Completely

Taken from
Suatu sore, seperti hari-hari sebelumnya. Aku sibuk di dapur. Menyiapkan dua cangkir kopi ketika kamu berada di kamar mandi. Membersihkan badan setelah beraktivitas dari pagi.

Selanjutnya, aku membawa dua cangkir yang mengalirkan kehangatan pada buku-buku jariku ke teras rumah. Meletakkannya di atas meja kesayangan kita. 

Sembari menunggumu selesai mandi, aku mengamati bentangan langit sore ini. Warna biru bersemu jingga menghiasi pandangan mataku. Indah.

"Melamun lagi?" 

Aku menurunkan pandanganku dan menoleh. Kamu muncul dengan rambut setengah basah. Samar-samar aku bisa mencium aroma sampo yang menguat dari sela-sela rambutmu, berbaur dengan aroma cologne yang didominasi oleh citrus.

Aku tersenyum. "Duduk sini," aku menepuk-nepuk kursi kayu di dekatku. Kamu menghampiriku dan menjatuhkan tubuh tepat di sampingmu.

"Ini kopimu. Seperti biasa dengan satu sendok gula." Aku mengulurkan sebuah cangkir kepadanya dan satu cangkir lagi untukku.

Dia tersenyum. "Terima kasih, sayang."

Kami duduk berdampingan dengan bahu saling bersinggungan. Jemari kami menikmati aliran hangat dari cangkir yang kami genggam. Menatap matahari yang mulai menghilang dari pandangan.

"Mau cicipi kopiku?" ujarmu tiba-tiba.

Aku menggeleng. "Terlalu pahit untukku."

"Kamu memang penggemar manis." Kamu menatapku lekat seakan menenggelamkan diriku pada kedua belah mata hitam pekat itu.

"Kamu suka pahit dan aku suka manis. Begitulah kita hidup. Saling melengkapi," ucapmu.

Aku menyandarkan kepalaku di pundakmu. "Karena kamu memberi rasa manis dalam kehidupanku yang pahit."




1 comment

  1. Saling melengkapi , seperti siang dan malam, panas dan dingin, terang dan gelas, matahari dan bulan.

    Salam hormat, Darto - www.dunia-digital.com

    ReplyDelete


EmoticonEmoticon