriku yang mengenakan topeng untuk memberi seribu wajah bagi orang lain.


Cermin tidak pernah bohong bukan?


Selesai dengan ritual menyapa 'bayangan sendiri,' aku beranjak ke arah jendela kaca yang dapat digeser dari dalam. Aku membukanya lebar-lebar --membiarkan udara pagi memenuhi kamarku pagi ini.


Dari balik kamar, ku temukan kilauan sinar mentari bersembunyi dari balik awan, membentuk semburat-semburat yang begitu memanjakan mata. Aku suka udara pagi ini, sinar matahari cukup nyaman untuk dirasakan di kulit.


Aku melirik jam kecil di atas nakas. Pukul 07.00, waktunya aku menemui kekasih tercinta. Kami berjanji menikmati sarapan bersama di taman


Aku sebut itu kenangan

Aku sebut itu kenangan





Rindu diam-diam menelusup melalui celah kecil yang lupa aku tutup rapat





Kepada kenangan yang berkelebat dibenakku. Tak cukupkah kamu mencuri separuh dari hatiku dan lupa untuk mengembalikannya tepat waktu padaku?


Kepada kenangan yang berkelebat dibenakku. Tak lelahkah kau permainkan hatiku? Bukankan kemarin kau telah memporak-porandakannya? Masih belum cukup?


Kepada kenangan yang berkelebat dibenakku. Sudah cukup kau bermain-main dengan pikiranku. Aku sudah terlalu lelah untuk sekedar kembali menengok ke arahmu


Kamu.....



Akankah kita kembali dipertemukan takdir?


Ketika rasa rindu kembali memenuhi dada


Uraikan kenangan yang telah tertata rapi di sudut terkecilku


Ramaikan kembali hatiku yang telah lama berdebu


Ingatan tentangmu diam-diam menelusup sepi


"Nanti kita pasti bertemu," katamu


Dan aku menunggu takdir berbicara, akankah Tuhan mempertemukan kita kembali


Untuk sekedar berpapasan



...dan aku benci untuk mengakui, bahwa aku merindukanmu



Mencintaimu dalam sunyi

Mencintaimu dalam sunyi


Aku ingin mencintaimu dalam diam

Tak bersuara --hening tanpa kata

lirih; redam

 

Diam-diam

Ku biarkan kamu di sana bersamanya

Meski hati perih

Ya, sekali lagi ku biarkan semua apa adanya

Bukankah cinta tak selalu meminta balas?

 

Aku ingin mencintaimu dalam diam

hanya diam

Tak peduli jika kata-kata bisa mengubahnya

Biar saja, karena diam adalah pilihan
dan aku memilih untuk mencintaimu

 

Saat sunyi dan diam merajai

Di sana kamu sedang tergelak riang

Tak peduli dengan sosokku yang menatapmu sedih

 

Biar saja

karena aku telah memilih hanya untuk mencintaimu dalam sunyi
Seribu Kunang-kunang

Seribu Kunang-kunang


Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

Di mana sinarnya berpendar menghiasi cakrawala

Menyinari langit pekat tak berbintang

 

 

Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

Di mana ada aku dan kamu di dalamnya

Seperti kisah roman-roman tak berjudul

 

 

Ini kisah tentang seribu kunang-kunang

di mana hanya sebuah cerita yang tak selesai

dan ribuan kunang-kunang yang tak lagi berpendar

Karena malam telah mencuri kilaunya
Rasa

Rasa

Berkali-kali aku mencoba mencari tahu tentang suatu perasaan yang saat ini menjejaki; menyesaki hatiku.
Mungkinkah ini cinta?

Atau hanya suatu kebahagiaan yang tak bermakna?

Harus kemana ku cari semua jawaban?

Pada Langit yang membisu?

atau pada ribuan aksara yang membatu?

Tak ada satupun dari mereka yang menjawabnya

Bisu

 

Jadi, harus aku sebut apa rasa ini?

 

 
Tentang sebuah janji

Tentang sebuah janji

Ini tentang sebuah janji


Janji, yang kau bisikkan dengan lirih  di telingaku ketika kita menghabiskan waktu berdua


Malam itu kita larut dalam labuhan cinta


Bermain kata-kata dan kemudian kau rengkuh aku dalam pelukmu


Kita bercumbu, meraih kenikmatan yang tak pernah tuntas


Aku biarkan tubuh mungilku rebah di dada bidangmu


Bercampur peluh: aku dan kamu


 Kita biarkan tubuh saling melepas rindu, menuntaskan semua hasrat tak terlupakan


Di akhir perjalanan kita, kau bisikkan sebuah janji



"Kita akan selalu bersama sampai mati."

Sampai akhirnya kita terkapar karena lelah

tersisa degub-degup dan aroma tubuhmu



Ini tentang sebuah janji


Janji, yang dulu kau bisikkan di telingaku


...dan kini semua mengabu


Lusuh, digerus roda waktu


Usang


Pada akhirnya, janji adalah kata-kata manis tanpa makna

Tentang Rindu

Tentang Rindu

Rindu tak  berhenti berdenyut;  seperti kehidupan yang tak pernah berhenti berjalan


Rindu tak berhenti berdenyut; seperti bumi yang tak berhenti berotasi


Rindu tak berhenti berdenyut;  seperti langit yang setia menjaga bulan


Rindu tak berhenti berdenyut; seperti tabahnya ilalang


Rindu tak berhenti berdenyut; seperti air yang terus mengalir kepada suatu muara





Rindu tak akan berhenti berdenyut; meski berkali-kali dipatahkan waktu


(Masih) tentang kamu yang aku rindukan

(Masih) tentang kamu yang aku rindukan

Cerita ini masih saja sama...

Tentang kamu. Kamu yang membawa sekeping hatiku dan tentang hatiku yang lebur karena bertepuk sebelah tangan. Harusnya sejak awal aku sadari, semua itu hanya kesalahan hatiku. Aku salah mengartikan gelagat dan membiarkan diriku jatuh ke dalam perasaan tak kasat mata. Dan, kamu, dengan teganya mempermainkan semuanya. Membiarkanku jatuh lebih dalam, terperosok dalam luka.


dan sekarang

...tiba-tiba aku merindukanmu

Betapa bebalnya hatiku ini, harusnya aku pergi mengemasi semua perasaan ini. Bukannya tetap tercenung di depan pintu hatimu dan berkhayal sebentar lagi kamu akan keluar; mempersilahkan aku masuk.


Bodoh...

Cinta itu bodoh, rela membuat kita dijungkir balikkan perasaan, tapi nyatanya tak satupun dari kita berhenti untuk mencari cinta.

Waktu terus berputar, ingatan ini tak pernah lekang.

Kamu, yang telah mencuri hatiku. Mungkinkah Tuhan tak mempertemukan kita karena tak ingin melihat kita menjadi sepasang yang saling menyakiti; membunuh rindu. Tuhan tak ingin air mata terus berlompatan dari kedua bola mataku.


Haruskah aku berterima kasih dan membiarkan rasa rindu meletup-letup tanpa muara?

Entahlah....
Kisah yang tak selesai

Kisah yang tak selesai


(Pernah) ada  cerita yang tertulis di antara kita


kisah manis yang sempat terekam dalam sebuah kertas berwarna merah jambu


di mana aku dan kamu (pernah) menjadi peran utama


(Pernah) ada kisah di antara kita


kisah, di mana pipi-pipi kita bersemu karena cinta


Nyatanya, takdir tak berpihak


aku dan kamu tak pernah menjadi satu


hingga waktu memilih; kita tak pernah berpapasan


...dan pada akhirnya, kisah kita hanyalah sebuah rangkaian cerita yang tak pernah selesai.

Pria Senja

Pria Senja


 

 

 

Kepada Pria Senja,

Tahukah kamu berapa besar aku mengagumimu?

Mengagumi seperti larik-larik puisi yang selalu tercipta di setiap tarikan penaku

Seperti barisan kata-kata yang selalu menceritakan tentangmu.

 

Pria senja,

Terima kasih, kepadamu yang telah mengajarkanku cara menikmati ciptaan Tuhan dengan cara yang berbeda


Mengajarkanku tentang Senja yang tabah menanti malam

...dan perlahan pergi dicuri pekatnya malam

Seperti punggungmu yang menjauh

 

Pada barisan awan yang memerah, pernah ada satu nama terselip di sana. Dan, kini malam mencurinya; tertinggal pekat malam tanpa bintang.



 

 
senja

senja

Dari bilik berandaku
Langit tampak indah
Warna biru, berhiaskan semburat merah
Menyisakan lukisan tak bernilai

September,
Kisahku kembali di buka
Lembaran baru kembali digelar
Semoga lara dan duka tak menyertai

Senja,
Warna jinggamu mengingatkanku tentang kisah tak selesai
Di mana mimpi-mimpi tergilas waktu
Janji-janji lesap tak berbekas
Seperti punggungmu yang menjauh
Belum Selesai

Belum Selesai

Kisah kita belumlah selesai
Ribuan pertanyaan masih tertinggal di benak
Dan kerinduan masih berlompatan di dada
Meninggalkan rasa sesak

Haruskah aku menyalahkan takdir?
yang tak menginginkan kita untuk saling bertegur sapa
ada daya jika garis tangan memilih kita untuk berjalan berlawanan arah

kisah ini belumlah selesai
karena memang tak pernah ada permulaan
tentang cinta

tentang cinta

malam semakin pekat
sunyi, senyap
saat semua terlelap
aku, di sini sedang merindu

entah, pada siapa?
rinduku seperti belati yang siap menikamku
mengikir perlahan tepian hatiku
hingga aku kembali terluka

tak peduli berapa banyak sayatan yang tertinggal
aku menikmatinya sebagai perih yang mencandukan

bukankah cinta tak melulu manis?






Cinta serperti sekotak kembang gula aneka rasa, dan berakhir getir kemudian hari



Senja pertama di bulan September

Senja pertama di bulan September

image


senja pertamaku di bulan september biasa saja
tak ada perasaan hangat yang berlompatan menyesaki dada
sepi, senyap

senjaku
kini tak lagi merah
tak ada lagi kerinduan-kerinduan yang terdetakkan dari bilik hatiku
waktu telah merubah segalanya
mimpi-mimpi tergilas dengan cepat

...selamat datang September, semoga duka dan lara tak turut serta
Kisah Kita

Kisah Kita

Ada kisah yang tak pernah selesai di antara kita
Tertinggal dalam larik-larik puisi
Takdir tak bersinggungan
Kita bertemu bukan untuk beriringan

Kenangan tentang kisah kita masih terpatri dalam ingatan
Tersimpan dalam sudut terdalam
Jangan pernah menyalahi takdir

Biar kita nikmati sebentar saja kisah ini
Sebelum kaki kembali dilangkahkan
Dan kita kembali menjadi 'aku' dan 'kamu'
Looking for Mr. Kim (Resensi)

Looking for Mr. Kim (Resensi)

 


 

 

Judul                      Looking For Mr.Kim

Penulis                   : Aida M.A

Penerbit                : Bentang Belia

Tebal Halaman     : 141 Halaman

Berawal dari keinginan Wika untuk mencari tahu keberadaan Ayah kandungnya, membuat dia nekat pergi ke Korea sendirian. Dengan berbekal uang tabungan dan nama, dia bertekad untuk menemukan Mr. Kim


Untung saja dia bertemu Bagas, warga Indonesia yang berkuliah di Korea. Bersama Bagas, Wika menyusuri  daerah-daerah di Korea. Tujuannya hanya satu menemukan Kim Tae Wo.




Dalam hidup selalu ada Takdir yang kerap kali mendewasakan kita



Looking For Mr. Kim adalah sebuah novel dengan genre remaja.  Novel ini menceritakan tentang perjalanan Wika ke Korea untuk mencari sosok ayah kandungnya,


Kelebihan novel ini, penulis mengambil sisi lain dari kehidupan remaja, di mana yang diangkat tidak melulu tema cinta (menye-menye :D).  Sosok Wika yang diciptakan penulis cukup menggambarkan bahwa tidak selamanya remaja mengalami kelabilan saat mencari jati dirinya.


Kelebihan lain dari novel ini,  penulis dengan apiknya menggambarkan sisi-sisi lain Korea, kebudayaan, dan juga bahasanya. Terlihat bahwa penulis melakukan riset yang matang.


Kekurangannya, novel ini endingnya menggantung. Mungkin ini trik dari penulis agar dia bisa membuat sekuelnya.


Di ujung dermaga

Di ujung dermaga


 

Di ujung dermaga kau pernah merapal sebuah janji:




"Kelak, kita akan bersama"



Nyatanya waktu telah menggilas semuanya


janji yang terucap tak pernah terpenuhi



Di ujung dermaga yang sama, kau meninggalkanku tanpa kata

Sepucuk Kenangan

Sepucuk Kenangan

Dear kamu yang beberapa hari ini memenuhi benakku,

Ada apa denganmu?

Kenapa aku rasakan punggungmu kian menjauh

kamu bukanlah sosok yang aku kenal dulu

dan 'kita' bukanlah sepasang teman untuk berbagi

Aku tak pernah menuntut apa pun dari kisah ini

karena aku sadar kenangan lebih dulu menyesaki lengan kosongmu

rindu-rinduku terurai sebelum sampai di selasar hatimu

kalau aku merindumu, lalu aku bisa apa?

perasaan ini tak pernah bisa aku cegah

ah, sudahlah. Mungkin saatnya aku berhenti membicarakan tentang kita.

Nyatanya tak pernah ada kata 'kita'
Pria Peramu Kata (12)

Pria Peramu Kata (12)

Dear Kamu,

Maaf, aku tak lagi bisa melanjutkan kisah ini

Waktu dan jarak telah mematikan semua rasa

Tolong jangan tanyakan kenapa?

Karena aku yakin, kamu pasti tahu jawabannya

Terima kasih atas semuanya

Anggap saja "kisah" ini sebagai proses pendewasaan diriku

Nyatanya Tuhan pun tak ingin kita bersama

Bahkan rotasi kita berbeda. Kamu ke kanan dan aku ke kiri

Mungkin Tuhan mempertemukan kita, agar kita saling memperbaiki diri untuk bertemu dengan pasangan masing-masing

Jaga dirimu baik-baik

 

Salam Hangat,

 

(mantan) pengagummu
Maaf

Maaf




“Aku ingin kita bertemu, bisa?”


“Sekarang? Hmmm…apa nggak bisa ditunda besok?” terdengar suara helaan napas di seberang.


“Sebentar saja, aku janji tidak akan lama. Aku rindu…” aku tak meneruskan kata-kataku.


“Maaf Dear, aku sibuk sekali hari ini. Ada beberapa deadline yang harus aku kerjakan.”


“Jadi, kita nggak bisa bertemu? Ya, sudah. Maaf aku sudah mengganggu waktumu.”


Pembicaraan terhenti tanpa saling mengucapkan salam.


Rindu mendongak ke langit. Berharap agar tangisnya tidak meledak saat ini. Dia tidak mau terlihat seperti orang yang sedang patah hati di tengah kafe yang ramai oleh pengunjung.


Ada rasa sedih menyesaki dadanya saat ini.  Jauh-jauh dia datang ke tempat ini untuk bertemu dengan lelakinya, nyatanya pria itu tidak punya waktu untuk sekedar bertegur sapa dengannya.


Ah, Rindu merutuki kebodohannya. Cepat-cepat dia menghapus air mata yang mulai berlarian dari kedua kelopak matanya.


Dia mengeluarkan telepon genggamnya, menuliskan sebuah pesan untuk lelakinya..


Kepada Pria yang punggungnya mulai menjauh

Maaf, aku tak bisa lagi melanjutkan kisah ini

 Aku tak mau menjadi seorang pecundang yang terus saja mencintamu

…dan kamu tidak

Maaf, hatiku terlalu baik untuk kau sakiti lagi

Silahkan kamu kemasi bayanganmu dari benakku

Karena besok tidak akan ada lagi namamu yang tertulis di hatiku.

Maaf, kisah hidupku tak lagi tentang kamu




Proyek: writerchalleng

Oleh-oleh Mudik

Oleh-oleh Mudik







Rumah adalah tempat di mana terakhir kita kembali




Holla Semua,


Alhamdulillah, akhirnya kembali bisa menulis di blog ini. Beberapa hari absen nulis. Berhubung dekat dengan lebaran dan mempersiapkan perlengkapan untuk mudik.


Dan, sekarang saya telah kembali ke rumah tercinta. Membawa segudang cerita untuk dibagi kepada pembaca blog setia :)


Ceritanya, saya baru pulang dari Madura semalam. Setiap tahun kami sekeluarga menyempatkan diri pulang ke Pamekasan, walaupun sudah tidak ada lagi kakek-nenek di sana.


Singkat cerita, lebaran kemarin benar-benar menyenangkan buatku. Aku suka saat bercengkrama dengan para keponakan-keponakan yang manis dan lucu. Suka melihat ketawa mereka, membawa mereka dalam pelukanku.


Dan satu hal yang bisa aku pelajari dari lebaran kemarin:




Ciptakanlah kehangatan dalam keluarga. Rengkuh anak-anakmu, kerabat, pasangan. Karena akan ada suatu masa di mana kamu akan mereka tinggalkan (hari tua)



 

Saya mengucapkan selamat Idul Fitri 1433 H, Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Merdeka itu...

Merdeka itu...

Merdeka itu ketika kamu bisa beranjak dari masa lalumu

Merdeka itu kamu bebas nulis kata-kata puitis tanpa takut dibilang galau

Merdeka itu kamu berani mutusin pacar yang bikin hatimu nggak nyaman

Merdeka itu ketika kamu berani memakai baju penuh warna

Merdeka itu ketika kamu bilang 'tidak'  untuk sebuah hubungan seks pra nikah

Merdeka itu kamu berhasil membuang foto mantanmu di dompet

Merdeka itu ketika kamu bisa menikmati udara pagi tanpa polusi

Merdeka itu artinya bisa memilikimu secara halal


Berdamai dengan Masa Lalu

Berdamai dengan Masa Lalu


 


Jika masa lalumu layak kamu perjuangkan, perjuangkanlah hingga Titik. Jika semuanya tidak berhasil. Berbaliklah arah, ada masa depan yang menunggumu



 

"Ngapain sih, Ndre?  Sibuk amat?"


Aku mengurungkan niatku untuk meletakkan tas di genggamanku, ketika melihat kelakuan sahabat sekaligus teman kerjaku.


"Hmm, lagi cari namanya Retha." pandangan matanya tetap tertuju di layar komputer.


It's sounds familiar


"Margaretha? Mantanmu itu?" tanyaku hati-hati sambil menarik sebuah kursi dan duduk di sampingnya.


Dia menoleh ke arahku, mengangguk perlahan, "Iya, Retha yang itu."


"Emang dia kemana? Kalian kehilangan kontak?” tanyaku beruntun.


“Dia tiba-tiba ngilang, semua nomornya dia ganti. Mangkanya aku coba cari di twitter, FB sapa tahu ketemu.”


 “Jangan terlalu erat menggenggam masa lalu, Dre. Nanti kamu sakit sendiri,” ujarku sambil membolak-balik kertas di hadapanku.


“Aku masih menunggunya. Aku percaya sejauh apa pun cinta pergi, ia pasti kembali.” dia menoleh ke arahku dengan tatapan sayu.


“Mau sampai kapan sih kamu nunggu dia? Waktu itu tidak pernah menunggu loh.” aku berdiri di sampingnya.


“Aku masih sayang dia, Na.”


“Dia masih sayang kamu juga?”


“Pasti! Aku tahu bagaimana perasaan dia sama aku.”


“Kamu yakin dia masih Retha yang sama? Seperti ketika kalian berpacaran dulu?”


“Maksudmu?” dia menoleh ke arahku.


“It’s been 2 years, perasaan itu bisa berubah, Dre. Seperti aku bilang, waktu itu tidak mau menunggu. Bisa aja kamu masih mengharapkan dia, tapinya nyatanya dia sudah melangkah duluan.”


“Aku percaya sama cinta sejati, Na. Kalau memang jodohku pasti dia akan kembali juga padaku.”


“Kalau memang kamu masih cinta dengan dia, kenapa kamu nggak perjuangkan dia ketika kalian baru berpisah dulu?”


“…”


“Itu membutuhkan waktu, Na. Kita sama-sama butuh jeda.”


“Dan, sekarang jeda itu masih berlaku? Kamu 2 tahun nunggu dia, tanpa tindakan apapun? Wow, itunya namanya omong doang, Bro. Cewek itu butuh tindakan, bukan cuman kata-kata.”


“Aku sudah berusaha, tapi…” Andre tak melanjutkkan kalimatnya.


“Tapi, kamu nggak mau berusaha lebih keras untuk mewujudkannya. Ndre, jika masa lalumu layak kamu perjuangkan, perjuangkanlah hingga Titik. Tapi, jika semuanya tidak berhasil. Berbaliklah arah, ada masa depan yang menunggumu.”


“Lalu aku harus bagaimana, Na?”tanyanya lirih.


“Cari tahu dengan perasaanmu, yakinkan apa yang kamu rasakan sekarang itu cinta atau hanya sebuah kenangan yang enggan kamu lepaskan.”


“…”


“Dre, tidak ada yang pernah melarangmu untuk menengok masa lalu. Tapi, kalau kamu terus-terusan menggenggamnya, itu artinya kamu sudah membuang waktumu percuma. Lihat, berapa  banyak kamu melewatkan kesempatan untuk menemukan wanita yang lebih baik dari Retha,” aku menepuk bahunya.


Seperti aku yang selalu menunggumu membuka hati, Dre
Dear Kamu,

Dear Kamu,

Ada beribu pertanyaan tersimpan di benakku saat ini


tentang kamu, tentang kita dan juga perasaanmu padaku


Entahlah, mungkin saja aku tak harus mempertanyakannya


Sebab aku tahu jawabannya


Dan, kamu tak akan pernah mengerti tentang aku

(masih) kamu

(masih) kamu

ini masih tentang kamu
tentang aku yang memujamu
tentang kamu yang mencuri separuh hatiku
tentang aku yang merindukanmu

sayangnya kisah ini hanya ada aku, sedang kamu berangsur pergi
sebelum cerita ini selesai aku tulis

cerita ini masih sama, tentang kamu dan aku yang tersekat ruang dan waktu

Kamu yang pernah mencuri benakku, bisakah kau curi sekali lagi?


Persimpangan

Persimpangan

Ada kalanya cinta tidak memiliki


Ibarat di persimpangan jalan


Saat lampu menunjukkan warna hijau, saatnya masing-masing dari kita harus melangkah pergi


Kamu ke kanan, dan aku ke kiri


entah kapan akan kembali berjumpa




Tak selamanya cinta itu beriringan. Ada kalanya Tuhan mempertemukan hanya untuk sekedar melintas.


Sepasang Janji

Sepasang Janji

Ingatkah kamu tentang sepasang janji kita?


Janji yang kita sepakati bersama saat kamu dan aku berdua


Kau bilang, ingin di sini di sampingku


nyatanya hingga saat ini janji itu telah lesap entah kemana


Saat kita berdua, tak ada lagi pembicaraan janji


yang ada hanya sebatas kata-kata manis pelipur lara


Kemana sepasang janji yang kau ucapkan padaku?


adakah kau melupakannya?





Jangan pernah berjanji apapun atas diriku, jika aku tidak pernah punya hak atas dirimu


Pesta Telah Usai

Pesta Telah Usai

Tak ada lagi debaran yang aku rasakan di hatiku


tak ada lagi senyum simpul saat aku baca pesan darimu


tak ada lagi rindu yang mendesak saat tak ada kabar darimu


ku rasakan pesta di hatiku telah usai


pertanda bahwa aku harus segera berkemas dan melangkah pergi darimu

Pria Peramu Kata (11)

Pria Peramu Kata (11)

Dear Kamu,

 Hai, apa kabar? baik-baik aja khan? Maaf kalau beberapa hari ini aku menghilang. Seperti kataku, aku sedang merentangkan jarak. Mencari tahu tentang perasaanku padaku. Nyatanya hatiku tetap tertuju padamu.


Entahlah, aku sedang tak ingin berharap apa-apa dalam hubungan ini. Mungkin kita hanya dipertemukan tapi tidak untuk beriringan.  Mungkin Tuhan ingin aku sekedar untuk mengagumimu dan kamu hanya menganggapku adek. Bukankah ada kalanya cinta hanya berjalan sendirian.


Kelak, jika memang kita bertemu. Tolong, jangan pernah lagi tanyakan tentang perasaan yang perlahan aku tepiskan.


Salam hangat,


(masih) pengagummu

Sebuah tawaran

Sebuah tawaran

"Pak, gimana berminat dengan tawaran saya?”


“Saya pikir-pikir dulu deh, Pak.”  Ujar Budi  dengan nada bimbang.


“Nggak usah banyak dipikir, Pak. Sampeyan percaya saja sama omongan saya, dijamin Bapak nggak bakalan rugi.” Lelaki berjaket hitam itu kembali berbicara.


“Nanti Bapak saya hubungi lagi deh, saya mesti koordinasi sama istri dulu.”


“Ya, sudah. Kalau nanti Pak Budi berubah pikiran. Segera hubungi saya, karena penawaran ini hanya khusus saya berikan pada orang yang saya kenal.”


Pria berjaket hitam itu pun berlalu, meninggalkan Budi dengan penuh kebimbangan.


*****


“Bu, bapak bisa ngomong sesuatu?”


“Ngomong opo to, Pak? Kok pake ijin segala,” ujar istrinya yang sedang asyik menikmati tayangan sinetron di TV.


“Ibu tahu Rudi kan?”


“Rudi yang rumahnya di ujung jalan itu ya? Memangnya kenapa dengan dia, Pak?” ujar bu Tari dengan pandangan mata tetap ke arah TV.


Budi geleng-geleng melihat sikap istrinya, sejak tadi diajak bicara, tapi pandangan matanya masih tertuju ada layar TV.


“Rudi nawarin kerja sama.”


“Kerja sama dalam bentuk apa?” Tari menoleh ke arah suaminya.


“Investasi dengan modal kecil, tapi hasilnya menggiurkan, Bu. Rudi aja gara-gara ikutan investasi itu bisa beli sepeda motor nggak pake kredit,” dengan semangat Budi menjelaskan pada istrinya.


“Bapak yakin mau ikutan? Kok sepertinya agak nyeremin, Pak,” ujar Tari khawatir.


“Ibu tenang saja, Rudi itu bisa dipercaya kok. Lagian modalnya nggak banyak-banyak amat,”


“Tapi, sepuluh juta bukan uang sedikit, Pak. Sebentar lagi Dio mau masuk sekolah loh,” Tari mengingatkan suaminya.


“Ibu, yakin deh sama bapak. Pokoknya uang itu pasti kembali dan masih bisa buat uang sekolah Dio nantinya.”


“Terserah Bapak ajalah, Ibu nggak ngerti soal begituan. Ya, sudah Pak. Ibu mau tidur dulu sudah ngantuk,”


Sepeninggal istrinya Budi tersenyum-senyum. Dengan semangat dia mengambil telepon genggamnya dan menekan sebuah nomor.


“Aku jadi ikutan, besok uangnya aku kasih.”


*****


Seminggu Kemudian


Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar servis area. Silahkan menghubungi kembali nanti.


Berkali-kali Budi mencoba menghubungi nomor yang tertera di kertas yang sedang dia genggam, tapi jawabannya tetap sama. Nomor itu tidak bisa dihubungi.


Cemas mulai menghantuinya, sudah seminggu ini dia berusaha menghubungi Rudi. Nyatanya nomor Rudi tidak pernah aktif.


Budi ingat akan janji Rudi yang segera menghubunginya ketika bisnis yang mereka sepakati berhasil, nyatanya sampai hari ini janji itu tak kunjungi ditepati.


  Beberapa kali Utari menanyakan perihal uang itu, tapi Budi selalu mengatakan bahwa uang itu aman dan akan segera kembali. Budi tidak pernah menceritakan kepada istrinya bahwa dia sedang kesulitan mengontak Rudi.


Sekali lagi dia mencoba menghubungi nomor Rudi, hasilnya nihil. Nomor itu tetap tidak aktif. Dengan perasaan gelisah Budi berinisiatif untuk mendatangi rumah Rudi.


Belum juga sampai di depan rumahnya, seluruh persendian Budi melemas ketika diam mendapati sebuah  plang kayu bertuliskan.


Rumah dijual.


Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan dia katakan pada istrinya. Dalam hati dia merutuki kebodohannya yang begitu saja percaya pada Rudi.


Proyek: Writer Challenge

Ketika Kamu Membuka Hati

Ketika Kamu Membuka Hati


Ketika kamu membuka hatimu untuk orang lain, bersiaplah mereka akan melukaimu




Dalam sebuah hubungan, entah itu sepasang kekasih, pernikahan, pertemanan, rekan kerja atau bahkan keluarga.  Pasti akan ada suatu masa di mana kita merasa sakit karena perlakuan orang lain.


Ada kalanya kita berselisih paham, berbeda pandangan atau bahkan dikhianati kepercayaannya. Luka di hati pasti ada.


Kalau ditanya seberapa sering aku terluka, jawabannya sering.  Entah mengapa, aku adalah orang yang cepat percaya terhadap orang lain, dan sayangnya mereka seringkali memanfaatkan kelemahanku.


Prinsip Hidupku:




Kalau mereka jahat padaku, aku bisa saja lebih jahat pada mereka. Sayangnya, aku lebih memilih memaafkan, karena aku tak mau hatiku dipenuhi oleh kebencian. Urusan yang lain aku serahkan pada Allah, karena Dia yang pantas memutuskan.



Intinya aku tak mau membiarkan hatiku diliputi dendam yang akhirnya hanya semakin menyakitiku.

(masih) tentangmu

(masih) tentangmu

Masih saja tentangmu


tentang kamu; pencuri hatiku


kamu seperti semacam candu yang tak habis untuk aku perbincangkan


Lihat semua larik-larik puisiku,


memang masih tentang kamu


karena kamu telah meracuni benakku


Sebentar saja

Sebentar saja


Sebentar saja


Ijinkan aku di sampingmu


Sebentar saja


Kita nikmati semua rasa yang tersisa


Sebentar saja


Biarkan diam menemani kita


Sebentar saja


Aku rebahkan diriku di bahumu


Sebentar saja


Hanya sebentar


Karena aku harus segera bergegas pergi




Waktu terus berjalan, dan aku tak mau menunggu


Pria Peramu Kata (10)

Pria Peramu Kata (10)

Dear Kamu,

Ini adalah surat ke-10 yang aku tujukan kepadamu. Sebuah surat sederhana yang masih berisi tentang kamu, dan selalu kamu.


Kalau kamu bertanya sampai kapan aku akan menulis surat untukmu, jawabannya sampai aku lelah untuk mengagumimu.


Beberapa hari ini aku memang sengaja tak ingin berlama-lama mengobrol denganmu, bukan aku marah ataupun jenuh. Aku hanya ingin sekedar melebarkan jarak, agar kelak ketika kamu tak lagi membutuhkanku, aku terluka.


Memang terlihat sangat egois, tapi ini harus aku lakukan. Aku tak mau kembali terluka lagi seperti dulu.  Karena yang aku sadari, aku hanya pengagummu. Penikmat untaian kata di setiap goresan penamu.


Seperti pintaku, aku mau kamu tersenyum :)


Salam Hangat,


Pengagummu

Cinta

Cinta





Ada perih


ada luka


tertinggal karena cinta


tapi tak mengapa


bukankah Tuhan seringkali membuat kita terluka


sampai akhirnya dipertemukan


dengan cinta sebenarnya


semoga saja





Aku telah mempersiapkan hatiku terluka, bahkan sebelum jatuh cinta padamu


Pria Peramu Kata (9)

Pria Peramu Kata (9)

Dear Kamu,

Hai, bagaimana puasa pertamamu hari ini? Semoga lancar sampai Adzan berkumandang nanti.


Pagiku hari ini dimulai dengan sebuah senyuman. Aku tersenyum mengingat pembicaraan kita semalam. Pembicaraan tentang potongan rambutmu, pose fotomu. Ah, memang sangat sederhana, tapi bagiku pembicaraan itu kembali menghangatkan dadaku.


Aku suka melihatmu tersenyum, rasanya senyum itu terlalu mahal untuk bisa terulas di bibirmu. Bisakah kamu tersenyum lebih lebih lebar kelak ketika kita bertemu nanti? Bisakah aku membuatmu tersenyum?


Petang tadi kita kembali bertegur sapa, dan kamu tampak antusias membicarakan proyek bukumu. Aku suka mendengarnya. Aku merasakan ada gairah dalam dirimu.


Kelak, jika waktu memang tidak berpihak pada kita. Bisakah kamu tetap seperti itu?


Atau jika bukan aku yang berada di sampingmu. Ku mohon tetaplah tersenyum.




Biarlah rindu ini merebah pada jarak dan waktu



Salam hangat,

Pengagummu

Jodohku

Jodohku

Jodohku,


Mungkin belum saatnya aku dan kamu bertemu


Belum saatnya juga kita dipertemukan


Saat ini kita hanya sepasang manusia yang tak saling mengenal


Terbentang jarak bahkan juga dipisahkan oleh waktu


Bersabarlah,


Kelak jika masanya sudah tiba, pasti kita akan bertemu


Seperti mimpi-mimpi kecil yang kita impikan


Jodohku,


Mari kita saling perbaiki diri


Agar kelak ketika bertemu, kita sudah siap untuk menautkan jemari di hadapan Allah


Dan aku akan menantimu dengan sabar di sini; di bilik hatiku


Sampai kelak aku menjadi halal bagimu





Aku sedang menyimpan debaran jantungku, demi bertemu denganmu; nanti



Ramadhan

Ramadhan

Alhamdulillah, ternyata masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan bulan Ramadhan. Semoga Ramadhan kali ini membawa berkah dan perubahan yang dalam diriku. Aminnn



Hari ini puasa pertama, semoga lancar sampai adzan Magrib.



Buat semua pembaca blogku, maaf lahir dan bathin ya

Riuh

Riuh



Tepukan riuh di dadaku perlahan menguap. Tak ada lagi gemuruh, gempita yang menyesakkan. Mungkinkah pertanda pesta telah usai?


Kemana perginya riuh di dadaku, rasa hangat yang berlompatan?


kini tertinggal  hanya kehampaan


Pria Peramu Kata (8)

Pria Peramu Kata (8)

Dear Pria Kata,

Hai, apa kabar gerangan kamu di seberang sana? Baik-baik saja kan. Belakangan ini kita jarang bertegur sapa ya? Kamu dan aku sama-sama sibuk, atau kita aja yang mulai merentangkan jarak?


Entah benar atau tidak yang aku rasakan. Kamu tidak lagi hangat, dan mulai menjauh dariku.


Ah, sudahlah. Maaf jika apa yang aku rasakan salah. Yang pasti, aku tahu kamu baik-baik saja. Buatku itu cukup.


Salam hangat,


Penikmat Kata

Sepasang Senja

Sepasang Senja


Kita adalah sepasang senja


yang semburatnya selalu di nanti


waktu seringkali tak berpihak


karena dengan cepatnya senja merangkak pergi


terusir oleh pekatnya malam


Kita adalah sepasang senja


hadirnya selalu ditunggu


namun cepat berlalu


sama seperti kenangan; usang kala semua berakhir


adakah senja yang selalu dinanti?


bahkan hingga gelap mencuri semburatnya.


Surabaya, 16 juli 2012

Mencintaimu dengan sederhana

Mencintaimu dengan sederhana

Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana


menjadi seseorang yang selalu ada


Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana


seperti arakan awan yang selalu setia pada langit


Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana


cukup dengan melihatmu bahagia





Kelak, aku ingin jemari kita bertautan di depan Tuhan


Kecewa

Kecewa

Dear Kamu,

kenapa harus seperti ini?

Bahkan sebelum takdir membiarkan jemari kita bertautan

mimpi-mimpi kecil pun belum sempat kita jelang...

Salahkah aku?

Masihkah kau ragu?

Harus seperti apa aku bersikap?

Begitu kecilkah pengorbanan yang telah aku berikan.

Katamu cinta itu tanpa pamrih

Lalu, kenapa kau hitung semua apa yang telah aku lakukan?

Ah, sudahlah...

Sepertinya takdir ingin kita berlawanan arah

bukan beriringan

Biarlah rotasi ini menentukan jalannya

Jalanmu; jalanku.
Sudut

Sudut




Berkali-kali aku melirik jam di pergelangan tanganku dengan gelisah. Sudah sejam aku di sini, sendiri.


Aku mengangkat cangkir kopiku yang panasnya telah menguap.. Getir, rasa itulah yang kini tertinggal di lidah dan juga –hatiku.


Setiap pintu resto ini terbuka, secara spontan pandanganku mengarah ke sana, tapi tak juga aku temukan sosoknya.


“Sudah siap pesan, Mbak?” seorang pelayan kembali menghampiri mejaku.


“Belum, Mbak. Saya masih menunggu teman,” ujarku.


 “Baiklah, jika nanti sudah siap. Silahkan panggil saya,” ucapnya dan kemudian berlalu dari hadapanku. Sekilas aku mendengar helaan napas dari mulut sang pelayan.


Aku merogoh ke dalam tasku, mengambil sebuah cermin kecil.  Aku memastikan tidak ada noda di riasanku kali ini. Aku ingin tampil sempurna di hadapannya nanti.


Makan malam kali ini semacam perayaan hubungan kami berdua, dan aku lebih suka merayakannya dengan sederhana. Tidak ada lilin, bunga-bunga atau pun kado mewah.


********


13 Februari 2012


Di sudut ini, pertama kali bertemu. Saat itu aku sedang asyik menikmati kesendirianku dengan sebuah buku di tangan. Dia datang tergopoh-gopoh. Tubuhnya basah kuyup terkena hujan,  dan wajahnya terlihat kebingungan mencari tempat kosong.


Hari itu restoran ini sangat ramai, beberapa dari mereka lebih menunggu hujan reda.  Entah apa yang membuatku berinisiatif untuk mengajaknya bergabung denganku.


“Hai, tempat ini kosong,” ujarku.


Dia menoleh ke arahku, aku menangkap sebuah keraguan dari raut wajahnya. “Silahkan, aku hanya sendiri,” ujarku sekali lagi.


Dia tersenyum dan duduk di hadapanku. Beberapa detik kami bertatapan, selanjutnya kami larut dalam sebuah pembicaraan panjang.


********


Aku masih saja terpaku, ketika lampu-lampu Kristal mulai dipadamkan. Perasaanku sedang tidak menentu. Sedih, marah, kecewa semua bercampur menghasilkan sebuah rasa sakit yang tak terbatas. Seberapa kuat aku menahan tangisku, nyatanya beberapa bulir air mata sudah mendesak keluar.


“Maaf, Mbak. Kami sudah mau tutup,” seorang pelayan menghampiriku.


Aku mendongak, “Bolehkah saya menunggu beberapa saat lagi? Mungkin dia sedang terjebak macet,” ujarku terisak.


“Baiklah, beberapa menit lagi.”



Sudut yang berbeda


“Wanita itu datang lagi?” bisik seorang perempuan muda


“Iya. Sejak tadi dia hanya terpaku. Entah siapa yang di nanti?” jawab seorang wanita di sampingnya.


“Sepertinya dia menanti seseorang, tapi kok aku nggak pernah melihat temannya, ya?” seorang pria yang baru datang menimpali.


“Entahlah. Aku kasihan melihatnya. Hampir setiap bulan, wanita itu selalu datang. ”


“Dia nggak gila kan?” Tanya wanita bertubuh tambun.


“Huss, jangan gosip yang aneh-aneh. Sepertinya dia baru saja kehilangan seseorang yang dia cintai. Sudahlah, ayo kita kerja lagi. Nanti Pak Budi marah.”


Tiba-tiba saja ruangan itu menjadi senyap.





 

Jenuh

Jenuh

Berungkali aku tepis semua rasa ini. Tapi, tetap saja menjejak dalam hatiku. Tak pernah aku pahami mengenai semua ini.


Aku mencoba mencari jawabannya, tapi tetap saja berakhir dengan rasa yang sama.



Aku jenuh; pada kamu.


 
Pria Peramu Kata (7)

Pria Peramu Kata (7)

Dear Pria Peramu Kata,

Terima kasih telah mengijinkanku mengetuk kesunyian hatimu.
Terima kasih telah mengijinkanku bersandar sejenak di bahumu
Terima kasih telah membiarkanku mengulas senyuman di wajahmu
Terima kasih telah mengijinkanku menghapus semua dukamu

Salam Hangat,

Pengagummu
Pria Peramu Kata (6)

Pria Peramu Kata (6)

Dear Kamu,
Kenapa aku mulai merasakan rindu padamu? Merindukan bagaimana sajak-sajakmu terangkai di Time Line. Aku suka tersenyum geli, saat pertama kali kita berkenalan.
Ah, aku keGR-an. Bukankah semua pria penyajak itu ramah dan idola wanita. Benarkah itu? Benarkah aku keGR-an, atas sikapmu.

Dan sekarang aku merindukanmu

Salam Hangat,

Penikmat Kata