Apa kabar mimpi?
masih ingatkah kamu tentang sepasang janji kita?
Atau semuanya memang tidak pernah nyata
Ad Placement
Hai, bagaimana puasa pertamamu hari ini? Semoga lancar sampai Adzan berkumandang nanti.
Pagiku hari ini dimulai dengan sebuah senyuman. Aku tersenyum mengingat pembicaraan kita semalam. Pembicaraan tentang potongan rambutmu, pose fotomu. Ah, memang sangat sederhana, tapi bagiku pembicaraan itu kembali menghangatkan dadaku.
Aku suka melihatmu tersenyum, rasanya senyum itu terlalu mahal untuk bisa terulas di bibirmu. Bisakah kamu tersenyum lebih lebih lebar kelak ketika kita bertemu nanti? Bisakah aku membuatmu tersenyum?
Petang tadi kita kembali bertegur sapa, dan kamu tampak antusias membicarakan proyek bukumu. Aku suka mendengarnya. Aku merasakan ada gairah dalam dirimu.
Kelak, jika waktu memang tidak berpihak pada kita. Bisakah kamu tetap seperti itu?
Atau jika bukan aku yang berada di sampingmu. Ku mohon tetaplah tersenyum.
Biarlah rindu ini merebah pada jarak dan waktu
Jodohku,
Mungkin belum saatnya aku dan kamu bertemu
Belum saatnya juga kita dipertemukan
Saat ini kita hanya sepasang manusia yang tak saling mengenal
Terbentang jarak bahkan juga dipisahkan oleh waktu
Bersabarlah,
Kelak jika masanya sudah tiba, pasti kita akan bertemu
Seperti mimpi-mimpi kecil yang kita impikan
Jodohku,
Mari kita saling perbaiki diri
Agar kelak ketika bertemu, kita sudah siap untuk menautkan jemari di hadapan Allah
Dan aku akan menantimu dengan sabar di sini; di bilik hatiku
Sampai kelak aku menjadi halal bagimu
Aku sedang menyimpan debaran jantungku, demi bertemu denganmu; nanti
Alhamdulillah, ternyata masih diberi kesempatan untuk bertemu lagi dengan bulan Ramadhan. Semoga Ramadhan kali ini membawa berkah dan perubahan yang dalam diriku. Aminnn
Hari ini puasa pertama, semoga lancar sampai adzan Magrib.
Buat semua pembaca blogku, maaf lahir dan bathin ya
Ternyata jarak dan waktu sedang bersinggungan. Tak ada satu pun dari mereka yang berniat untuk memenangkan kisah cintaku.
Aku memilih merayakan kerinduanku dengan secangkir madu hangat. Supaya cinta tak melulu getir.
Hai, apa kabar gerangan kamu di seberang sana? Baik-baik saja kan. Belakangan ini kita jarang bertegur sapa ya? Kamu dan aku sama-sama sibuk, atau kita aja yang mulai merentangkan jarak?
Entah benar atau tidak yang aku rasakan. Kamu tidak lagi hangat, dan mulai menjauh dariku.
Ah, sudahlah. Maaf jika apa yang aku rasakan salah. Yang pasti, aku tahu kamu baik-baik saja. Buatku itu cukup.
Salam hangat,
Penikmat Kata
Aku sedang tak ingin bermain-main dengan perasaanku. Hatikulah kelak yang akan menjadi taruhannya.
Kita adalah sepasang senja
yang semburatnya selalu di nanti
waktu seringkali tak berpihak
karena dengan cepatnya senja merangkak pergi
terusir oleh pekatnya malam
Kita adalah sepasang senja
hadirnya selalu ditunggu
namun cepat berlalu
sama seperti kenangan; usang kala semua berakhir
adakah senja yang selalu dinanti?
bahkan hingga gelap mencuri semburatnya.
Surabaya, 16 juli 2012
Dear Kamu,
Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana
menjadi seseorang yang selalu ada
Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana
seperti arakan awan yang selalu setia pada langit
Aku hanya ingin mencintaimu dengan sederhana
cukup dengan melihatmu bahagia
Kelak, aku ingin jemari kita bertautan di depan Tuhan
Berkali-kali aku melirik jam di pergelangan tanganku dengan gelisah. Sudah sejam aku di sini, sendiri.
Aku mengangkat cangkir kopiku yang panasnya telah menguap.. Getir, rasa itulah yang kini tertinggal di lidah dan juga –hatiku.
Setiap pintu resto ini terbuka, secara spontan pandanganku mengarah ke sana, tapi tak juga aku temukan sosoknya.
“Sudah siap pesan, Mbak?” seorang pelayan kembali menghampiri mejaku.
“Belum, Mbak. Saya masih menunggu teman,” ujarku.
“Baiklah, jika nanti sudah siap. Silahkan panggil saya,” ucapnya dan kemudian berlalu dari hadapanku. Sekilas aku mendengar helaan napas dari mulut sang pelayan.
Aku merogoh ke dalam tasku, mengambil sebuah cermin kecil. Aku memastikan tidak ada noda di riasanku kali ini. Aku ingin tampil sempurna di hadapannya nanti.
Makan malam kali ini semacam perayaan hubungan kami berdua, dan aku lebih suka merayakannya dengan sederhana. Tidak ada lilin, bunga-bunga atau pun kado mewah.
********
13 Februari 2012
Di sudut ini, pertama kali bertemu. Saat itu aku sedang asyik menikmati kesendirianku dengan sebuah buku di tangan. Dia datang tergopoh-gopoh. Tubuhnya basah kuyup terkena hujan, dan wajahnya terlihat kebingungan mencari tempat kosong.
Hari itu restoran ini sangat ramai, beberapa dari mereka lebih menunggu hujan reda. Entah apa yang membuatku berinisiatif untuk mengajaknya bergabung denganku.
“Hai, tempat ini kosong,” ujarku.
Dia menoleh ke arahku, aku menangkap sebuah keraguan dari raut wajahnya. “Silahkan, aku hanya sendiri,” ujarku sekali lagi.
Dia tersenyum dan duduk di hadapanku. Beberapa detik kami bertatapan, selanjutnya kami larut dalam sebuah pembicaraan panjang.
********
Aku masih saja terpaku, ketika lampu-lampu Kristal mulai dipadamkan. Perasaanku sedang tidak menentu. Sedih, marah, kecewa semua bercampur menghasilkan sebuah rasa sakit yang tak terbatas. Seberapa kuat aku menahan tangisku, nyatanya beberapa bulir air mata sudah mendesak keluar.
“Maaf, Mbak. Kami sudah mau tutup,” seorang pelayan menghampiriku.
Aku mendongak, “Bolehkah saya menunggu beberapa saat lagi? Mungkin dia sedang terjebak macet,” ujarku terisak.
“Baiklah, beberapa menit lagi.”
Sudut yang berbeda
“Wanita itu datang lagi?” bisik seorang perempuan muda
“Iya. Sejak tadi dia hanya terpaku. Entah siapa yang di nanti?” jawab seorang wanita di sampingnya.
“Sepertinya dia menanti seseorang, tapi kok aku nggak pernah melihat temannya, ya?” seorang pria yang baru datang menimpali.
“Entahlah. Aku kasihan melihatnya. Hampir setiap bulan, wanita itu selalu datang. ”
“Dia nggak gila kan?” Tanya wanita bertubuh tambun.
“Huss, jangan gosip yang aneh-aneh. Sepertinya dia baru saja kehilangan seseorang yang dia cintai. Sudahlah, ayo kita kerja lagi. Nanti Pak Budi marah.”
Tiba-tiba saja ruangan itu menjadi senyap.
Berungkali aku tepis semua rasa ini. Tapi, tetap saja menjejak dalam hatiku. Tak pernah aku pahami mengenai semua ini.
Aku mencoba mencari jawabannya, tapi tetap saja berakhir dengan rasa yang sama.
Aku jenuh; pada kamu.
Ad Placement